12.07.2014

Kau

Terkadang rana itu benar ada, seolah memanggil, seolah ajakan dari ingatan ingkarnasi. Halus terasa mengambil sadar.
Pun rasanya ingin berhenti.


11.16.2014

Kau Harus Ada

Apa yang dituang disetiap karyanya tak lebih dari bentuk apa yang disimpannya dalam-dalam dan terlalu sulit untuk diungkap. Lalu terasa lebih parah ketika tersadari sudah terlalu sulit memposisikan ungkapan sederhana untuk menjadi mudah.
Komunikasi tak lagi memiliki bentuk.

11.09.2014

Menyambut Pagi

"Sangat sederhana namun entah mengapa menjadi terasa rumit masa lalu itu dan sangat merepotkan, susah untuk membuang, terkadang aku berpura-pura baik-baik saja tanpa dia, walau sebenarnya tidak.
Terkadang dia sangat menjengkelkan, ketika dia tahu apa yang aku rasakan, seolah aku terlihat bodoh hingga bisa mudah dibaca" ujar Laya.
"Tidak, kakak tidak terlihat bodoh, barangkali laki-laki yang selalu tak pernah pintar untuk bisa memahami perasaan perempuan" sahut Rian.
"Tahu darimana kau?" tanya Laya
"Kalau lagi mabuk berat Andika sering mengatakan sesalnya, dia sering sekali mengatakan dirinya bodoh, dia merasa tak pernah bisa memahami perempuan"

Matahari mulai menyinari ujung pohon yang tinggi, tapi dingin masih terasa.


11.01.2014

Guru

"Langit cerah, bulan separuh diatas kepala,  serangga malam ribut, sedang angin hanya tipis meniupkan hembus, sisanya hanya sedikit cahaya yang cenderung gelap, inilah yang ada dan kita berempat ada disini sedang menyaksikan serta merasakan.
Andai aku mengeluh, apakah keluhku akan merubah dari yang ada sekarang ini.
Terkadang aku ingin merubah malam menjadi siang atau sebaliknya. Bisakah aku? Sudah jelas jawabnya.
Siang atau malam hanya sebutan atas pembagian waktu yang ditandai dengan perbedaan kondisi. Gelap atau terang.
Sekalipun aku biarkan gelapnya malam itu maka gelap akan berubah dengan sendirinya untuk menjadi terang ketika matahari terbit disebelah timur pada esok pagi.
Terkadang kita tak sabar, ingin segera berlalu, sedang sangat sekali terasa sesuatu telah berjalan seperti yang seharusnya. Terkadang kita ribut menyiapkan tabir surya, sedang hari masih terlalu malam. Benarkah yang tanpa persiapan menghadapi siang esok akan tak bertemu siang?
Aku rasa orang yang tak ribut membawa bekal untuk menghadapi siang pada esok hari justru lebih cerdas. Mereka yang tanpa persiapan itu sangat tahu bahwa dirinya mampu saja berhadapan dengan setiap perubahan. Keselamatan tak perlu dicari, aku rasa species manusia mampu menyelamatkan diri ketika berhadapan dengan bahaya, gak usah diajari mereka sudah pasti menghindar ketika tahu keselamatannya terancam" ujar guru.
Kemudian guru menyalakan rokok, pun Andika, sedang Rian juga Laya sibuk menapak nyamuk.
Jelas guru menyindir kepintaran ketiga tamunya yang tampak menjadi bumerang.
"Hati-hati dengan kepintaranmu, terkadang membiarkan masalah justru lebih mampu membangkitkan solusi cerdas yang tak pernah kau pikirkan sebelumnya.
Kepintaran sering menjadikan ketakutan berlebih. Ketakutan yang seolah beralasan, tapi sebenarnya tidak, hingga ketakutan itu mengiasai dirimu.
Ular tidaklah menakutkan tapi rasa takutmu yang menjadikan ular jadi menakutkan. Ular tetap ular, tidak akan berubah menjadi sesuatu yang lain, tidak beribah menadi kayu atau kucing atau menakutkan. Kita saja yang merubah ular menjadi keramat, menakutkan, padahal ular tetap ular" lanjut guru.

Laya mulai sadar kemana arah pembicaraan guru.

10.23.2014

Lelah

"Barangkali yang aku minta hanya kau masih sedia kirimkan kabar. Mengetahui kau baik-baik itu sudah lebih dari cukup.
Andai kau tahu, hati ini masih hanya tentangmu, aku masih tak bisa menggantimu dengan yang lain" itu saja perasaan Laya.
Laya hampir tak tahu lagi semua yang sedang dilalui dalam hidup. Yang dia rasa hanya kehilangan arti setelah mengenal pria brengsek, pria yang seharusnya tidak masuk dalam kehidupannya namun kini justru ada dan membalik semua, menyadarkan kenyataan, kenyataan yang terasa menghukum, seolah dia telah salah melangkah. Ingin menangis tapi apa yang ditangisi, ingin marah, pada siapa harus marah, ingin mengakhiri, apa yang diakhiri. Sekarang apa yang diucap hanya sekedar ucap, daripada tidak.
Pun ketika air matanya menetes tak sekalipun dia bisa keluhkan pada yang lain. Dan diam menjadi pilihan, menutupi sesalnya sendiri.

Laya larut dengan dirinya sendiri membiarkan Andika berdebat dengan guru. Sedang Rian malah mendengkur terlihat lelap dengan rasa capek yang dalam.

10.19.2014

Olok Serangga Malam.

"Begitu mudah hati dibolak-balikan, lalu masihkah kau mengikuti kata hati yang seperti kebanyakan orang katakan?
Hati tak pernah mengatakan sesuatu, hati hanya perasa terhadap sesuatu, hati hanya penambah kesan dari apa yang mata, telinga, hidung, lidah pun peraba telah terima dengan sadar. Ada satu lagi yang bisa mempengaruhi hati untuk membuat kesan yaitu imajinasi. Bahkan kemampuan otak untuk berimajinasi sangat halus menipu dalam penataan urutan dari  sebuah kronologis, sehingga jika kau lebih jeli maka pola pikirlah yang lebih sering menguasai pembentukan kesan terhadap sesuatu, lalu tak terasa seseorang bisa berubah menjadi kurang obyektik.
Hati kita hanya satu, maka jika kau berubah penilaian terhadap sesuatu yang dulunya sesuatu itu kau suka dan sekarang menjadi tak begitu kau suka lagi maka tanyakan pada dirimu sendiri, telah terisi sesuatu apa yang lain hatimu sehingga sesuatu yang dulu itu menjadi tak dihati lagi.
Tak banyak orang yang bisa membagi hati" Ujar guru.

Laya terdiam, dia tahu jika sudah tak memiliki prioritas dihati, terasa benar imajinasi itu telah memberi warnanya sendiri terhadap kesadarannya yang membuat dia justru bingung hingga dia tak tahu arah.
"Tak mudah, aku hanya bisa menyampaikan, aku tidak berada di kondisi seperti yang sedang kau alami, barangkali aku juga bimbang sepertimu jika di kondisi seperti itu.
Setidaknya aku mencoba memilah hal yang sebenarnya kau sadari tetapi kau melupa.
Bersabar sangat mudah diucap tapi sangat sulit dihadirkan dalam diri sehingga terasa benar-benar kita tak bimbang.
Aku tidak mengajari, hanya saja jika aku begitu gelisah maka aku tanyakan pada diriku sendiri, apa sesuatu di dunia bisa membuat aku gentar. Lalu dimana bukti bahwa hanya Tuhan yang membuat aku tunduk sujud.
Ah aku ternyata masih berat urusan dunia Ya Rob. Aku masih tidak mempercayai rencanamu Ya Rob.

Pun nderek atur (ya sudah aku mengikuti-Mu)" sambung guru.

Suasana menjadi hening, masing-masing larut, tak tahu harus apa. Serangga malam menjadi jelas terdengar riuh mengolok.

10.14.2014

Masih Ingat

"Aku sering teringat saat pertama aku bertemu dengannya. Senyumnya yang akan terbayang sampai gelap abadi nyata didepanku"
Sedang gelap yang ada telah menyelimuti bumi. Rian yang berjalan di belakang lebih sibuk mendengar ocehan perempuan dewasa yang berjalan didepannya, hingga tak jarang Rian tersandung hingga sempoyong.
"Kau masih peduli dengannya" tanya Rian ingin lebih tahu.
"Menurutmu?"

9.29.2014

Mulai Gelap

"Apa setiap yang jatuh cinta selalu bodoh?" tanya Rian.
Laya hanya mengangkat alis, sambil menarik nafas panjang, tak segera menjawab.
"Nanti kau akan mengalami sendiri, seperti mabuk kepayang rasanya.
Kau tahu namanya kepayang?" tanya Laya.
Rian hanya menggeleng dan tak ingin tahu apa itu kepayang. Rian hanya ingin tahu kelanjutan cerita orang yang kasmaran.
"Kepayang itu kluwak muda, itu... yang kulitnya keras, dalamnya berisi seperti pasta warna hitam, biasa digunakan untuk memasak rawon.
Wah....,jadi lapar deh" tawa ketiganyapun pecah.
Hari mulai gelap, namun perjalan belum lagi sampai, tapi rasanya sudah tak jauh lagi.

"Hati sangat unik, jauh sekali dari logika, aku tak bisa mengambarkan seperti apa perasaan ketika sedang jatuh cinta.
Kau akan tersakiti tapi sakit itu yang membuat hati terasa ada memberi sesuatu yang tak pernah ada kau rasakan  sebelumnya. Kau membici tapi kau juga sangat ingin ada didekatnya selalu. Kau tak mau tapi matamu tak ingin lepas memandang. Ah... kau tak akan bisa mencari pengganti walau nyata didepanmu ada yang jauh lebih baik.
Seperti terkena teluh, tak akan bisa lari walau kau menyesal bertemu dengannya.
Barangkali itu yang dikatakan terlihat bodoh.
Mungkin hadiah terindah dalam hidup ketika manusia diberi kesempatan untuk jatuh cinta.
Mungkin" Laya tersenyum memberi kesempatan Rian untuk tahu jiwanya yang mekar ketika  mengenang hubungan dengan kekasih.


9.28.2014

Laya

"Kau percaya dengan apa yang kau pikirkan, itu sangat bertolak belakang dengan Urip. Urip sering mengatakan padaku bahwa apa yang ada dipikiran tidak bisa dipercaya" ujar Rian yang terlihat bodoh.
"Kaum salafi, memang seperti itu mereka. Benar, Urip memang memegang prinsip terbalik dari logika cerdas, Urip juga pernah mengajukan teori yang seolah benar tapi aku meragukan itu semua jika dibentur dengan peradaban modern" sambung Laya sambil mengikat rambutnya yang terurai sedang kerudung warna merah hati yang di pundak menari tertiup angin.
"Mana rumah guru Wahab?" ujar Laya tak sabar.
Perahu kayu kecil terus melaju didorong masin tempel 5 pk, sedang kabut asap terasa sangat mengurangi jarak pandang sore itu.
Sudah hampir tenggelam matahari di ujung barat namun sungai Barito masih terasa sibuk seolah sangat ingin menyempatkan hari untuk segala kepentingan.
"Urip otaknya terganggu" suara keras Andika memastikan Laya bisa mendengar apa yang di ucapkan.
"Dia menggunakan hati dan perasaan untuk bertahan hidup, bukan terganggu" timpal Laya walau setengah dari perasaannya membenarkan apa yang Andika nyatakan.
Laya tahu sekali kelemahan urip tapi Laya mencoba menjadi cover bagi Urip.

Tak sering cinta itu hadir dalam kehidupan manusia, tak mudah membuat hati untuk sepakat dalam kompromi. Kadang terandai apakah bisa ada cinta seindah seperti tergambar dalam bayangan yang bisa diatur-atur oleh logika.
Laya menghela nafas mengingat betapa bodohnya Urip.

9.19.2014

Ah

"Sejak eksis maka esensi awal kehidupan manusia malah resiko, lalu lahir konflik sebagai konskwensi tumbuh kembang. Koflik yang mendorong hidup mengambil peluang dari luasnya kehidupan dalam bentuk kemungkinan" ujar Andika.
"Kau terlalu cerdas, aku ga' ngerti apa yang kau ucapkan" sambung Rian.
Angin berhembus menghibur keduanya dari terik matahari, sedang burung-burung camar terlihat dalam kelompok terbang sibuk dengan ritual penangkapan ikan.

"Ah..., seperti matematika, kau boleh mengatakan menjengkelkan, sulit, atau apasaja. Bagiku matematika adalah seni. Bagaimana tidak, ketika kau mendapat pemecahan yang stabil maka kau benar mendapati ketepan yang secantik kristal, tersa bening dan wow sempurna.
Tak ubah dengan kehidupan. Semua kerumitan bagiku bentuk seni"

9.18.2014

Balasku

Aku baik-baik, tapi aku rasa tidak akan lebih baik sebelum bisa
memastikan bahwa seorang sahabat telah jauh lebih baik.
Bukankah kita telah sepakat bermain di ruang hati. Bukankah esensi
bahagia adalah berbagi.
Tunjukan dimana bahagiaku itu ketika aku tahu kau belum bahagia.
Masing-masing dari hati kita telah lama saling tahu seberapa gelisah
itu ada, haruskah aku mendusta perasaan itu sedang semua jelas terasa.

8.14.2014

Sudah

Sudah, cukup rasanya kau dan aku sadar terhadap apa yang kita telah lalui bersama. Sungguh pelajaran yang berharga, sungguh kau telah mengajarkan makna hidup.
Kecup kasihku untukmu.
Esok kita akan membiarkan waktu terus meremas hati disetiap kita membuka jendela.

Selalu salam Yut.

7.07.2014

Hampir Pagi

Bulan sembunyi dibalik awan, sedang malam hampir pagi dan dingin tak begitu menusuk tak seperti hari-hari sebelumnya. Beng masih terjaga kehilangan rasa kantuk. Tak ada yang bisa dilakukan kecuali berdiam diri menunggu api yang mulai hampir mati.
Ketika matanya mengarah pada Narang yang sedang lelap ada terbersit pertanyaan kemana arah hidup.  Sudah pasti Beng tak akan tahu jawabannya dan hanya menjadi diam yang tak terasa berubah menjadi kecamuk yang perlahan membangkitkan semua ingatannya tentang Ladu, ayah dari Narang. Seorang tokoh pengobatan tradisional yang namanya sudah menggaung namun Ladu sendiri masih merasa dirinya sangat jauh dari ekspektasi peracik ramuan. Ladu yang selalu merasa diri hanya dukun kampung dan tak lebih.
Seharusnya Narang ada dirumah ada diantara anak dan istri dan bukan disini. Beng merasa sekali jika Narang hanya terserat alur dari orang-orang yang mengagungkan intuisi untuk mengetahui sesuatu bukan berdasar investigasi. Orang-orang yang membawa kehidupan pada kondisi lampau.

"Tak tidur Beng?" suara Dimah sedikit membuat kejut Beng.
"Sudah aku coba" sahut Beng.
Dimah perlahan menata kesadaran mengetahui kondisi Beng yang masih terjaga. Seharusnya Beng sudah beristirahat dengan tidur. Dimah bangkit dari posisi rebah mencoba untuk duduk, namun sudah tidak terlalu berat untuk bangkit sehingga Dimah merasa nyaman ketika berdiri dan mendekati Beng untuk ikut duduk dekat dengan api.
"Apa yang mengusik?" tanya Dimah.
Beng tidak segera menjawab tapi hanya tersenyum sambil menambahkan kayu pada api. Beng merasa justru Dimah yang memiliki kerumitan. Pertanyaan Dimah terasa seperti sedang mengasuh dirinya, pun kalau dijawab sekalipun akan terasa  Beng yang tak tahu diri.
Beng menarik nafas sambil mengangkat wajah. tampa olehnya sedikit bintang ada di sela awan.
"Bulan-bulan seperti ini biasanya laut tenang. Aku sering menikmati malam bersama ABK diatas dek. Kami berbagi bercerita apa saja. Sering soal kehidupan. Dulu aku berfikir jika daratan bukan hibitat yang cocok untukku. Aku menyangka akan sulit hidup di darat.
Sekarang aku di darat dan sama sekali bukan seperti yang aku bayangkan. Bergabung dengan orang-orang  yang memilih jalan tidak seperti kebayakan orang jalani. Aku sama sepertimu yang tertarik prilaku orang-orang yang mengandalkan sihir"
"Bukankah kau memiliki kemampuan itu?"
"Sedikit sekali, bukan seperti yang mereka ceritakan, mereka membesar-besarkan.
Selalu mereka yang hanya mengetahui sedikit justru bisa membuat cerita lebih, seolah dia tahu segala hal, akan tetapi bagi yang sudah mendalami selalu akan tak berani cerita. Ketidak beraniannya menceritakan itu karena dia masuk pada esensi, maka dia akan makin mengetahui bahwa berjuta hal yang belum bisa dia ketahui, sehingga dia merasa apa yang dia telah dapat masih terlalu sedikit. Lalu bagaimana menceritakan jika hanya sedikit yang diketahui.
Sama seperti agama, mereka yang hanya sedikit mengetahui maka dia akan berbicara agama seolah dia saja yang benar.
Urip dulu pernah mengatakan padaku bahwa Islam bukan Arab. Dia mengatakan bahwa kefatalan ketika mayarakat Indonesia memaksakan semua tentang Arab sebagai kebenaran yang setara dengan agama Islam.
Urip selalu menolak yang berbau Arabian, dia merasa Arab telah meracuni bangsanya melalui dalih Islam.
Bagi Urip Islam benar sebagai agama dan rusak ketika ada pendangkalan. Menjadi dangkal ketika bangsanya berbusana gamis. Busana yang sama sekali tidak menunjukkan identitas bangsanya.
Bagi Urip kau tetap Islam ketika tidak makan kurma, kau tetap Islam ketika berbuka puasa dengan hanya makan tempe. Kau tetap Islam ketika berbusana batik.
Ah..., dia memaparkan kebebasan tapi hatinya sendiri masih terbelenggu perempuan, perempuan yang membuatnya setengah gila.
Dia pernah bertanya padaku untuk apa jalinan yang sedang dijalaninya itu" ujar Beng yang tampak mulai lelah.
"Setiap kehadiran memiliki arti, sama seperti matahari. bayangkan jika matahari tiba-tiba ngambek dan berhenti memberikan sinarnya. Bukankah hidup merupakan mata rantai yang tak boleh putus tautannya.
Matahari bagaian dari mata rantai, pun Urip juga kita" jawab Dimah.

Embun samakin terasa seperti gerimis yang lembut dan kini dingin benar-benar menyergap.
 

7.04.2014

Jengkel

Dimah hanya mendengar dan tak ingin menyahuti pembicaraan kedua laki-laki yang sekarang sibuk berdebat, sedang matanya menatap pisau belati perak yang ada terselip di pinggang Narang .
"Bukahkah pisau itu seharusnya ada di tangan Urip? Kemana Urip?" Dimah tak lagi bisa menahan rasa ingin tahunya.
Narang tak segera menjawab, Narang malah sibuk memulai menyalakan Api unggun.
"Api disini tak memberi fungsi hangat, untuk apa kau nyalakan" tanya Dimah yang jelas tak ingin diacuhkan.

Beng menepuk pundak Dimah berharap tersudahi komunikasi yang terasa janggal di telinganya.
"Urip gagal, dia pulang dan menyerahkan tanggung jawab pada Narang" ujar Beng menenangkan Dimah.
Beng tahu ada kekecewaan pada Dimah, tampak sekali Dimah berharap Urip yang hadir dan bukan Narang.
"Urip memiliki riwayat yang buruk dengan prioritas hidup, aku tidak heran jika kau menganggap Urip bisa diandalkan, memang sekilas kau melihat Urip sangat semangat tapi setahuku energinya tak pernah cukup untuk mencapai sesuatu, mungkin karena dia masih membagi hati" Lanjut Beng segera menyudahi kalimat.
"Kasta bawah. Terlalu sulit menghadapi kenyataan, semua apa yang Urip lakukan hanya ingin menghapus catatan yang telah terlalui di masa lalunya dan yang telah tertanam permanen, dia ingin merubah struktur pengorganisasian tubuhnya dengan kemungkinan yang berbeda dari yang seharusnya, menghapus semua yang ada di masa lalu dan kemudian memulai lagi pengolahan sistem kendali tubuh dari awal, ulang. Itu mustahil. Kecuali dia bisa kembali menjadi bayi.
Urip berusaha menyejajarkan kastanya dengan  kasta perempuan yang menjadi kekasihnya itu. Pungguk merindu bulan" ujar Narang.  


7.03.2014

Narang

"Kalah, menyerah, bahkan putus asa juga bentuk dari hasil, tak beda
seperti kemenangan. Bukankah waktu berarti sesuatu yang jika dibagi
dengan aktivitas sama dengan hasil. Tentu kalah, menang, untung atau
rugi berarti hasil. Hanya saja ada pelekatan, generalisasi atas hasil
dengan sifat negatif atau sifat positif. Sedang itu semua tetaplah
hasil.
Aku tidak bisa menolak apapun hasilnya karena aku sendiri yang membagi
waktu dan hasil itu sudah pasti ada, konsekuensi atas pembagian waktu
atau malah konsekuensi hidup.
Cobalah katakan hasil sebagai hasil, bukan negatif atau positip.
Mungkin kau akan sedikit lebih lapang. Kau terbebani kata negatif atau
positif yang melekat dalam memori secara permanen. Sedang positif pun
negatif kehidupan sangat relatif" ujar Narang.

6.27.2014

Salam

Terkadang aku bertanya, ada apa sebenarnya dengan prinsip dasar
kehidupan yang aku fahami.

Dulu aku mengenalmu bukan atas niat yang berbelit seperti sejauh ini,
pertemanan biasa seharusnya.
Tapi tak terasa aku banyak kagum padamu, lalu niat ingin berbagi
setidaknya sebagai solusi tegur sapa sekedar diskusi pendek. dan
sekarang terasa ada yang hilang ketika tidak tentangmu, tidak
menyapamu.
Yang menjadi masalah justru kini aku ragu, karena entah mengapa
disetiap penulisan yang aku selalu tujukan padamu itu sudah semakin
jelas bagiku kemana dan apa yang sebenarnya terjadi dengan hidup ini
dan kemudian aku ingin berbagi denganmu selalu berakhir dengan layar
hitam. Perangkat yang aku gunakan selalu mati. Kejadian berulang
setiap aku hendak finish up dari alur yang seharusnya menjadi
kesimpulan akhir, walau sudah aku gunakan perangkat yang berbeda
jenis.
Entah, yang tersisa sekarang hanya pertanyaan kemana kita mengarah, untuk apa?

Yut, kau sempurna di mataku. Barangkali semua lebihmulah yang mungkin
menjadi alasan Allah tak akan pernah ada memberi izin atas aku untuk
menyentuhmu.

Salam.

6.23.2014

Urip

"Kau bisa menjadi arsitek untuk mimpimu sendiri. Jika kau lebih
mencermati maka kau akan menyadari otakmu justru bisa bekerja penuh
ketika logikamu sedang istirahat, kau akan menemukan setiap detail
justru ketika kau tak memikirkannya, ketika kau memberi kesempatan
pada perasaanmu, maka akan ada detil yang terasa. Terkadang kau akan
merasa ada tata ruang dalam otakmu yang terhubung dengan semesta.
Ketika kau sedang tertidur hingga bermimpi maka kau akan tahu bahwa
ada susunan cerdas yang bukan sekedar logika, kau memiliki sadar tapi
kau tak bisa mengatur seperti kesadaranmu waktu terjaga. Ada sebagian
orang mengatakan mimpi bukan sebagai mimpi, mereka merasa sedang
terbangun ketika dalam mimpi dan bermimpi ketika sedang ada dalam
kesadaran logika.
Setidaknya dalam mimpi kau memiliki originalitas penggambaran yang tak
pernah kau niatkan untuk sama dengan yang lain dan itu tetap sadarmu
jua, bagian dari dirimu dan bukan yang lain. Seperti itu hidup
barangkali" ujar Urip pada Kojin.

Langit tampak biru tak terlihat awan. Gadis kecil tertawa riang
bermain bersama teman seusianya, berlari, sembunyi lalu berlari lagi,
jelas tak tampak ada dosa apalagi kerumitan hidup kaum dewasa.
Terlintas iri, ada rindu akan bebas, namun sadar tak mau berlalu,
memaksa Urip menguliti dirinya sendiri. Urip tahu resiko dari setiap
permainan dengan kekasihnya tapi Urip lebih pilih melupak resiko itu.
Urip tahu apa yang Urip lakukan akan mengendap kebawah sadar dan akan
menentukan hukum kehidupan yang tidak akan bisa diatur logika lagi.
Lalu semua tersadari sudah terlambat.

6.20.2014

Kojin

"Selalu disetiap dari apa kondisi seseorang akan tetap memiliki konflik.
Sebut saja lambai dan langkah ketika sedang berjalan, tangan kiri
sudah pasti tak pernah bersamaan arah lambainya dengan tangan kanan,
pun kaki kiri tak akan pernah melangkah bersamaan arah dengan kaki
kanan.
Perbedaan langkahlah yang justru membuat tubuh bergerak, berjalan
walau kanan dan kiri tak mau searah kecuali ada kondisi yang memaksa,
perbedaan arah kanan dan kiri bukan dijadikan konflik tapi keduanya
membangun keselarasan.
Tinggal bagaimana seseorang bersikap atas konflik itu, menjadikan
konflik sebagai beban yang melelahkan atau sebagai komponen penting
dari serunya permainan.

Konflik dasar berawal dari naluri manusia untuk bertumbuh kembang,
sifat yang menjadikan hasrat atas pencapaian terhadap sesuatu, sedang
disisi yang lain naluri mempertahankan kelangsungan hidup, sifat yang
mendorong hasrat untuk memiliki rasa aman yang melahirkan sikap suka
bertahan pada posisi aman yang sedang dimiliki dan enggan melangkah
pada sesuatu hal yang dianggap baru dan belum diketahui bagaimana
penjaminan atas keamanannya.
Sisi lain membawa maju, sisi lainnya lagi bertahan, tentu ada konflik,
jelas semua ras manusia pasti memiliki konfliknya sendiri-sendiri
alias masalahnya sendiri-sendiri.
Konflik yang wajar tapi terasa memberati. Seharusnya kita sadar tak
perlu seseorang mencari upaya keselamatan, walau tak diupayakan
bukankah sifat penyelamatan itu sudah ada dengan sendirinya.
Tak mungkin rasanya kalau sudah tahu ada sesuatu yang mengancam
dirinya manusia tak menghindar. Tak usah diajari jika ada pohon besar
yang hendak tumbang sedang manusia itu mengetahui arah tumbangnya
menuju kearah dirinya maka manusia itu sudah pasti akan menghindar.
Tak perlu diajari.
Pun ketika lapar, tak perlu diajari maka dia akan mencari sesuatu yang
bisa dimakan, tak perlu diajari.

Yang perlu diungkit mengapa harus ada perasaan malu, malas, takut,
gengsi atau apa saja yang menjadi penghambat atas tindakan seseorang
yang seharusnya dilakukan ketika sedang berhadapan dengan sesuatu.
Penghambat olah dari pikir, hati, naluri, ego.
Seharusnya ada teori yang lebih stabil berlaku secara universal.
Itu masalah yang dulu pernah kau angkat akan tetapi kau sendiri tak
pernah secara sungguh menyelesaikan hingga bisa dijadikan pegangan"
ujar Kojin setengah mencela.

6.19.2014

Tak Sadar

Hal yang Urip ingin tahu atau ingin dapatkan namun belum pernah
sepenuhnya Urip selesaikan atau belum Urip ketahui ujungnya itulah
yang memaksa mengendalikan tubuh Urip. Tapi jika hal tersebut telah
pernah terselesaikan maka akan tidak memberi arti pada Urip.
Rasa ingin mengetikkan setiap kalimat kepadan kekasihnya sebab hal itu
tadi. Terasa ada yang memaksa untuk selalu tentangnya, yang memaksa
sadarnya Urip justru yang tak sadarnya Urip. Sadar Urip yang ada
sekarang ini hanya dalih, berusaha sadar namun tetap dia tidak bisa
kembali waras.

6.18.2014

Hatiku Masih.

"Aku percaya kepada injil, tapi seni lebih menguasai darah sumsumku.
Terkadang aku merasa apa yang aku lakukan telah jauh lepas dari
ajaran.
Aku menciptakan karya bukan untuk melayani Tuhan tapi melayani iblis
yang menyelipkan nafsu yang tersembunyi diantara nafas
saudara-saudaraku yang seiman.
Patung Kristus juru selamat ini dibuat secara masal, lebih pada bisnis
yang mengatasnamakan agama.
Ya, lebih percaya uang untuk menjamin kehidupan dan bukan Tuhan yang
menjamin kehidupan" ujar Kojin.

"Kepercayaan bukan wilayah pikiran. Tapi jelas aku tidak akan berani
masuk pada ranah agama.

Aku memiliki sedikit gambaran. Sebut saja pikir sebagai wilayah sadar
yang sangat control dan hati, naluri, pun ego berada di luar
controlnya pikir, ketiganya memiliki controlnya sendiri namun kita
sebut saja bawah dari sadar, sedang antara sadar dan bawah sadar ada
penghubung diantara keduanya yang disebut sebagai perasa.
Rasa bukan perasa dan perasa bukan perasaan. Rasa merupakan salah satu
ciri atau pengidentitasan atas sesuatu sedang perasa merupakan
komponen yang memiliki fungsi sensor pun perasaan lebih pada hasil
klarifikasi atas analisa atas sesuatu.
Yang menjadi masalah justru perasaan. Bukan rasa atau perasa.
Ribet ketika ada informasi yang masuk pada pendengaran secara
terus-menerus atau indra penglihat tanpa ada melalui analisa pikir,
tanpa ada kronologis yang tertata tahap demi tahap penguraian tidak
terlalui, sudah dibolehkan dicatat dalam memori. Ini yang sering
menghasilkan perasaan. Dan yang paling berbahaya ketika perasaan itu
diyakini, karena keyakinan merupakan keputusan final yang berarti
mengabaikan variabel lain. Entah atas alasan belum terpikir, pemali
untuk dipikir atau justru diabai, karena abai berarti ditolak tidak
dan diterima juga tidak, tapi kalau abai pada sesuatu yang bersifat
sama dan terjadi secara terus-menerus maka akan berakhir pada
tersimpan secara otomatis dalam memori.
Repotnya manusia cenderung mengejar hal yang aman, menghindari resiko.
Tentu akan berdampak pada prilaku, prilaku menjalankan aktivitas
berdasar pada sesuatu yang bersifat sama dengan aktifitas sebelumnya,
dengan kata lain beraktifitas atas dasar apa yang telah ada pada
memori.
Manusia sangatlah sedikit yang sedia menggunakan pikirannya, kecuali
ketika sedang menghadapi masalah, soal. Sisanya berlaku atas dasar
itu-itu saja, kebiasaan.
Itu sudah sifat bawaan, ingin aman. Masalahnya banyak hal yang manusia
lakukan terus menerus tanpa tahu benar atau salahnya dan menghidari
berpikir untuk tindakannya, selama tindakan yang dilakukan itu tak
terasa memberi dampak negatif baginya.

Kecenderungan mencari aman berarti mengandalkan memori dan memori
hanya catatan, bukan proses yang memiliki sadar. Memori celakanya
mampu dominan mempengaruhi hati, naluri, ego bahkan pikir dan
melahirkan perasaan yang seolah benar hingga menjadi keyakinan. Pikir
berada di atas sadar, perasa ada diantara atas dan bawah. Jika hati,
naluri, ego sebagai bawah sadar maka memori sebagai sumber data yang
tak memiliki sadar, alias tak sadar.
Sempurna. Manusia dikuasai yang bukan pikir berarti bawah sadar atau
mungkin tak sadar.
Pikir tidak mengendalikan bawah sadar pun tak sadar, namun celaka
ketika tak sadar justru menguasai pikir, hati, naluri pun ego.
Sekarang bagaimana dengan agamamu, keyakinanmu? Sudahkah kau berpikir?
Atau kau mengamini apa yang orang lain katakan demi aman?
Kau sendiri yang bisa menjawab.

Benarkah dia kekasihku? Atau aku benar-benar telah dikendalikan oleh
nama atau wajah yang ada dalam memori?
Barang kali benar ucap kekasihku, dia tak pernah mencintai aku namun
dia suka aku seperti halnya ketika dia suka ice cream.
Sedang aku hanya tahu bahwa hatiku masih untuknya dan aku tak akan
mampu memikirkan itu karena kaupun juga tahu jika otakku tak lebih
besar dari otak simpanse" Urip menghentikan kalimat lalu menyalakan
rokok yang mulai tadi ada di tangannya dan belum sempat untuk
dinyalakan.

6.17.2014

Omelan Kojin

"Kau memerlukan daya juang, keberanian dan akal yang panjang untuk
bisa bertahan. Kau akan mengerti tentang sesuatu yang tidak orang lain
pernah ajarkan, bahkan tanpa kau perlu berpikir. Sedikit impresif
mungkin itu yang lebih tepat" ujar Kojin.
Sedang Urip hanya mendengar dan tak ingin menyahuti pun asap rokok
makin pekat dalam ruang bengkel seni Kojin.
"Beng pernah mengatakan bahwa dia hanya beriman kepada nalurinya
semata. Apapun yang orang lain katakan hanya cerita untuk diiyakan tak
lebih. Dia tak pernah yakin akan sesuatu bahkan kepada agama.
Tapi sering aku melihatnya melakukan ritual pendekatan terhadap
sesuatu dengan mengandalkan prosesi yang aneh, sejenis takhayul.
Beng aneh" ujar Kojin lagi.
Kini suasana menjadi sunyi, keduanya kehilangan lanjutan kalimat.

Angin dingin masuk melalui jendela memberi kabar bahwa hujan telah
turun di jauh dari tempat mereka.
"Kau menginginkan apa?" tanya Kojin.
"Aku tidak tahu" jawab Urip.
"Terkadang apa yang kau inginkan bukan apa yang kau perlukan.
Kau hanya ingin pulang? Dan sekarang kau tahu bukankah disini tidak
ada dari apa yang kau perlukan.
Aku tahu jika disana kondisi sangat tidak menentu, bahkan menekan
mental, jauh dari rasa aman. Aku sadar jika sangat sulit ada diantara
penyihir.
Kau menginginkan kondisi aman?
Bukankah kau sadar jika kondisi aman tak lebih dari kurungan yang akan
menjadikanmu kerdil, kau akan seperti tanaman didalam pot yang menjadi
bonsai ketika ada diantara rasa aman itu.
Bukankah di sana merupakan tempat yang luas? Bukankah segala sulit itu
yang menjadikanmu besar? Lalu untuk apa kau memahami jika kau masih
lemah?" cercaan Kojin mejadi. Kojin sangat jelas melihat sisi lemah
Urip yang sedang dominan.
"Disini hanya ada kalimat yang seolah benar, kebenaran yang
sebenarnya hanya akan membiaskan tujuan. Bukankah itu kalimat darimu?
Kau sering mengatakan jangan terlalu pikirkan sesuatu namun lakukan
terhadap sesuatu dan sesuatu itu akan mengajarkan sesuatu. Kecerdasan
bukan sekedar logika tapi melibatkan hati dan perasaan, bukankah itu
semua kalimat darimu?"Kojin makin kesurupan.
"Tidakkah kau malu dengan kekasihmu? Aku rasa dia lebih tangguh, dia
lebih cerdas menghadapi situasi"

6.07.2014

Kojin

"Hati-hati bersikap, utama sekali pada yang berkemungkinan bakal
melibatkan emosi, pikirkan kembali sebelum keputusan untuk memasukan
pribadi lain dalam kehidupanmu kecuali kau berpikir itu peluang
terbaik untuk mengenal dirimu sendiri" ujar Kojin dengan serius. Kojin
tahu dengan jelas apa yang ada dalam pikiran Urip dari cara Urip
menatap.
"Gelisah yang kau miliki bukan seperti naluri mempertahankan
kelangsungan hidup. Kau masih mencabang" sambung Kojin.
"Kau cerewet mirip guru Wahab ya" jawab Urip yang merasa dihakimi,
walau setengahnya Urip membenarkan apa yang diucap Kojin.
Urip memang masih sulit meniadakan perempuan yang telah mengambil
porsi besar dalam kesadarannya itu.

6.01.2014

Mirna

"Semua yang telah kau lalui tak sedikitpun yang tak tercatat oleh
malaikat rokib pun atit, terekam dengan baik di sekujur sumsum ingatan
membentuk gabungan doa juga pengganjaran yang setara dengan apa yang
telah pernah kau lihat dengar kata pun apa yang kau lakukan.
Menjelaskan bagaimana nasib suatu kaum bisa terbentuk. Mulai sebelum
adanya kamu hingga dinasti setelahmu. Mulai sebelum pembuahan sel
telur sampai sel telurmu sendiri telah disertakan sebagian catatan
nasib.
Jelas uncontrol tidak bukan melainkan berasal dari perjalannanmu
sendiri yang membentuk. Caramu berprilaku berawal dari sadarmu yang
mengendap hingga menjadi ketidak sadaranmu" Mirna menghentikan
membaca. Mengambil oksigen dengan tarikan nafas panjang lalu melepas,
mungkin dia perlu banyak oksigen agar bisa lebih lapang.
Sudah dua hari Mirna berusaha memahami tulisan Angga, menerka kemana
arah pola pikir primitif Angga akan bermuara.

5.28.2014

Seni Hidup?

Ketika ada seorang teman yang baru kita kenal lalu mengundang kita
pada acara peluncuran bukunya maka apa reaksi kita?
Sebut saja kita sedia menghadiri acara itu. Namun yang menjadi soal
bukan kesedian kita untuk hadir tapi mengapa selalu jadi ribet, mulai
dari pemilihan busana yang selalu ada saja rasa yang kurang pas,
sampai pada membayangkan apa yang akan kita lakukan disana nanti.
Pun ketika kita telah sampai disana dan bertemu dengan teman yang
mengundang itu maka kita berusaha manis, bahkan kalau bisa sebaik
mungkin bersikap. Jangan bikin malu.
Kita bukan lagi sebagai kita yang sebenarnya. Semua pengalaman pada
setiap acara di masa lalu sangat memberi pengaruh seolah pengajaran,
mendorong terjadinya prilaku pada saat itu berada di luar dari
kebiasaan. Mengapa? Bisakah kita menghentikan dorongan itu? Adakah
permintaan dari teman kita itu untuk kita bersikap di luar dari
kebiasaan seperti itu?
Coba diandai, apa benar kita berani datang pada acara peluncuran buku
itu dengan kondisi apa adanya seperti kehidupan sehari-hari, barang
kali aku tidak berani.
Itu bukti betapa masa lalu mampu menjadi pemaksa kesadaran. Bawah
sadar yang mengambil alih prilaku.
Sama seperti seorang yang ketika masa kecilnya sering mendapat
tekanan, terintimidasi maka kecenderungan prilaku penakut, pemalu akan
mendominasi, atau justru sebaliknya jika dia mampu menahan tekanan
itu, dengan akan bersikap kasar, tak menahu di aturan. Orang yang di
masa kecilnya tidak beruntung tersebut ketika telah dewasa tak tahu
mengapa dia harus menjadi pemalu, mengapa harus takut, mengapa harus
congkak, mengapa harus bersikap tidak seperti kebanyakan orang yang
ada disekitar kehidupannya. Sedang kesadarannya sangat tahu jika sikap
itu tak pernah dikehendaki.
Beban sosial yang terus-menerus selama perjalanan hidup perlahan
menekan semua kejadian pada masa lalu seseorang kebawah sadar. Setiap
pengalaman pada masa lalu yang tidak bisa dihapus hanya akan
terlupakan, tidak hilang namun semakin tersimpan kebawah, mengendap
dibawah sadar.
Dan sekarang menjadi pendikte prilaku, memblokir setiap hasil yang
didapat dari logika cerdas. Menjadi uncontrol.

Entah, pada masa lalu Angga, Urip, Nungkai memiliki pengalaman apa. Pun kau.
Mengapa harus sulit untuk bisa cerdas melihat kenyataan dari hubungan
dengan kekasih? Mengapa seolah tak pernah mampu lebih jujur? Mengapa
memilih rumit?
Yang jelas setiap kau masih tak bisa wajar berbahasa, maka akan
semakin tampak bahwa kau memiliki ketakutan yang tak beralasan. Ada
dari sebagian masa lalumu yang mengambil alih kondisi yang sebenarnya
tak sedikitpun ada kaitannya dengan yang sedang kau hadapi.
Semua makin mengendap menentukan pola yang sebagian orang katakan
sebagi seni dari hidup. Sedang bagiku tidak, aku merasa dari hidupku
ada yang tidak beres.

5.27.2014

Nirmala

"Sangat banyak orang tidak menyadari betapa masa lalu sangat
mempengaruhi kesadaran, menjadi endapan bawah sadar yang mampu membuat
pola prilaku dalam bertindak. Dan yang membingungkan ketika bawah
sadar itu mampu memblokir tindakan rasional yang seharusnya bisa
diambil.
Sering sekali terjadi pemblokiran ketika naluri seseorang telah
menuntun pada yang seharusnya, ketika seseorang itu telah berhadapan
dengan yang seharusnya malah secara tidak sadar terjadi pemblokiran
terhadap akal sehat, hal yang sebenarnya seseorang itu sama sekali
tidak kehendaki.
Seseorang sering mengeluh terhadap tindakannya sendiri, tindakan yang
telah pernah dilakukan, seolah dia tak berdaya menghadapi prilakunya
sendiri, seolah ada warning dini yang sebenarnya sama sekali tidak
perlu karena warning itu lebih bersifat menghalangi pada pengambilan
kesempatan yang seharusnya bisa diambil.
Entah mengapa selalu auto protect, antisipatif berlebih pada setiap
hal. Hal apapun itu. Tidak pernah membiarkan sesuatu singgah dalam
hidupnya tanpa dibebani kerumitan, tidak pernah bisa membiarkan
sesuatu menerpa seperti hembusan angin tanpa cover berlapis" ujar
Mirna.
Nirmala menghentikan membaca dan mengalihkan pandang pada sahabatnya
yang mulai tadi tak henti bicara.

Nirmala tahu kemana arah pembicaraan Mirna dan tatapan mata sudah
cukup untuk membuat Mirna bisa diam, tidak melanjutkan kalimatnya.
"Aku melakukan dengan sadar, bukan dibawah sadar" ucap Nirmala dengan
nada sedikit meninggi.

5.08.2014

Bukan Drama

"Dan kita hanya memiliki ruang di hati untuk berbagi, pula logika yang
menolak dengan berbagai alasan atas azas kepatutan dari yang kita
telah pahami.
Terkadang aku sangat ingin melihat kau menagis bahagia dengan yang lain.
Sedang aku rasanya akan sulit menghapusmu dan mungkin akan membawa
semua tentangmu sampai masa tidur panjang yang gelap itu tiba.
Kasih, aku merindu pada apa yang aku tak pernah tahu dan itu semua tentangmu"
Urip membiarkan angin yang kencang menerbangkan semua kertas sket yang
tadi dibawanya. Membiarkan apa saja berlaku tanpa perlu hirau.
Setidaknya itu bisa mewakili semua gelisah tetang kekasihnya, drama
yang makin tergilas oleh waktu.

5.07.2014

Untukmu

Pernahkah kau membaca kalimat yang mengambarkan besarnya cinta kasih
seseorang. Seolah kalimat yang tersusun hampir mencapai batas
pengertian hingga kau berpikir bagaimana mungkin kalimat itu bisa
tersusun.
Mereka menulis dengan menggali seluruh yang ada di hati dan perasaan
terhadap kekasihnya itu, memaksa pikiran mengkombinasikan setiap
kalimat seharmonis mungkin agar kekasih menerima.

Kekasih adalah orang yang telah mengisi ruang di hati hingga perasaan
terasa berbeda. Untuk apa?
Tak untuk apapun kecuali lega ketika bisa memastikan kekasih masih ada
sedia dan juga masih ada memiliki rasa.

5.03.2014

Rumah?

Rumah lebih memiliki arti tempat melepas dari semua tekanan bagi yang
berada di luar rumah. Namun bagi yang berada didalam rumah, sedang
didalam rumah itu sendiri penuh dengan tekanan maka rumah bukanlah
pilihan.
Aku memilih hutan sebagai rumah karena hutan tidak menuntut aku dalam
bersikap, hutan mengijinkan aku bebas seperti apa yang aku mau.
Secara umum rumah merupakan wadah berlindung dari kondisi ekstrim alam
tapi bagiku rumah lebih pada wilayah privasi, tempat seseorang bebas
berekspresi tanpa kritik sosial.
Rumah terbesar bagiku adalah pola pikir yang mampu membiarkan atau
membebaskan orang lain menilai atas diri kita sendiri, rumah terbesar
bagiku lebih pada sikap percayanya seseorang akan kehidupan yang tidak
sesederhana kalkulasi sehingga penilaian orang lain terhadap diri kita
hanya terdengar sebagai bicaranya orang yang tidak mengerti arti
kehidupan, sebagai ucapan dangkal yang tidak memerlukan penjawaban.
Lebih percayanya seseorang pada apa yang orang lain tekankan itu hanya
sekedar muntahan gagal dari orang lain itu sendiri.
Jelas sekali peran hati dan pikiranlah yang menentukan seperti apa itu
rumah, maka ketidak tenangan hati dan terlalu lelahnya pikir yang
menuntut rumah, demi bisa berlindung dari apa yang sedang seseorang
itu hadapi.
Jiwa kekasih Urip memang sangat memerlukan sandaran. Namun ketika hati
perempuan itu bersandar pada Urip logikanya menolak.
Dia tidak memahami lagi apa arti hubungannya dengan Urip karena naluri
dari tubuhnya menuntut lebih dari sekedar komunikasi.
Tentu wajar karena naluri dari lembut kulitnya tak akan mau memahami
kalimat kecuali sentuhan yang bisa dipahami.

5.01.2014

Pulang

"Bukan seperti yang perempuan itu ucapkan, kecerdasannya telah menjadi
penjara baginya.
Setiap aku melihat jauh kedalam matanya maka hanya gelisah dari hati
dan perasaannya yang dominan menuntut.
Setahuku Uriplah yang makin memperburuk keseimbangan, Urip memancing
naluri dari setiap lekuk tubuh mulusnya untuk bangkit dan memberontak.

Dia tak bisa membahasakan sesuatu yang sebenarnya dia mengetahui apa
yang dia mau itu. Dia malu mengatakan yang sejujurnya.
Apa jika dia ingin pulang kerumah sudah pasti pulang kerumah itu yang
dia perlukan. Bukan, dia sebenarnya perlu beristirahat, bukan
rumahnya. Dia ingin meletakkan segala pencarian yang telah melelahkan
bukan pulangnya. Dia tidak memerlukan tempat yang dia sebut rumah
kecuali memerlukan damai, bukankah damai berarti di hati bukan di
rumah" ujar guru.

4.30.2014

Kusut

"Apa kelebihan Urip sehingga kau begitu meanak emaskannya?" tanya datu.
"Kesediaannya menjadi bodoh dan aku suka orang bodoh.
Karena dia bodoh maka dia tak lagi memandang lawan bicara, dia berani
mendebat walau itu berarti aku yang didebat. Dia suka bicara semaunya,
bahkan dia ucap apa yang dia tidak tahu" jawab guru.
"Membicarakan yang dia tidak tahu?" datu terheran.
"Bukan membicarakan tapi bicara, ucap bukan mengucap. Lebih spesifik,
karena awalan me adalah kesengajaan.
Nasib tak diketahui maka jika kau ingin tahu nasib jawabnya ada pada
sesuatu yang tidak kau ketahui. Maka ketika Urip bicara sesuatu yang
tidak Urip itu sendiri ketahui disitu pula aku membaca alur nasib dari
siapa yang terbicara.
Ucap sekedar ucap berarti tak memiliki tendensi, tanpa pamprih itu
bodoh. Jika kau pintar maka kau mengucap dan itu memiliki motif atas
pengucapan, jauh dari keikhlasan. Kau memiliki kalkulasi yang kau
ketahui.
Diketahui bukanlah nasib, nasib tak tahu" jawab guru lagi dengan tawa
setengah merendahkan.
"Kau sakit ya..?"
Keduanya tertawa walau setengah dari perasaan masing-masing menyimpan
dongkol sesaat. Dongkol yang segera terbuang.

Mereka menjadikan Urip pertunjukan yang bisa dibuat banyak asumsi,
sedang Urip sendiri kusut menanggung kebodohan atas tindakannya.
Arti kekasih bagi Urip adalah dia yang memiliki berjuta jawaban atas
apa yang dia rasakan atas makna kehidupan pula adanya kekasih telah
menjadi hukuman yang sangat menyakitkan.
Tak pernah henti bayangan sang kekasih memaksa setengah dari ruhnya
mengeluar, memaksa hati dan pikiran menggenggam kesadaran tentang dia.
Bodoh benar-benar bodoh, hanya menjadi tontonan yang bisa ditertawakan
kedua kaum tua itu, tentu tak luput pula cibir dari yang disebut Urip
sebagai kekasihnya itu.

"Sesuatu yang ada tidak akan lenyap kecuali berubah bentuk, teori
materi kekal. Ucap bukanlah materi, tapi aksi atau kreasi, setiap aksi
selalu ada reaksi sedang kreasi akan menjadi. Bukankah perubahan
berdasar pada reaksi, bukankah dikatakan kreasi ketika menjadikan
sesuatu. Lalu adakah ucapku tak akan lenyap begitu saja tanpa bisa
menjadi reaksi atau kreasi, akankah ucap itu menjadikan perubahan
sehingga menjadikan bentuk.
Kasih, ucapku akan menjadi apa aku tak tahu" tanya Urip pada diri
sendiri, tanpa pernah keluar dari mulutnya yang sibuk menghisap rokok.

4.28.2014

Waras

"Bukankah dia selalu kehilangan arti setiap didepan layar. Buruk,
lebih jahat dari sianida dan yang pasti sulit hilang.
Aku hampir bisa merasakan jika dia ingin menangis, tapi itu tak
mungkin dilakukan, akan aneh yang pasti ketika dia sampai menangis
untuk laki-laki yang bernama Urip kecuali dia sudah gila. Sudah pasti
pula menjadi semakin terasa menyakitkan ketika hubungannya dengan Urip
terdengar oleh yang lain. Perempuan itu masih waras kan?" setengah
tertawa bodoh datu Yana.
Gigi ompong kedua laki-laki tua menggambar setengah dari kejahilannya
masih ada tersisa.
Sejuk angin menerpa tubuh keduanya, sedang daun-daun bambu menari
memberi perasaan teduh kepada jiwa yang lelah.

"Dia memiliki rindu yang tak pernah dia bisa ungkap, hanya dia yang
tuhu seberapa makna Urip dalam hidupnya. Ketidakbermaknaanya Urip
justru memberi arti terhadap sesuatu yang dia hampir tak bisa urai.
Kekonyolan Urip menyadarkan keterlambatan dan kesunyiannya yang telah
makin mencengkeram ulu hatinya sendiri.
Bukankah kenyataan memaksa dia untuk memahami arti laki-laki bodoh
bagi hidupnya.
Dia memiliki rindu kepada seseorang yang hanya dia sendiri tahu dan
itu bukan Urip yang pasti. Urip hanya teman yang kebetulan duduk
bersebelahan dalam satu bus dengannya, menuju masing-masing tujuan.
Lalu apa itu berarti mereka bisa saling sepakat. Tidak ah.., yang
benar saja" sambung guru Wahab.

"Kamu ingat ujar orang Jawa, Trisno jalaran soko kulino, cinta karena
terbiasa man...." tawa datu pecah.

4.26.2014

Dia mampu

"Jangan khawatir, kekasihmu sudah terbiasa dengan konflik, setiap
konflik yang pernah dilalui telah menjadikannya cerdas, cerdas yang
bukan sekedar logika.
Bukankah manusia telah didesain untuk mampu beradaptasi, tentu
kekasihmu juga memiliki kemampuan antisipasi dari segala tekanan, dan
itu pasti sudah sangat memadai.
Dia bukan sekedar cantik, dia mewarisi darah ulet ibunya dan keteguhan
ayahnya" ujar Beng.

4.24.2014

Aku Tak Dewasa

"Terkadang aku sangat rindu kekasihku seperti yang dulu. Dia yang dulu
banyak bercerita, dia yang berani, tak segan berucap sesuatu. Kagumku
waktu itu tak terkira, ketika dia memamerkan tariannya yang sangat
ekspresif" ujarku.
"Apa dia sudah tidak menarik lagi" sambung Beng.
"Aku kehilangan dia"
"Bukan, kau bukan kehilangannya, kau telah mendapatkan hati dan
perasaanya. Bukankah itu maumu waktu itu? Kau saja yang tidak
memperhitungkan kemungkinan akan terjadinya konflik pada diri
perempuan itu, konflik dari cinta yang akan lebih menguasai dirinya.
Konflik yang akan menguasai hati dan perasaanya, konflik yang akan
mengambil alih sisi kreatif dari naluri perempuan yang menawannya itu.
Kau sendiri yang telah melakukan itu, kau yang menyita dengan semua
oceh kosongmu, kau yang menjerat hatinya hingga dia merasa sakit luar
biasa. Bagaimana mungkin orang bisa menari sementara dia merasa sakit,
sudah otomatis jika seorang penari sedang sakit maka dia akan lebih
sibuk mengurus sakitnya dan melupakan tarinya" Beng menyalahkan aku.
Aku terdiam, malah sibuk mengingat awal jumpa dengannya.
"Maafkan aku" gumamku.
"Untuk apa, maaf tak merubah apa yang telah terlanjur ada terjadi.
Bukankah sekarang dia hampir tak tahu lagi kemana arah? Tapi dia tak
pernah menyalahkanmu, bahkan dia berusaha sendiri mengatasi konflik
jiwanya, tak sekalipun berani mengeluh padamu.
Rip, dia perempuan yang kuat, dia mampu menyembunyikan semua tangis dan perih.
Sayang sekali kau tak pernah henti melukai." Beng benar-benar menyalahkan aku.

"Angin sampaikan salam dan mohon ampunku padanya. Aku bodoh dan tak
pernah bisa dewasa" kalimat itu tak keluar dari mulutku.
Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Semua tak cukup sekedar
dengan cinta, dunia ini nyata.

Angin berhubus menanyakan seberapa sungguhku menitipkan salam dan
ampunku itu, namun aku tak bisa menjawab, diam menggumpal raguku
hingga angin itu telah benar berlalu.
Tertinggal bunyi serangga malam yang sependapat dengan Beng, ikut
menghakimi aku.
Aku nyalakan rokok dan meletakan ponsel di sebelah duduku memandang
gelap langit tanpa bintang.

"Kasih"

Aku Abai

Barangkali alasan telah ada rasa padamu sehingga serapah terasa
sentuhan lembut bagiku, pun sakit keluhmu terasa menusuk jantungku.

Ya, bodohnya aku yang percaya logikanya hati namun abai logika cerdas.

Kau Lelah

Terkadang aku membaca tulisan seseorang bukanlah memperhatikan apa
yang ditulis itu tapi psikologis dari si penulis itu.
Tekanan, kejenuhan, bimbang, pamer, bangga, bagia, ragu bertindak,
tegur sapa kepada yang lain atau apa saja latar belakang penulis
terkadang sangat jelas bagiku.

Pun ketika membaca tulisan dari seorang kekasih yang bercerita tentang
rananya maka aku bukan tak tahu rana itu itu. Namun rana itu bagiku
bisa berubah menjadi wakil dari kalimat meminta aku untuk lebih
serius padanya. Dengan alasan rana itu nyata ditujukan padaku.
Seseorang tidaklah mudah jujur mengungkap apa yang ada di hati dan
pikirannya kecuali kepada orang yang memang benar bisa dipercaya
sebagai sandaran atas letih.
Pula aku heran karena aku tahu jika disisi setengah dari perasaannya
mengatakan jika aku sama sekali bukanlah pilihan yang tepat baginya.
Terkadang hal seperti inilah yang membuat aku tidak memahami
perempuan. Satu sisi meminta namun bibir berkata tidak. Dan ketika aku
bersungguh maka makin keras sekali dia mengatakan tidak pun ketika aku
melemah maka dia bisa gelisah.
Ya, hati dan pikiran tak akan pernah sama. Hati tahunya senang tanpa
perlu perhitungan sedang pikiran sangat memperhitungkan dari segala
hal pemenuh kesenangan.

Ya, kaki kiri dan kaki kanan melangkah bergantian ketika kau berjalan,
barangkali itu hati dan pikiranmu yang sedang menuju tempat seperti
yang kau mau.

Kau lelah berjalan, aku mengerti itu dan aku hanya orang yang
kebetulan sesui untuk membuang serapahmu.

4.21.2014

Ah

"Dia sebenarnya perempuan yang memiliki banyak alasan untuk bisa pergi
meninggalkan Urip, dan itu berbanding terbalik dengan Urip. Entah apa
yang menjadi alasan sehingga dia tidak melakukannya" ujar guru Wahab
tanpa ekspresi.
"Terasa hanya hal buruk, terkadang manusia justru belajar di keadaan
buruk itu, hidup akan mengajarkan banyak hal.
Tapi apa itu sepadan dengan apa didapat oleh perempuan itu. Perempuan
itu bisa berlalu seharusnya.
Mantra pemikat apa yang ditiupkan Urip?" sambung datu Yana.

4.20.2014

Salam

Bahkan aku tak pernah yakin pada diriku sendiri. Aku hanya merasa
selalu ingin bercerita panjang lebar padamu. Tentang apa saja.
Sadar diri tentu, jika aku membosankan.

4.17.2014

Aku Bodoh

Guru Wahab pun datu Yana bingung mendengar, jelas ada pemaksaan
kalimat dari penjawaban. Datu pun guru mengerenyitkan dahi berusaha
menerka apa yang ada dalam pikiranku, keduanya merasa jika hanya
tubuhku yang ada diantara mereka sedang hatiku tidak. Mereka mulai
sadar jika kesadaranku telah berada jauh dari tubuhku.
Tak beda aku juga sadar atas tatapan mereka berdua, tampak sekali ada
keterkejutan atas jawabanku tadi.
Benar memang, yang ada di kepalaku hanya dia, kekasihku. Aku hanya
bisa mengingat senyum kekasihku, tak lagi mengetahui apa yang mereka
berdua debatkan.

Barangkali seperti sangkamu jika aku terlalu bodoh, karena ketika
sedang berada diantara dua tokoh tua, aku justru sibuk memandang wajah
kekasihku yang aku download dan simpan dari situs miliknya.

4.13.2014

Cinta

"Apa yang kita ucapkan hanya menjadi pelindung, masing-masing dari
yang disebut sungguh tetap tersembunyi, kita masih rahasia atau justru
kita tak pernah mengetahui seperti apa kita sebenarnya.
Aku urat darah daging tulang sumsum, yang memiliki kemauan, bukan
keinginan yang ada dalam pikiran.
Bukankah guru pernah mengajarkan itu padaku.
Bukankah diskusi ini hanya refleksi keakuan. Benturan ego.

Aku juga kekasihku hanyalah gambaran kepahitan zaman. Tidak ada
kaitannya dengan yang kalian debatkan.
Tingginya edukasi seolah kemajuan yang menawarkan kemapanan, pun
ketika tak terdidik nyata bakal tergilas kemajuan peradaban, tapi kami
pada kenyataan hanya ingkar dari kodrat yang hanya berujung siksa.
Kami melupa usia demi mimpi yang jelas tidak akan pernah pasti, seolah
sengaja melupa jika sepasang kekasih seharusnya berakhir bahagia.
Aku pun dia sadar jika ini hanya petaka, kami hanya saling cinta,
tak pernah mau sadar jika cinta adalah wujud sunyinya hati yang Tuhan
bekalkan agar manusia sedia berpasangan-pasangan, demi lahirnya
regenerasi, kelangsungan hidup species manusia.
Jika sunyi hati tak pernah ada mungkin manusia hanya sibuk dengan
pikirannya, pikiran waras yang menolak cinta, mungkin pria pun wanita
akan sibuk sepanjang masa dan tak akan tertarik untuk berbagi ruang
diantara keduanya.
Itu kenyataan ku dengannya, itulah aku pun dia adanya yang nyata.
Jangan pernah dibuat asumsi, hati sunyi tak memerlukan asumsi"

4.11.2014

Ego keduanya

Guru Wahab tersenyum tipis
"Satu hal lagi yang aku ingin sedikit bertanya, mengapa kau selalu
condong ke kiri, mengapa kau suka membalik aturan yang sedang berlaku
dalam tatanan masyarakat" tanya datu Yana.
"Kiri atau kanan tergantung dari posisi hadap subyek kepada objek atau
obyek itu sendiri yang menentukan hadap, aku ambil contoh jika huru b
kau tulis pada media transparan maka b itu bisa berubah menjadi d jika
kau melihat huruf b itu dari sisi sebaliknya, atau b tersebut akan
bisa menjadi d ketika media tulis transparan tersebut berputar 180
derajat, b pun d sama-sama huruf yang memiliki fungsi dalam rangkaian
huruf dalam kata. Keduanya benar.
Seperti katamu aku memang suka berada di posisi sebaliknya dari
aturan. Kiri atau kanan merupakan pendapat subyek namun obyek tetap
setia dengan keberadaannya, tak bisa didustakan, bukankah jelas jika
benar atau salah hanya asumsi subyek.
Lalu apakah kau ingin menyalahkan aku ketika berasumsi sesuatu yang
jamak berlaku tak lebih dari pembodohan, membunuh kreatifitas,
menjadikanmu tak pernah berani melakukan eksplorasi dari kekayaan
potensi yang kau sendiri telah miliki, kau tak akan pernah bisa
berkreasi karena kau takut dibilang berbeda. Bagiku itu makna
penyeragaman dalam tatanan masyarakat. Mengapa kau memilih sesuatu
yang seragam, sedang dirimu tak sekalipun sama dengan yang lain, nama,
umur, wajah warna kulit, semuanya berbeda. Haruskah kita seragam dalam
pendapat?
Aku yang sebenarnya harus bertanya padamu, mengapa kau bisa menjadi
sama dengan yang lain. Mengapa anak-anakmu kau perintahkan untuk
menghabiskan waktu di sekolahnya untuk menghafal pelajaran yang belum
tentu sesuai untuknya. Mengapa tidak kau berikan waktu kepadanya untuk
lebih banyak bermain, sehingga dia menjadi manusia yang berkembang
dengan kreativitasnya. Sadarkah kau jika anakmu bukan bahan mentah
yang siap dicetak oleh mesin produksi. Mereka manusia kreatif yang
bisa menjadi seperti apa yang dia mau, mereka memiliki optimis yang
luar biasa" jawab guru Wahab.
"Kau memang selalu melawan dengan berbagai konsep yang mengejutkan,
namun semua yang kau sampaikan itu hanya penyampaian meminta
pembenaran, kau berdalih" datu Yana tersenyum masam.
Terasa jika datu Yana akan segera menantang dan itu makin jelas ketika
datu mengarahkan pandangannya padaku.
"Rip, kau masih mencintainya? Seberapa kesungguhanmu padanya?" tanya
datu padaku.
Aku tidak terkejut, aku memang sudah siap terhadap kemungkinan, sudah
resiko jika akan terlibat ketika berada diantara perdebatan mereka.
"Tak perlu kau jawab, matamu sudah lebih dari cukup untuk menjawab.
Apa itu yang kau maksud kreatifitas? Menjalin hubungan terhadap
perempuan yang dicintai tanpa pernah menyentuh lembut dari kulit
perempuan itu? Dunia maya untuk prosesi ritual sunah rasul? Urip
bagiku tak lebih dari sebagian gambar atas kegagalanmu mentransformasi
ide pembelotan dari pakem yang seharusnya. Itukah jalan kiri yang kau
maksud?" ucap datu.
Aku terdiam duduk diantara dua monster yang bernama ego. Keduanya
minta dibenarkan, meminta pengakuan.
Guru Wahab tersenyum kearahku dan datu pun aku paham itu. Guru Wahab
memberi kesempatan padaku untuk jangan hanya diam.
Suasana sesaat lengang kami bertiga seolah memberi kesempatan pada
serangga malam untuk memainkan musiknya disela lelah dari meninggikan
tensi.

4.09.2014

Ego

"...It's hard to tell your mind to stop loving someone when your heart
still does..." itu kalimat yang sedikit aku ingat juga sulit aku
pahami dengan baik. Itu ucapan Peter, seorang sahabat.

Sedang malam sudah hampir pagi, aku masih merenung tentang kita. Sudah
tak lagi aku memiliki alasan untuk apa aku selalu ingin kau.
Belakangan aku berusaha menghentikan, ada selalu perasaan salah yang
datang. Bukan apa, tapi aku semakin lancang ketika sudah tidak sungkan
mengatakan bahwa aku perlu bersandar atas sunyinya perasaan padamu.
Benar, masing-masing orang memiliki sunyi dan lelahnya jiwa mereka
sendiri-sendiri dan kekasih hatilah yang menjadi sandaran sunyi itu,
karena Tuhan yang seharusnya ada terlalu sulit untuk dinyatakan dalam
kehidupan.

Kasih biarkan aku memanggilmu ketika aku tidak mampu.

3.24.2014

Lelah

Hampir magrib kami baru sampai di lokasi transit menuju wilayah
pertambangan yang dimaksud oleh Zulkifli, berada di ujung perkebunan
sawit wilayah dari kecamatan Kintab, kabupaten Tanah Laut Kalimantan
Selatan. Masih 20 km lagi yang harus kami tempuh.
Aku ambil parkir lebih menepi karena harus ganti mobil double gardan,
land rover serta seorang driver yang telah disiapkan Zulkifli untuk
menembus jalan berlumpur dalam.
Masih tak sangka aku bisa menemani guru Abdul Wahab. Beliau yang dalam
kehidupanku merupakan seorang kyai tempat aku memahami pengkombinasian
ajaran Islam dengan ajaran Kaharingan, unsur kebijaksanaan lokal,
kearifan suku Dayak Kalimantan yang hampir dominasi dinamisme bahkan
cenderung banyak berbumbu animis.

Telah pukul 21.23 kami baru tiba dilokasi. Ada beberapa orang yang
sudah lebih awal sampai. Tokoh adat, geolog, pemilik lahan juga Zain
(adik dari Zulkifli) selaku pemilik modal untuk rencana penambangan
batu bara .
Setelah jabat tangan penyambutan selesai, salah satu dari mereka
menghampiriku dan segera menyampaikan analisa lokasi berdasar ciri
tanaman, jenis bebatuan di permukaan juga kemiringan tanah. Rupanya
dia seorang ahli geologi.
"Secara teknis kemungkinan batu bara itu ada di kedalaman 7 atau 8
meter dan terkumpul di tempat kita berdiri sekarang namun untuk lebih
pastinya ketebalan juga kadar kalori batunya masih menunggu hasil dari
pengeboran" orang itu menjelaskan sambil menunjukkan pemetaan wilayah
berdasar visual hasil penginderaan satelit.
Aku segera mencerna setiap penjelasan, berusaha mengumpulkan
informasi, mengumpulkan data untuk kuterjemahkan lebih lugas pada guru
Wahab, agar beliau mendapat gambaran gamblang dari hasil analisa
lapangan sebelum ritual tanam saji (memberi sesajen).
Penting untuk menentukan perjanjian adat juga perjanjian dengan
kehidupan alam sebelah (gaib).
Terlintas dalam pikiran, ternyata orang-orang cerdas masih menggunakan
hal yang tak cerdas, memerlukan guru Wahab untuk kelengkapan proyek
mereka. Aku dengar mereka menganggarkan dana pengarapan hampir 80
milyar, tentu jumlah uang yang jauh dari pemikiranku.

Jam setengah satu ritual selesai semua telah beres dan kami segera
berkemas bersiap turun, namun guru Wahab masih diam dan meminta yang
lain menyegera turun gunung lebih dulu, entah apa yang ada dalam benak
beliau dan akupun memilih setia mendampingi diamnya beliau juga
kelihatanya driver pengantar kami terpaksa harus setia menunggu.
Hanya suara khas kehidupan hutan juga taburan bintang di langit yang
terlihat disela dedaunan.
" Daun kering yang ada di ranting, dari pohon- pohon dalam hutan ini
tak akan jatuh ke tanah sampai Tuhan menghendaki.
Tapi bagaimana mereka bisa menyandarkan sebagian nasibnya padaku,
sedang sangat jelas aku hanya hamba.
Barangkali sudah janji mereka untuk suka tipu daya, memilih jalan
merugi, mereka keji dan munkar. Mereka seolah beragama, mereka tak mau
menyadari jika ritual ini lebih menyatakan bahwa mereka sebenarnya
tidak pernah percaya pada agama mereka. Aku meragukan jika mereka
masih ber-Tuhan. Tuhan mereka hanya ada di ucapannya.
Selama ini tauziah yang aku berikan hanya dianggap hiburan bathin, tak
pernah dipikirkan, tak memberi bekas, semua yang telah aku sampaikan
sia-sia" ujar guru Wahab denga terasa lebih pada penyesalan.

Dua pertiga malam, guru Wahab duduk dengan menaikkan kaki pada jok
yang diduduki, sedang aku berusaha lebih sandar, kecepatan aku
pertahankan di 60 km/ jam. Tampak ada kelelahan dari cara duduk
beliau, rokok dinyalakan hanya sekedar membuang jenuh, pun aku.
"Bagaimana kekasihmu?" tanya beliau.
Aku menarik nafas panjang.
"Dia menitip petikan QS. 24: 35, petikan ayat yang masih terus ada di
kepala" jawabku lepas.
Beliau membaca ayat yang aku maksud sekaligus arti, lalu terdiam lagi,
"Dulu kau memang menjadi santriku, tapi sekarang tidak lagi. Kau
memiliki logika cerdas yang lebih bisa diterima kaum intelek, kalau
aku memaknai ayat itu tentu akan sangat konservatif. Pilihlah sendiri
jalan yang lurus. Allah akan menuntunmu kepada cahaya-Nya, aku percaya
itu, karena kau selalu sungguh, kau berani mendebat jika terasa
janggal menurut logikamu, walau itu kalimat dariku sekalipun, kau beda
dengan yang lain, mereka tak pernah berani berpendapat karena terlalu
memandangku bukan memandang dari apa yang aku bicarakan.
Dari ayat yang dipilih tentu perempuan itu memiliki kwalitas. Ayat
yang sangat rumit dan memerlukan penelaahan mendalam, penuh asumsi.
Sangat visioner" guru Wahab terasa sekali berusaha mendalami aku.
Diskusi ringan cenderung membuang lelah semata.
Lelah sering membawa pada pengungkapan apa yang tersimpan dihati,
sesuatu yang mengikat perasaan dan susah disampaikan, lelah lebih
sering menunjukkan pribadi yang sesungguhnya.
Guru Wahab terasa mencemaskan hubunganku dengan kekasihku.

Aku masih sulit atau aku tak mau melepasmu.

2.19.2014

Tak tahu

Esok sudah pasti yang tidak bisa aku pastikan, karena aku tidak bisa
membaca prilaku sosial pun alam tempat aku berpijak, aku sudah tidak
mengingat apa yang aku telah pernah aku lakukan, aku tidak menahu
watak sikap mental dari orang tuaku yang mempengaruhi kwalitas sperma
cikal-bakal adanya aku.
Dan ketika aku melakukan ritual selayaknya jaman megalitik, melakukan
pemujaan kepada arwah leluhur, maka itu tak lebih hanya menyandarkan
konflik dalam diriku sendiri demi membuka kemungkinan yang dianggap
kebanyakan orang tidak mungkin.
Aku sudah tidak percaya dengan kecerdasan logika. Kecerdasan seolah
hanya menumbuhkan dusta belaka.

Aku sangat sadar ketika telah kehilangan banyak sumber daya kognitif,
terhabis oleh kalimat dusta. Barangkali kau juga tak akan jauh beda,
ketika cinta benar-benar ada di hati dan perasaan.

Ah... sudahlah, kau memang ada, untuk apa keluh.

2.18.2014

?

Meninggalkan Angga, Pram, Salma juga tetua didalam hutan.

Kopi masih hangat, setelah hujan mereda dingin sudah jamak menguasi.
Aku memilih duduk di teras, tak ingin memikirkan apapun. Tak lama, apa
yang aku harapkan dari awal telah berubah, seluler menggoda, mengajak
membuka gmail kemudian mengetik susunan kalimat.
Untuk apa?
Kamu?

Jalan hidup semakin mengantarku pada penuaan, namun masih saja
menyisakan bodoh, seolah lebih menegaskan bahwa aku yang tak pernah
mau belajar dari yang telah terjadi. Sama sekali tak bisa menjadikan
lebih nyata dari apa yang sudah susah-susah aku pahami tentang
kehidupan. Aku tidak pernah mau memetik pelajaran. Hanya berusaha
mencari sebab dan akibat dari kejadian hidup.

Tahun demi tahun sudah terlalui, juga semua kenyataan jelas terpampang
seharusnya sudah cukup untuk aku juga kau memutuskan yang terbaik.
Kenyataannya tidak, aku malah takut kehilanganmu. Egois.
Alih-alih perbaikan, yang ada malah menyusun pembenar, meminta
diwajarkan, dan jika sudah terpepet maka aku akan mengatakan bahwa tak
bisa mendustakan hati dan perasaanku.
Aku suka kau, tak pernah peduli jika itu semua jauh dari kemungkinan.
Apa akibatnya.

Sedang esok menanti, lalu apa yang bisa kita lakukan sekarang? aku tak
bisa menjawab. Aku hanya tahu masih sulit kehilanganmu.
Esok biar esok.

Entah bagaimana denganmu

2.15.2014

Percaya

Ada ketetapan hati yang membuat keras kepala, bukanlah dari apa yang
diyakini, sama sekali bukan, bukan seperti agama yang berpegang pada
keyakinan. Bagi Angga Nirmala adalah sebuah kepercayaan, Angga sangat
percaya dan tak memerlukan keyakinan untuk mencinta.
Walau kadang dia berfikir jika cinta yang terbentuk lebih mewakili
konflik, wujud dari mimpinya yang sama sekali janggal namun
benar-benar ada, sedang menentukan bentuk dan rumusnya sendiri.
Cinta telah benar-benar memutus logika. Kecerdasan berlaku hanya
sebagai instrumen yang tidak harus, namun terasa hampa bila tidak
disertakan diantaranya.

Tidak mudah, tapi bukankah keduanya telah selalu dengan sengaja
memilih hal yang tak pernah mudah.
Lalu ketika setiap kecupan di bibir lembut hanya menyisakan sesak maka
keduanya tak akan pernah berani mengeluh.

2.14.2014

Angga

"kau tak belajar tahu diri"
"Sudah terlambat dan aku suka membiarkan semua, aku suka dia, aku tahu
jika semua makin jauh dari rasional. Setiap usahaku melupa malah lebih
menyatakan bahwa aku tak bisa melupa.
Aku tak bisa melawan hatiku. Aku hanya tahu dia selalu ada.
Biarkan aku bergabung dengan iblis jika itu harus menjadi pilihan"
ujar Angga makin gelap mata.

Angga tak ingin berpaling. Nirmala telah ada disepruh hidupnya.
Sebagian nafas yang dimiliki sangat jelas hanya demi Nirmala.
"Kasih maafkan aku, telah mencintaimu" Angga menarik nafas, membiarkan
bayangan senyum Nirmala menguasi darah.

2.13.2014

Iblis Bertahta

Nirmala sadar apa yang sedang dilakukan tapi dia tidak tahu apa yang
sedang terjadi pada dirinya. Akumulasi dari semua yang mengendap dalam
kesadaran darah dan sumsum menyata, memberontak dari akal cerdas.
Nirmala hanya merasa ada kebenaran tanpa logika.
Sedang Angga hanya tahu bahwa Nirmala adalah perempuan yang begitu
mandiri, perempuan yang memiliki beribu spesifikasi dari apa yang
diinginkan laki-laki. Angga sangat tahu jika Nirmala tak sekalipun
boleh disentuh olehnya tapi perasaan kagum lebih menggoda, mengajak
kesadarannya untuk menggapai.
Angga tak kuasa menghentikan kekaguman, hingga dari mulutnya terus
menerus mengalir kalimat puja.

Iblis benar-benar sempurna mengambil peran.
Dahulu Ibrahim as pernah mendapat perintah dari Tuhan untuk
menyembelih Ismail as, anak yang sangat dicintai.
Sedikit gambaran yang menjelaskan betapa cinta adalah bentuk
persekutuan dengan iblis. Manisnya cinta yang terbentuk justru menjadi
candu yang sengaja iblis tiupkan. Cinta merupakan esensi hati dan
orang-orang yang memahami mengatakan jika ibis berada disetengah hati
manusia dan setengahnya lagi ada di qomer.

Nirmala

"Manusia lebih memiliki kemampuan adaptasi dari makluk lain. Manusia
bisa hidup di padang pasir, lautan atau daerah yang paling dingin
sekalipun. Manusia bisa menjadi apapun yang manusia itu mau.
Di awal menghirup udara manusia hanya kosong, fitrah. Setelah eksis
maka manusia bisa membentuk esensinya sendiri. Manusia bisa dibentuk
menjadi kristiani, majusi atau muslim. Manusia bisa membentuk dirinya
sendiri sebagai maling, pemimpin, pendakwah atau apa saja yang mereka
mau untuk adaptasi mempertahankan eksistensinya.
Konsep dasar kebebasan manusia.

Mirna, aku sama seperti kau. Kau memiliki optimisme yang hanya kau
sendiri ketahui, pun aku. Dan kita merdeka atas nafas kita
masing-masing, semua orang juga sepakat akan hal itu.

Ketika kenyataan menuntunku pada kondisi terburuk dari kehidupan yang
telah aku lalui aku sama sekali tak kuasa menolak, walau aku sadar,
aku masih waras.
Cinta telah menancapkan jarum berkarat di hatiku, perasaanku seperti
dihimpit batu besar hingga terasa susah untuk bernafas.
Angga bodoh tapi dia bisa menyakiti aku dengan sempurna, aku hampir
tak bisa bergerak aku lemah dibuatnya.
Aku sangat tahu jika Angga tidak bangga dengan itu, karena dia juga
terbelenggu, hatinya terpenjara hingga dia juga hampir tak mampu lagi
bernafas.
Angga bodoh tapi dia memiliki kesetiaan, kesetiaan yang tidak dimiliki
laki-laki cerdas yang ada disekitarku.
Angga bodoh tapi dia sedia menahan sakit demi aku.
Aku sadar jika tidak akan mendapat apapun dari Angga kecuali berbagi
rasa sakit, rasa sakit yang tidak bisa aku beli di swalayan.

Kau benar Jika Angga merupakan presentasi dari apa yang telah hilang
dariku. Benar, aku tidak mencintai Angga, tapi aku mendapat apa yang
aku rindukan, sesuatu yang orang lain tidak akan mengerti.

Inilah esensiku Mir"

"Ih.. Keluar taringnya, Nirmala yang cantik ternyata bisa lebih galak
dari Salma ya!" tawa Mirna setengah tertahan, jelas itu ledek. Sedikit
salju yang turun diluar membawa dingin namun sama sekali tidak bisa
memberikan warna indahnya kecuali terasa tetap menyudutkan Nirmala,
terasa mencibir atas pembelaan diri Nirmala, pembenaran yang telah
disusun dan telah keluar dari bibirnya yang lembut.

2.11.2014

Mirna

"Kau bukan menyukainya tapi kau merindukan dirimu sendiri ketika masih
belia, kau merindu orang-orang disekitarmu waktu dulu atau mungkin kau
merindu kehidupan di negerimu sendiri. Bukan Angga.
Angga hanya presentasi dari apa yang telah hilang dari dirimu" ujar
Mirna dengan keras.
Mirna sudah tidak bisa lagi mendengar sahabatnya makin terpuruk
gara-gara laki-laki yang tak pernah jelas.
Nirmala mengerinyit dahi, terkejut mendengar nada tinggi Mirna.
Nirmala tak bisa membaca penyebab emosi Mirna yang tiba-tiba berubah.

"Nah.., kok jadi tinggi nadanya"
"Bukan begitu Mala, cobalah berpikir!"

Suka

"Dulu aku menyangka tak mungkin ada orang yang mau menyakiti dirinya
sendiri, tapi semua sangkaku itu salah.
Kehidupan nyata begitu rumit bahkan mungkin terasa aneh bagiku. Aku
masih bertanya mengapa banyak orang memilih menghancurkan diri sendiri
dan kelihatanya mereka suka melakukan itu, mereka suka rasa sakit yang
mereka ciptakan sendiri" ujar Angga.
Angga mengucap apa yang dia sendiri sebenarnya telah lakukan.
Angga bukan orang yang cerdas tapi dia berupaya menyampaikan apa yang
dia ketahui dan juga rasakan.
"Aku sudah tidak bisa berpikir lagi, yang aku tahu hanya Nirmala
selalu hadir kemanapun aku melangkah"
Jauh jarak perbedaan tak lagi bisa menyadarkan Angga. Nirmala memiliki
banyak hal yang tidak banyak orang miliki, Nirmala potret impian dari
orang-orang yang memiliki mimpi, jauh melebihi apa yang kebanyakan
orang harapkan.

Angga tak lagi memiliki logika.

2.10.2014

Nirmala

Nirmala tahu jika orang-orang disekitar Angga selalu resek. Nirmala
membisikkan kalimat suci demi menyentuh bagian terdalam perasaan
Angga, sebagai cara berkomunikasi, demi menjaga hubungan yang makin
terasa janggal, bukan sedang memerlukan asumsi.
Salma di mata Nirmala tak lebih dari ahli sihir yang menjadikan alam
sebagai laboratorium, jauh dari sosok yang bisa memahami kesucian
ayat. Orang-orang disekitar Angga hanya garis kiri yang lebih dekat
pada atheis. Suka membalik ayat demi menghalalkan apa yang mereka
sedang lakukan.

Nirmala merindu pada Angga. Nirmala sangat suka ketika dirinya menjadi
sosok yang diperlukan, sosok yang diperjuangkan, suka ketika Angga
menjadi gila demi mengejar dirinya. Nirmala rindu cara Angga mencintai
dirinya.

Nirmala termenung, sekarang ada perasaan takut kehilangan, sedang dia
tahu rasa tak mungkin bisa memiliki Angga seutuhnya.

Batu

"..., yang dinyalakan dengan minyak dari pohon pohon yang banyak
berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah timur
(sesuatu) dan tidak pula disebelah barat(nya), yang minyaknya (saja)
hampir menerangi, walau tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya
(berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia
dikehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia,
dan Allah mengetahui segala sesuatu.

Menyisakan utara, selatan dan tengah posisi dari pohon zaitun yang
merupakan sumber energi cahaya langit dan bumi, pohon penuh berkah
yang memiliki minyak bersinar tanpa disentuh api.
Asumsi paling mungkin dari ketentuan bumi dan langit adalah terbit dan
tenggelamnya matahari atau bulan pemilik posisi timur dan barat yang
berlaku secara universal. Dan penelaahan paling dekat adalah terbit
sebagi awal dan tenggelam sebagai akhir (timur dan barat).
Pohon zaitun itu tidak berada di awal pun akhir. Kemungkinan jika kita
berdiri diposisi menghadap barat atau timur berarti pohon itu berada
di sebelah kiri atau kanan (pengganti utara pun selatan), atau justru
tepat berada di posisi kita berpijak.

Allah menuntun kepada siapa yang dikehendaki dan terakhir disebutkan
bahwa Allah membuat perumpamaan.

Ada sedikit terbersit jika yang dimaksud CAHAYA adalah ilmu
pengetahuan, bukan cahya sebagai cahaya karena ada penyebutan
PERUMPAMAAN dibagian akhir.
Dengan asumsi bahwa ilmu pengetahuan adalah pemberi terang dalam
kehidupan" Salma diam memberi kesempatan lawan bicara untuk meraba
kemungkinan yang lain.

"Kau bukanlah manja, aku sadar kau memerlukan orang lain untuk bisa
mengaktifkan gairah kreatifmu.
Jika aku ambil dari ayat itu maka kau telah mengejar pengetahuan
(cahaya) mulai dari awal dan kini kau telah sampai pada akhir namun
kau sama sekali merasa tak pernah bisa menyentuh sumber pengetahuan
itu, dan tak akan pernah, karena lubang pengetahuan itu tak tembus.
Kau telah habis jalan dengan logika cerdas. Kau memerlukan kecerdasan
selain logika tapi kecerdasan itu bisa membawamu kearah lebih terang.

Namun sungguh Allah akan menuntun kepada pengetahuan-Nya (cahaya-Nya)
bagi siapa yang dikehendaki, maka jika kau benar dituntun-Nya tentu
kau akan mengetahui walau tanpa pernah belajar sebelumnya, kau akan
tiba-tiba tahu, mengetahui sesuatu dengan jelas.
Cobalah meletakkan pengetahuan yang kau dapat mulai dari awal sampai
akhir itu. Pohon zaitun justru berada di posisi yang tak kau
perhitungkan, kiri atau mungkin kanan, itu berarti sesuatu yang tak
kau jadikan kiblat (bukan lagi pengetahuan yang umum yang bisa kau
dapat secara akademis), kau akan mengurai sendiri apa itu pengetahuan
yang tak pernah orang lain percaya, namun pengetahuan itu nyata akan
memberi terang.
Langit dan bumi benar-benar memiliki cahaya yang tak akan padam walau
kau ambil cahayanya.
Sebut saja batu sebagai komponen bumi, jika kau tidak memaksakan apa
yang telah kau pelajari di akademi, kau membuang teori yang kau dapat
(tidak di timur pun di barat) lalu kau menjadi kosong dengan batu
ditangan, maka aku yakin batu yang menyimpan cahaya / pengetahuan itu
akan menceritakan siapa dirinya kepadamu, apa yang menjadi kandungan
pun ciri lebih spesifik yang dimiliki dan apa berkah yang dimiliki dan
bla bla bla.
Batu itu tak akan pernah kehilangan cahayanya namun batu itu telah
memberi terang atas kamu, jika mungkin kau akan mendapat lapis demi
lapis cahya-Nya, cahaya dari minyak zaitun yang tak tersentuh api.
Bumi dan langit yang luas, di teliti pun tidak diteliti tetap akan
memberi pengetahuan, menyala tanpa disentuh api, maka Tuhan telah
mengisyaratkan atas keduanya cahaya pemberi terang" Salma menarik
nafas.
Dia sadar jika lawan bicaranya sedang buntu dan mencari potensi yang
bisa dijadikan simbul atas apa yang telah jauh-jauh dikejar. Sesuatu
yang bisa dijadikan lompatan dari kondisi yang dianggapnya statis.
Salma sangat tahu jika lawan bicaranya bukanlah orang yang manja.

2.09.2014

Salma

Hujan sangat lebat tapi hawa terasa gerah. Angga tak bisa membuang apa
yang ada di kepala, gerah.
Gerah karena setengah ingatannya terisi keraguan, dulu dia mendengar
jika tanda orang yang beriman diantaranya akan tergetar hatinya ketika
mendengar seseorang membaca ayat suci. Namun Angga justru merasa
kalut setelah mendengar ayat suci, yang telah didengar justru terasa
berputar-putar di kepala, malah menghantui.

"Kitab sebenarnya diturunkan Tuhan sebagai tuntunan manusia, bukan
sebagai sesuatu yang menghukum dengan segala sakralnya, tuntunan
berarti bimbingan, bimbingan untuk berprilaku. Seharusnya kitab
berfungsi sebagai manfaat yang menyingkap rahasia kehidupan dan itu
berarti kitab untuk digunakan, bukan untuk menggetarkan hati atau
sekedar menyejukkan atau malah menjadikan ketakutan berlebih.
Cobalah berpikir jernih!
Karena manusia diberi keistimewaan untuk mampu berpikir" ujar Salma.
"Coba kita urai kalimat yang menjadi firman Tuhan itu satu-persatu.

Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan
cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang
didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca (dan) kaca itu
seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara....

Allah (pemberi) cahaya (kepada)...
Merupakan hal yang mutlak dan tak bisa diganggu gugat.
...Langit dan Bumi.
Mengapa tidak kepada manusia atau langit dan bumi beserta yang ada diantaranya?
Asumsi yang paling mungkin yaitu hanya langit dan bumi saja yang
memiliki cahaya, cahaya yang telah diberikan oleh Tuhan, dan sudah
pasti cahaya itu mampu memberi peneragan kepada selain langit dan
bumi.
Cahaya itu tidak ada diberikan kepada manusia supaya manusia berlaku
sebagai penikmat atas istimewanya langit dan bumi yang memiliki
cahaya. Dengan bercahaya langit dan bumi dan tidaknya pada manusia
justru manusia yang diuntungkan, dengan tidaknya manusia memiliki
cahaya justru manusialah yang berhak memanfaatkan cahaya yang dimiliki
langit dan bumi, dengan alasan, dari ayat yang lain disebutkan bahwa
manusia telah diberi ketentuan sebagai khalifah/pemimpin (berhak
mengatur/mengelola segala potensi dari yang dipimpin).

Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti lubang yang tak tembus, yang
didalamnya ada pelita besar. Pelita itu ada didalam kaca (dan) kaca
itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara.

Asumsi, ayat itu menjelaskan jika ada dua ruang yang terhijab bidang
yang tak tembus cahaya, sebelah ruang memiliki cahaya, sedang ruang
yang lain cenderung lebih gelap, dengan asumsi cahaya hanya bisa
disaksikan rambatnya pada posisi yang memiliki intensitas cahaya lebih
rendah.
Manusia memiliki posisi gelap, langit dan bumi memiliki cahaya terang.
Langit dan bumi mati (tidak tumbuh kembang) sedang yang ada diantara
keduanya adalah makluk (yang tidak disebut diatas) hidup (tumbuh
kembang). Sudah jelas jika yang hiduplah menjadi subyek sedang yang
mati menjadi obyek.
Jelas jika yang mampu menjadi subyek justru posisi gelap, sedang yang
bercahaya justru menjadi obyek.
Bayangkan apa mungkin retina mata kita bisa melihat obyek ketika
retina kita bersinar, yang mungkin justru obyek yang bersinar, hingga
bisa ditangkap oleh retina mata kita.

Yang menjadi permasalahan justru ketika disebut ...Perumpamaan
cahaya-Nya adalah seperti lubang yang tak tembus,...
Aku sekedar meraba maksud dari ayat itu tentu akan masih jauh dari
esensi, tapi setidaknya aku berusaha mencoba, apa yang terasa ketika
aku memahami.
Setiap apa yang kau saksikan dan kau analisa secara logis sebenarnya
telah kau dapat cahaya itu, tapi jika kau paham kecerdasan lagika saja
sebenarnya masih jauh dari sumber cahaya itu sendiri (lubang yang tak
tembus). Setiap hal sebenarnya tak akan tembus oleh logika cerdas dan
waras semata, yang bisa kau hitung dengan angka-angka mati. Sama
sekali tak.
Pelapisanan hijab dari cahaya itu lebih menjelaskan bahwa setiap
materi langit dan bumi adalah pengetahuan yang berlapis, yang akan
sangat menerangi bagi yang mengetahui" Salma terdiam, mengambil nafas
untuk kembali menyusun energi.

2.06.2014

Bisik

Malam hampir pagi disetengah lelap, terdengar bisik kekasih melantunkan ayat.
Angga luluh mendengar lantunan lembut itu.
Nyala dupa seketika itu juga padam, ada terasa seperti sesuatu yang
salah dengan apa yang sedang dilakukan, sepertinya juga dengan jalan
hidup yang telah dilalui.

Cukup lama Angga terdiam memahami ayat yang telah didengar, Angga tak
tahu apa yang harus diperbuat, namun setengah hatinya bahagia ketika
sang kekasih bisa menampakkan senyumnya kembali.

2.05.2014

Angga

Angga terlihat sangat payah, hidup terjebak oleh pesona, kesadaran
Angga hampir habis tertumpah untuk seorang perempuan yang disebut
sebagai kekasih. Tak mampu berpaling, Angga memilih setia.

"Katakan jika ini salah, tapi aku tak mungkin berubah" ucap Angga.
Angga tidak tahu apa kekasihnya juga merasa seperti yang dia rasakan,
tapi setiap kalimat yang keluar dari bibir kekasihnya adalah pengobat
segala lelah.

2.04.2014

Ujar Salma

Terlalu sering sudah Angga berpikir untuk mencari ganti, dia merasa
jika ketidak pastian itu seperti ingin membunuhnya dengan perlahan,
tapi Angga tak pernah bisa berpaling.
Setiap kali upaya berpaling justru mempertegas bahwa Angga sangat
perlu Nirmala untuk tetap ada. Setiap keras upaya Angga hanya
mempertegas bahwa Nirmala tak mungkin terdua.
Angga sangat percaya jika pohon Washuta memang tanaman dewa yang
memberi isyarat kutukan atas sikap berani seseorang untuk mengambil
resiko.

"Bayangkan jika cinta itu tak pernah tumbuh di hati dan perasaanmu.
Jika cinta itu tak pernah ada mungkin kau tak tahu kalau kau masih
memiliki hati yang bisa merasa.
Dengan cinta kau bisa merasakan hidup begitu indah, indah yang tak
seperti bayangan pikiran cerdasmu.
Indah menurut hati tak mungkin bisa kau lihat, dengar atau kau raba.
Indah yang terasa di hati dan perasaanmu sangatlah sempurna, indah
yang tak memerlukan ruang dan waktu.
Pohon itu bukan tak bisa diperlihatkan kepada garis keturunan tanah,
tapi keturunan tanah cenderung melupakan hati demi pengejaran dari apa
yang mereka pernah dilihat pun dengar. Pengejaran yang mengandalkan
logika cerdas hingga melupa adanya hati.
Sedang garis keturunan cahaya sangat percaya jika dunia adalah
perhiasan palsu, tentu mereka cenderung mengimani mata hati.
Pohon Washuta hanya bisa dilihat dengan mata hati, dan kau cenderung
mengunakan hati dalam berkehidupan bukan kecerdasan logika yang
dipengaruhi panca indra.
Itulah sebabnya kau bisa melihat pohon Washuta" ujar Salma.

2.03.2014

Angga

Pohon yang memiliki batang besar dan kokoh di bagian bawah, namun sama
sekali tidak pernah memiliki daun. Pohon yang berukuran setara dengan
besar ukuran cinta kasih dari siapa yang mengetahui pohon itu.
Pohon yang hanya bisa disaksikan oleh manusia yang masih memiliki
keturunan cahaya, dan tidak akan diperlihatkan kepada garis keturunan
tanah.

Angga tak menemukan keterangan lebih detil dari pohon Washuta, pohon
yang menurut kabar memiliki pengaruh sihir asmara hingga ke urat nadi
dan itu sangat kuat. Celakanya Angga dengan tidak sengaja telah
melihat pohon asmara itu. Angga menjadi resah, seolah dia melihat
betapa dirinya tak akan bisa lari dari cinta yang benar-benar
menyeretnya pada drama tak berujung, lebih seperti kutukan.
Makin tercenung lagi Angga ketika menyadari bahwa dirinya termasuk
orang yang bisa melihat pohon itu, bukankah garis keturunan tanah
adalah manusia biasa dan manusia menurut ketentuan tak akan pernah
bisa melihat pohon itu, apa itu berarti dia bukanlah manusia
sepenuhnya.

Angin berhenti, malam terasa gerah, mungkin sebentar lagi hujan.
Lolong anjing hutan terdengar sahut-menyahut.
Angga berusaha mulai menerima kenyataan, seburuk apapun dirinya maka
itulah kenyataan dirinya. Cinta adalah permainan, harmoni kehidupan,
sedang alam memberi kesempatan kepada yang terkena api cinta itu untuk
mengolah sejauh mungkin dalam rasa, presentasi bebas.

"Nirmala..."

1.24.2014

Saat Seperti Dulu

Aku merindu saat kau menari, saat sebelum cinta menampakan tajam
kuku-kukunya yang telah memberi banyak luka di hati.
Entah kemana larinya iblis yang meniupkan hangatnya api. Sedang aku
telah benar bergabung dengan dia, dia yang dikutuk dan dirajam.

Atau iblis mulai benar-benar cemburu, karena aku memujamu melebihi
dari apa yang dia telah pernah harapkan.

Kasih.

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...