6.27.2014

Salam

Terkadang aku bertanya, ada apa sebenarnya dengan prinsip dasar
kehidupan yang aku fahami.

Dulu aku mengenalmu bukan atas niat yang berbelit seperti sejauh ini,
pertemanan biasa seharusnya.
Tapi tak terasa aku banyak kagum padamu, lalu niat ingin berbagi
setidaknya sebagai solusi tegur sapa sekedar diskusi pendek. dan
sekarang terasa ada yang hilang ketika tidak tentangmu, tidak
menyapamu.
Yang menjadi masalah justru kini aku ragu, karena entah mengapa
disetiap penulisan yang aku selalu tujukan padamu itu sudah semakin
jelas bagiku kemana dan apa yang sebenarnya terjadi dengan hidup ini
dan kemudian aku ingin berbagi denganmu selalu berakhir dengan layar
hitam. Perangkat yang aku gunakan selalu mati. Kejadian berulang
setiap aku hendak finish up dari alur yang seharusnya menjadi
kesimpulan akhir, walau sudah aku gunakan perangkat yang berbeda
jenis.
Entah, yang tersisa sekarang hanya pertanyaan kemana kita mengarah, untuk apa?

Yut, kau sempurna di mataku. Barangkali semua lebihmulah yang mungkin
menjadi alasan Allah tak akan pernah ada memberi izin atas aku untuk
menyentuhmu.

Salam.

6.23.2014

Urip

"Kau bisa menjadi arsitek untuk mimpimu sendiri. Jika kau lebih
mencermati maka kau akan menyadari otakmu justru bisa bekerja penuh
ketika logikamu sedang istirahat, kau akan menemukan setiap detail
justru ketika kau tak memikirkannya, ketika kau memberi kesempatan
pada perasaanmu, maka akan ada detil yang terasa. Terkadang kau akan
merasa ada tata ruang dalam otakmu yang terhubung dengan semesta.
Ketika kau sedang tertidur hingga bermimpi maka kau akan tahu bahwa
ada susunan cerdas yang bukan sekedar logika, kau memiliki sadar tapi
kau tak bisa mengatur seperti kesadaranmu waktu terjaga. Ada sebagian
orang mengatakan mimpi bukan sebagai mimpi, mereka merasa sedang
terbangun ketika dalam mimpi dan bermimpi ketika sedang ada dalam
kesadaran logika.
Setidaknya dalam mimpi kau memiliki originalitas penggambaran yang tak
pernah kau niatkan untuk sama dengan yang lain dan itu tetap sadarmu
jua, bagian dari dirimu dan bukan yang lain. Seperti itu hidup
barangkali" ujar Urip pada Kojin.

Langit tampak biru tak terlihat awan. Gadis kecil tertawa riang
bermain bersama teman seusianya, berlari, sembunyi lalu berlari lagi,
jelas tak tampak ada dosa apalagi kerumitan hidup kaum dewasa.
Terlintas iri, ada rindu akan bebas, namun sadar tak mau berlalu,
memaksa Urip menguliti dirinya sendiri. Urip tahu resiko dari setiap
permainan dengan kekasihnya tapi Urip lebih pilih melupak resiko itu.
Urip tahu apa yang Urip lakukan akan mengendap kebawah sadar dan akan
menentukan hukum kehidupan yang tidak akan bisa diatur logika lagi.
Lalu semua tersadari sudah terlambat.

6.20.2014

Kojin

"Selalu disetiap dari apa kondisi seseorang akan tetap memiliki konflik.
Sebut saja lambai dan langkah ketika sedang berjalan, tangan kiri
sudah pasti tak pernah bersamaan arah lambainya dengan tangan kanan,
pun kaki kiri tak akan pernah melangkah bersamaan arah dengan kaki
kanan.
Perbedaan langkahlah yang justru membuat tubuh bergerak, berjalan
walau kanan dan kiri tak mau searah kecuali ada kondisi yang memaksa,
perbedaan arah kanan dan kiri bukan dijadikan konflik tapi keduanya
membangun keselarasan.
Tinggal bagaimana seseorang bersikap atas konflik itu, menjadikan
konflik sebagai beban yang melelahkan atau sebagai komponen penting
dari serunya permainan.

Konflik dasar berawal dari naluri manusia untuk bertumbuh kembang,
sifat yang menjadikan hasrat atas pencapaian terhadap sesuatu, sedang
disisi yang lain naluri mempertahankan kelangsungan hidup, sifat yang
mendorong hasrat untuk memiliki rasa aman yang melahirkan sikap suka
bertahan pada posisi aman yang sedang dimiliki dan enggan melangkah
pada sesuatu hal yang dianggap baru dan belum diketahui bagaimana
penjaminan atas keamanannya.
Sisi lain membawa maju, sisi lainnya lagi bertahan, tentu ada konflik,
jelas semua ras manusia pasti memiliki konfliknya sendiri-sendiri
alias masalahnya sendiri-sendiri.
Konflik yang wajar tapi terasa memberati. Seharusnya kita sadar tak
perlu seseorang mencari upaya keselamatan, walau tak diupayakan
bukankah sifat penyelamatan itu sudah ada dengan sendirinya.
Tak mungkin rasanya kalau sudah tahu ada sesuatu yang mengancam
dirinya manusia tak menghindar. Tak usah diajari jika ada pohon besar
yang hendak tumbang sedang manusia itu mengetahui arah tumbangnya
menuju kearah dirinya maka manusia itu sudah pasti akan menghindar.
Tak perlu diajari.
Pun ketika lapar, tak perlu diajari maka dia akan mencari sesuatu yang
bisa dimakan, tak perlu diajari.

Yang perlu diungkit mengapa harus ada perasaan malu, malas, takut,
gengsi atau apa saja yang menjadi penghambat atas tindakan seseorang
yang seharusnya dilakukan ketika sedang berhadapan dengan sesuatu.
Penghambat olah dari pikir, hati, naluri, ego.
Seharusnya ada teori yang lebih stabil berlaku secara universal.
Itu masalah yang dulu pernah kau angkat akan tetapi kau sendiri tak
pernah secara sungguh menyelesaikan hingga bisa dijadikan pegangan"
ujar Kojin setengah mencela.

6.19.2014

Tak Sadar

Hal yang Urip ingin tahu atau ingin dapatkan namun belum pernah
sepenuhnya Urip selesaikan atau belum Urip ketahui ujungnya itulah
yang memaksa mengendalikan tubuh Urip. Tapi jika hal tersebut telah
pernah terselesaikan maka akan tidak memberi arti pada Urip.
Rasa ingin mengetikkan setiap kalimat kepadan kekasihnya sebab hal itu
tadi. Terasa ada yang memaksa untuk selalu tentangnya, yang memaksa
sadarnya Urip justru yang tak sadarnya Urip. Sadar Urip yang ada
sekarang ini hanya dalih, berusaha sadar namun tetap dia tidak bisa
kembali waras.

6.18.2014

Hatiku Masih.

"Aku percaya kepada injil, tapi seni lebih menguasai darah sumsumku.
Terkadang aku merasa apa yang aku lakukan telah jauh lepas dari
ajaran.
Aku menciptakan karya bukan untuk melayani Tuhan tapi melayani iblis
yang menyelipkan nafsu yang tersembunyi diantara nafas
saudara-saudaraku yang seiman.
Patung Kristus juru selamat ini dibuat secara masal, lebih pada bisnis
yang mengatasnamakan agama.
Ya, lebih percaya uang untuk menjamin kehidupan dan bukan Tuhan yang
menjamin kehidupan" ujar Kojin.

"Kepercayaan bukan wilayah pikiran. Tapi jelas aku tidak akan berani
masuk pada ranah agama.

Aku memiliki sedikit gambaran. Sebut saja pikir sebagai wilayah sadar
yang sangat control dan hati, naluri, pun ego berada di luar
controlnya pikir, ketiganya memiliki controlnya sendiri namun kita
sebut saja bawah dari sadar, sedang antara sadar dan bawah sadar ada
penghubung diantara keduanya yang disebut sebagai perasa.
Rasa bukan perasa dan perasa bukan perasaan. Rasa merupakan salah satu
ciri atau pengidentitasan atas sesuatu sedang perasa merupakan
komponen yang memiliki fungsi sensor pun perasaan lebih pada hasil
klarifikasi atas analisa atas sesuatu.
Yang menjadi masalah justru perasaan. Bukan rasa atau perasa.
Ribet ketika ada informasi yang masuk pada pendengaran secara
terus-menerus atau indra penglihat tanpa ada melalui analisa pikir,
tanpa ada kronologis yang tertata tahap demi tahap penguraian tidak
terlalui, sudah dibolehkan dicatat dalam memori. Ini yang sering
menghasilkan perasaan. Dan yang paling berbahaya ketika perasaan itu
diyakini, karena keyakinan merupakan keputusan final yang berarti
mengabaikan variabel lain. Entah atas alasan belum terpikir, pemali
untuk dipikir atau justru diabai, karena abai berarti ditolak tidak
dan diterima juga tidak, tapi kalau abai pada sesuatu yang bersifat
sama dan terjadi secara terus-menerus maka akan berakhir pada
tersimpan secara otomatis dalam memori.
Repotnya manusia cenderung mengejar hal yang aman, menghindari resiko.
Tentu akan berdampak pada prilaku, prilaku menjalankan aktivitas
berdasar pada sesuatu yang bersifat sama dengan aktifitas sebelumnya,
dengan kata lain beraktifitas atas dasar apa yang telah ada pada
memori.
Manusia sangatlah sedikit yang sedia menggunakan pikirannya, kecuali
ketika sedang menghadapi masalah, soal. Sisanya berlaku atas dasar
itu-itu saja, kebiasaan.
Itu sudah sifat bawaan, ingin aman. Masalahnya banyak hal yang manusia
lakukan terus menerus tanpa tahu benar atau salahnya dan menghidari
berpikir untuk tindakannya, selama tindakan yang dilakukan itu tak
terasa memberi dampak negatif baginya.

Kecenderungan mencari aman berarti mengandalkan memori dan memori
hanya catatan, bukan proses yang memiliki sadar. Memori celakanya
mampu dominan mempengaruhi hati, naluri, ego bahkan pikir dan
melahirkan perasaan yang seolah benar hingga menjadi keyakinan. Pikir
berada di atas sadar, perasa ada diantara atas dan bawah. Jika hati,
naluri, ego sebagai bawah sadar maka memori sebagai sumber data yang
tak memiliki sadar, alias tak sadar.
Sempurna. Manusia dikuasai yang bukan pikir berarti bawah sadar atau
mungkin tak sadar.
Pikir tidak mengendalikan bawah sadar pun tak sadar, namun celaka
ketika tak sadar justru menguasai pikir, hati, naluri pun ego.
Sekarang bagaimana dengan agamamu, keyakinanmu? Sudahkah kau berpikir?
Atau kau mengamini apa yang orang lain katakan demi aman?
Kau sendiri yang bisa menjawab.

Benarkah dia kekasihku? Atau aku benar-benar telah dikendalikan oleh
nama atau wajah yang ada dalam memori?
Barang kali benar ucap kekasihku, dia tak pernah mencintai aku namun
dia suka aku seperti halnya ketika dia suka ice cream.
Sedang aku hanya tahu bahwa hatiku masih untuknya dan aku tak akan
mampu memikirkan itu karena kaupun juga tahu jika otakku tak lebih
besar dari otak simpanse" Urip menghentikan kalimat lalu menyalakan
rokok yang mulai tadi ada di tangannya dan belum sempat untuk
dinyalakan.

6.17.2014

Omelan Kojin

"Kau memerlukan daya juang, keberanian dan akal yang panjang untuk
bisa bertahan. Kau akan mengerti tentang sesuatu yang tidak orang lain
pernah ajarkan, bahkan tanpa kau perlu berpikir. Sedikit impresif
mungkin itu yang lebih tepat" ujar Kojin.
Sedang Urip hanya mendengar dan tak ingin menyahuti pun asap rokok
makin pekat dalam ruang bengkel seni Kojin.
"Beng pernah mengatakan bahwa dia hanya beriman kepada nalurinya
semata. Apapun yang orang lain katakan hanya cerita untuk diiyakan tak
lebih. Dia tak pernah yakin akan sesuatu bahkan kepada agama.
Tapi sering aku melihatnya melakukan ritual pendekatan terhadap
sesuatu dengan mengandalkan prosesi yang aneh, sejenis takhayul.
Beng aneh" ujar Kojin lagi.
Kini suasana menjadi sunyi, keduanya kehilangan lanjutan kalimat.

Angin dingin masuk melalui jendela memberi kabar bahwa hujan telah
turun di jauh dari tempat mereka.
"Kau menginginkan apa?" tanya Kojin.
"Aku tidak tahu" jawab Urip.
"Terkadang apa yang kau inginkan bukan apa yang kau perlukan.
Kau hanya ingin pulang? Dan sekarang kau tahu bukankah disini tidak
ada dari apa yang kau perlukan.
Aku tahu jika disana kondisi sangat tidak menentu, bahkan menekan
mental, jauh dari rasa aman. Aku sadar jika sangat sulit ada diantara
penyihir.
Kau menginginkan kondisi aman?
Bukankah kau sadar jika kondisi aman tak lebih dari kurungan yang akan
menjadikanmu kerdil, kau akan seperti tanaman didalam pot yang menjadi
bonsai ketika ada diantara rasa aman itu.
Bukankah di sana merupakan tempat yang luas? Bukankah segala sulit itu
yang menjadikanmu besar? Lalu untuk apa kau memahami jika kau masih
lemah?" cercaan Kojin mejadi. Kojin sangat jelas melihat sisi lemah
Urip yang sedang dominan.
"Disini hanya ada kalimat yang seolah benar, kebenaran yang
sebenarnya hanya akan membiaskan tujuan. Bukankah itu kalimat darimu?
Kau sering mengatakan jangan terlalu pikirkan sesuatu namun lakukan
terhadap sesuatu dan sesuatu itu akan mengajarkan sesuatu. Kecerdasan
bukan sekedar logika tapi melibatkan hati dan perasaan, bukankah itu
semua kalimat darimu?"Kojin makin kesurupan.
"Tidakkah kau malu dengan kekasihmu? Aku rasa dia lebih tangguh, dia
lebih cerdas menghadapi situasi"

6.07.2014

Kojin

"Hati-hati bersikap, utama sekali pada yang berkemungkinan bakal
melibatkan emosi, pikirkan kembali sebelum keputusan untuk memasukan
pribadi lain dalam kehidupanmu kecuali kau berpikir itu peluang
terbaik untuk mengenal dirimu sendiri" ujar Kojin dengan serius. Kojin
tahu dengan jelas apa yang ada dalam pikiran Urip dari cara Urip
menatap.
"Gelisah yang kau miliki bukan seperti naluri mempertahankan
kelangsungan hidup. Kau masih mencabang" sambung Kojin.
"Kau cerewet mirip guru Wahab ya" jawab Urip yang merasa dihakimi,
walau setengahnya Urip membenarkan apa yang diucap Kojin.
Urip memang masih sulit meniadakan perempuan yang telah mengambil
porsi besar dalam kesadarannya itu.

6.01.2014

Mirna

"Semua yang telah kau lalui tak sedikitpun yang tak tercatat oleh
malaikat rokib pun atit, terekam dengan baik di sekujur sumsum ingatan
membentuk gabungan doa juga pengganjaran yang setara dengan apa yang
telah pernah kau lihat dengar kata pun apa yang kau lakukan.
Menjelaskan bagaimana nasib suatu kaum bisa terbentuk. Mulai sebelum
adanya kamu hingga dinasti setelahmu. Mulai sebelum pembuahan sel
telur sampai sel telurmu sendiri telah disertakan sebagian catatan
nasib.
Jelas uncontrol tidak bukan melainkan berasal dari perjalannanmu
sendiri yang membentuk. Caramu berprilaku berawal dari sadarmu yang
mengendap hingga menjadi ketidak sadaranmu" Mirna menghentikan
membaca. Mengambil oksigen dengan tarikan nafas panjang lalu melepas,
mungkin dia perlu banyak oksigen agar bisa lebih lapang.
Sudah dua hari Mirna berusaha memahami tulisan Angga, menerka kemana
arah pola pikir primitif Angga akan bermuara.

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...