4.25.2020

Senja

"Seorang kakek duduk memandangi matahari yang beranjak. Ia mengenang masa lalu yang makin jauh tapi selalu lekat ketika senja.
Ia tahu tak seharusnya membiarkan seseorang sendiri menunggu sesuatu yang makin tak menentu
Kakek itu sadar jika seharusnya ia mengisi bagian yang hilang dari seseorang yang telah bersamanya untuk waktu yang cukup lama.
Juga seharusnya memastikan dianya tak sendiri, hingga dianya menemukan teman yang terbaik walau berarti kakek itu kehilangan
Takdir? Mungkin. Ikan berpikir takdir akan menuntunnya akan tetapi apa ikan
tahu takdir air tempat ia hidup"
Andika menghentikan cerita lalu meminum kopinya yang telah dingin.

4.18.2020

Tulisan Urip

... entah, taklah aku ada kecuali untuk kau dan mungkin kita tak akan pernah saling sentuh. Aku kagum terhadapmu melebihi dari yang seharusnya. 
Ketika bayanganmu ada yang kutahu hanya ingin lebih jauh untuk mengenalmu hingga bisa kusentuh rambutmu lalu biarkan waktu berlalu bersama suara detak jantungmu.
Aku tahu benar tidak mungkin kecuali kau dan aku hanya menggelapkan langit.
Jangan kau tanya sampai kapan menyia-nyiakan waktu.

Selembar kertas hasil tulisan tangan Urip yang sedang Kojin baca untuk memahami kemana arah pemikiran Urip tertiup angin yang disetai gerimis.
Andika membuang nafas panjang lalu beranjak dan mendekati Beng yang sedari tadi sibuk menyiapkan kayu bakar sebelum malam benar- benar gelap.


4.17.2020

Sore


"Hipotesisn waktu itu tentu hanya sekedar gagasan riset, aku sadar ada ambisi didalamnya, mungkin aku sendiri yang tahu. Jujur aku masih ragu"

"Aku barangkali berbeda pandangan dan aku rasa tidak akan kupilih jalan sepertimu, aku tidak berani menyampaikan jika aku sendiri masih ragu. Kadang gagasan bisa berarti harapan bagi orang lain, sedang dimataku harapan lebih berbahaya dari virus. Terlalu banyak sudah sahabatku yang telah menjadi korban dari harapan yang mereka telah bangun.
Walau mungkin bagi sebagian yang lain harapan adalah buah yang telah Adam dan Hawa pilih hingga keduanya terusir dari syurga. Pula dengan bekal harapan keduanya bisa bertahan di bumi"

"Terserah apa pendapat kalian, monyet keseibangan yang orang tanah dalam pun tanah luar perebutkan masih menjadi daya tarik bagiku. Aku akan kesana.
Aku dengar Urip telah lebih dulu kembali ke sana.
Entah apa yang Urip pikirkan hingga dia berani menginjak tanah dalam lagi
Aku juga belum paham pemikiran Urip"




Dikirim dari ponsel cerdas Samsung Galaxy saya.

4.03.2020

Tak Sama

Lehar membuang puntung rokok lalu menginjak untuk memastikan bara rokok benar-benar mati.
"Aku telah pernah meninggalkannya agar dia bisa dengan yang lain. Setiap kali aku merindu aku hanya mengintip dari jauh untuk memastikan dia tetap baik-baik sambil berharap dia bisa menemukan yang lain.
Waktu berlalu, setiap kali aku rindu  maka aku selalu menelan lagi rinduku padanya. Selalu membayang saat dia tersenyum atau marah padaku dan kini yang ada jelas tidak berjalan dengan baik" ujar Urip, entah pada siapa dia berkeluh.
"Benar kata Salma. Untuk apa kau kembali. Bukankah kau tidak mungkin bersamanya. Lalu untuk apa?
Setelah sekian lama kau menghilang apa kau berharap semua masih sama seperti yang dulu.
Aku rasa tidak akan" timpal Lehar

"Ya benar. Tidak akan sama dan aku tahu.
Tapi kenapa tidak kau biarkan aku sekedar ingin mendengar dia marah atau menamparku? Dan itu rasa yang masih sama"

4.02.2020

Sesal Mereka

Bukan hanya Dewi, sudah pasti yang lain juga muak, maka Urip sudah tahu itu.
Urip ada sudah salah ketika dia menghilang juga menyisakan tanya yang berujung pada salah. 

"Aku tidak tahu kembali kesini untuk apa. Yang aku tahu setiap di diamku selalu ada yang menyentuh pudakku dan terdengar sayup tanya" ujar Urip.
"Lalu untuk apa kau lalukan sesuatu jika kau sendiri tidak tahu apa yang kau lakukan. Apa setiap tanya harus ada jawab. Tidakkah kau sadar jika tanya itu tak lebih dari benci yang telah dia lontar padamu. Tidakkan kau sadar ketika dari jauh dia sentuh pundakmu hanya untuk melempas serapah? Tidakkah kau sadar?
Aku muak! Kau tak memiliki perasaan" serapah Salma berakhir tampar di pipi kiri Urip.
Urip tak bergeming dan sesaat kemudian membuang pandang sejauh mungkin untuk mengumpulkan dosa lalu menelan bersama liur dan memastikan satu persatu kesalahan itu memang ada padanya.
"Pergi!!"
"Aku muak!"
Salma benar-benar membeci Urip.

Setelah sesaat hening benci Salma perlahan melemah tapi tidak Dengan Dewi yang sedari tadi hanya diam. 
Air mata Dewi jatuh, kini berdiri lagi dihadapannya seorang penecut yang pernah ia temani. Dewi telah salah memilih.
"Aku dulu sedia menemanimu untuk bisa menyatukanmu dengannya. Aku berfikir kau bisa bahagia bersamanya di kemudian hari. Aku salah.
Bahkan aku sempat terpesona padamu orang yang seharusnya aku dampingi.
Kau bukan seperti yang aku rasakan waktu itu. Ada yang menyesak di dada ketika aku merasa telah pernah bersamamu Rip" lirih Dewi berucap.

4.01.2020

Untuk Apa

"Lalu untuk apa kau kembali? Aku hanya melihatmu yang tidak benar- benar ingin menjadikan sesuatu lebih baik." ujar Lehar.
Urip hanya bisu tak bisa menjawab.
"Kau sadar jika kau kembali maka ada yang benar-benar tidak baik akan bangkit? Kau sadar?" 
Lehar mulai tidak suka dengan keberadaan Urip yang memang sudah seharusnya tidak kembali.

Seharusnya Urip sudah cukup belajar untuk membaca diri sediri. Menilai obyektik akan apa yang ia pernah lakukan. 
Sedang orang lain mulai curiga jika Urip akan berulah seperti yang dulu.


Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...