6.29.2012

Kehidupan

Emosi, perasaan, pikiran pun nalar lebih mungkin untuk dijadikan penopang keyakinan sebelum pengambilan keputusan atas kesempatan dari peluang yang dihamparkan oleh ruang dan waktu.
Tentu sangat bisa dipilih secara bebas dari janji yang ditawarkan untuk menjadi tujuan dalam hidup.
Untuk bertahan hidup, untuk menegaskan hidup, untuk menikmati hidup, atau membiarkan hidup berlaku atas mekanismenya sendiri.

Dan setelah semua ditawarkan tinggal kesediaan untuk memaknai kehidupan, jika disangka kehidupan bermakna maka akan menjadi bermakna, sehingga bisa dibeberkan dengan bumbu-bumbu yang menggairahkan untuk dicermati dan hidup akan terasa mempesona.
Sedang jika pilihan yang diambil tidak bersedia terhadap sangka akan makna kehidupan, maka boleh asyik dengan hampa dan tak perlu dimakna. Lalu katakan "ah..untuk apa"

Suatu ketika aku teringat akan seorang perempuan yang waktu itu memberiku kalimat "tiada sangka juga bisa dengan memecah sangka" waktu itu aku terkejut hingga perlu waktu yang cukup lama untuk menterjemahkan secara nyata kalimat itu dikehidupan.
Bahkan saat aku menulis inipun masih suka kehilangan makna dari kalimat itu.

6.27.2012

Ternyata Aku Tetap Tak Pintar

Kadang nada bisa menentukan hentakannya sendiri, hanya itu yang aku fahami, hingga sungguh-sungguh aku tidak pernah mengerti sama sekali.

Mungkin itu tidak akan berlaku bagi sang pengejar mimpi, tentu mereka akan mengatakan jika ada alasan sendiri-sendiri dari setiap individu untuk sebuah optimisme.
Dan sesuatu yang berharga tidak akan pernah mudah untuk didapat.
Lalu sesekali disetengah perasaannya mengatakan "sungguh cinta bukanlah pilihan yang mungkin"

6.24.2012

Dewi Menemani

"....dulu aku pikir benar, seperti yang aku lihat dan dengar tentang sahabatku, keluarga pun keyakinan yang aku yakini. Sekarang telah habis terbakar dan tinggal menyisakan abu yang mudah hilang tertiup angin.
Awalnya bingung dan sulit percaya ketika suatu hari menyadari burung gagak hitam telah menuntunku, dan saat aku memutuskan untuk mengambil jalan lain justru gagak hitam itu telah terlalu dekat denganku, enggan berlalu..."
Arya benar-benar mabuk berat, demi berusaha keras untuk lari, kali ini kelihatannya dia sedang tidak ingin bermesra dengan masalah, tidak seperti sebelum-belumnya yang bisa tersenyum ketika dihadang dengan kesulitan. Arya benar-benar kusut.

Sedang Dewi masih setia menuangkan arak kedalam gelas setiap kali Arya meminta. Dewi menyaksikan kehancuran perasaan Arya dengan diikuti oleh hatinya sendiri yang juga ikut hancur didalamnya.
Dewi telah menyadari jika Arya lebih daripada sekedar tuan yang harus dikabulkan setiap keinginannya demi mendapat pengikut dikemudian hari, sebagai konsekuensi atas layanan yang telah diberikan.
Dewi sungguh sangat sadar jika telah salah dengan mengharapkan Arya bukan sebagai tuan.

6.23.2012

Arya mabuk

".......keinginan untuk bisa menaklukkan ruang dan waktu beserta apa yang ada didalamnya menjadikan sang pikir tumbuh subur dengan sangka akan peluang sebagai daun lebatnya dan berbunga hayalan yang indah dengan segala pesona yang menggoda sebelum tersusun menjadi harapan.
Lalu menjadi buah dalam bentuk persepsi sebelum kemungkinan dari peluang yang dituakan dengan konsep demi meyakinkan dan dimatangkan dengan analisa dan hitungan yang mendalam, dan telah siap petik dalam percobaan sebelum sepenuhnya dibenarkan dan sebelum dihidangkan dalam bentuk pencapaian yang disebut-sebut sebagai kemajuan peradaban.
Alhasil kemampuan daya pikirlah yang kini menjadi paling bertahta dalam kehidupan sosial, bahkan sangat laku untuk menentukan status, diagungkan demi memuaskan rasa ingin yang selalu datang seperti rasa lapar. Lapar yang selalu muncul lagi sesaat kemudian setelah keinginan yang sebelumnya telah terpuaskan.
Kau bisa sebut itu baik atau buruk, atau kau tak perlu hirau, atau kau.."
Arya mengakhiri kalimat dengan tawa terbahak, kelihatannya Arya mabuk lagi. Arya memilih alkohol untuk memesrakan dirinya dengan apa-apa yang menjadi sandungan. Arya sangat jarang memandegkan apa yang telah dikehendaki walaupun itu sulit bahkan mustahil.

Rupanya Arya terlalu gugup dihadapkan dengan perasaan yang tak pernah dimengerti, perasaan yang mampu mengacak-acak kehidupannya.
Rupanya Arya tersulitkan oleh hubungan yang kian nyata semu, semu yang tak pernah hilang dari pelupuk mata, walau berulang kali mencoba menghapusnya.

Arya Yang Keras Kepala

"Tak satupun pijak kaki yang sia-sia melainkan kesalahan yang nyata dan akan menjadi pembenar di kemudian hari, sebab kesalahan hanya proses menuju benar. Juga tak akan pernah ada keinginan untuk berubah nasib karena inilah jalanku, aku suka menjadi aku, bagaimana mungkin aku berubah menjadi selain dari pada aku, baik pun buruk hanya penilaian manusia, bukan penilaian pemilik semesta sekalian alam.
Sekarang yang aku lakukan cukup dengan menyimpan dan menjaga namanya dengan baik dalam ingatan, tak lebih"
Ucap Arya kepada Dewi yang sedari tadi memandangi wajah Arya yang terlihat dingin. Seolah Dewi ingin mencari sendiri isi hati Arya, dibalik wajah Arya yang gamang.

Rupanya Dewi hanya melihat Arya sebagai pribadi yang keras kepala. Lebih mungkin jika dibilang egois.

6.21.2012

Arya

Arya hanya menimbulkan beban di setiap tempat dia berpijak, seolah memendam kegelapan jika dilihat dari setiap kalimat yang tersampaikan, bahkan kelihatannya iblis telah menyatu, mendarah daging didalam hidupnya. Sangat wajar jika kehadirannya diragukan bahkan ditolak, tak terkecuali Kemala.

Sementara yang lain berlindung kepada Tuhan pencipta semesta sekalian alam dari pada godaan setan yang dikutuk dan dirajam. Sebaliknya Arya seolah asik bermesra.

Jalan masih panjang, awal atau akhir masih menjadi pertanyaan. Sedang Dewi masih setia menemani, menunggu Arya menentukan langkah yang meski ditempuh.

Dan Tuhanmu tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu sendiri. merubahnya.

6.19.2012

Kesetiaan Arya

Sedang cinta tak ubahnya bisik iblis akan kebahagian dan berjuta harapan untuk memberi warna dikehidupan. Arya sejak awal telah faham dengan apa itu yang disebut dunia adalah kemewahan palsu.
Lalu untuk apa lari jika telah nyata palsu.

Arya pilih setia menyimpan sebuah nama dengan apik, untuk dijadikan nafas disetiap gerak dan ucap dari bibirnya, sehingga menyempurnakan dusta demi dusta yang dilontar.
Arya masih taat dengan cintanya walau itu sulit bahkan tak mungkin, pun tahu itu hanya menyiksa diri. Bukankah cinta akan indah dan bahagia selama masih ada luka, lalu mengapa harus menghindar saat dilumuri luka.
Cinta bukanlah pasangan yang telah dijanjikan. Tidak ada disebutkan dalam kitab tuntutan umat beragama tentang cinta asmara, melainkan pasangan yang telah dihalalkan bagimu.
Lalu mengapa masih diagungkan cinta bahkan seolah kudus.
Setidaknya cinta telah memberi gairah dan goda dengan aroma yang diharamkan bagimu lebih dari pandangan pertama.

6.17.2012

Yang Seharusnya

Kemala bernafas untuk sesuatu yang berharga, tak mungkin sedemikian jauhnya terbang jika mencari sesuatu yang sia-sia. Lalu dengan alasan apa sehingga harus mengucapkan selamat tinggal kepada Arya.
Kemala mungkin akan sungguh sangat menghargai jika Arya bisa berlalu dari pandangan.

"Semoga kau menemukan apa yang kau cari dan tak akan pernah lagi menciptakan perasaan" gumam Kemala

6.16.2012

Senyum Yang Terlepas


Kehadiran Arya lebih merupakan kelukaan, kebencian demi kebencian terbentuk seiring putaran waktu yang terus berjalan,  kebencian yang setengahnya justru berubah wujud menjadi rindu, rindu yang pahit bila tersirat dihati, satu rindu yang justru membangkitkan sepi dan kedinginan yang tak bertepi.
Semua benda-benda bisu yang ada seolah tertawa melihat Kemala, terasa mengejek atas ketidak mampuan Kemala mengurai kusutnya permainan yang tidak pernah dimengerti pun tidak pernah sekalipun terlintas dalam bayangan sebelumnya.
“Aku tahu apa itu cinta, tapi bukan untuk Arya yang setengah  gila” teriak Kemala dengan lantang dan wajah yang memerah mengambarkan tumpahnya seluruh kemarahan. Tapi tak begitu  lama  wajah marah Kemala mendadak berubah drastis setelah tersadar  dirinya yang ngomel sendiri dan terasa aneh.
Perlahan  muram  Kemala berlalu setelah otaknya kembali waras, ingatannya kini membangkitkan kesadaran akan adanya ritual tertinggi dari prosesi sunah yang telah menunggu dirinya untuk menjalankan peran sebagai perempuan seutuhnya, perempuan yang akan melahirkan keturunan-keturunan   penyelamat dikemudian hari, seperti  yang telah dijanjikan dari tiga perkara yang menyelamatkan di hari akhir.
Yang ada malah terasa makin jauh ketika Arya yang setengah gila hadir disebagian perasaaanya, Arya tak lebih dari pengganggu keseimbangan dalam kehidupan. Ada penyesalan dihati  Kemala karena telah meremehkan Arya yang ternyata lebih gila dari yang diperkirakan.

Angin berhembus lembut menyapa dengan ramah, masih banyak hal yang lebih penting untuk diselesaikan. Eropa dulu pernah diidamkan dan sekarang kaki telah berpijak, masih bayak kawan yang bisa disapa. Kemala menghela nafas lalu bangkit untuk melangkahkan kaki dengan tujuan bergabung dengan senyum dari komunitas warga Indonesia di Eropa, berbagi salam hingga perasaan sekedar pengobat rindu akan tanah kelahiran.
“Arya” senyum tipis terlepas dari bibir lembut Kemala, menghanyutkan segala nostalgia.

Kemala

Bayangan masa lalu sebelum mata terlelap perlahan berubah menjadi rindu akan masa-masa menghabiskan waktu bersama ibunya nun jauh di tanah kelahiran, lalu orang-orang istimewa bermunculan dalam ingatan seakan masih belum terlalu lama. Ada kerinduan yang dalam pada mereka semua, ingin Kemala mengulang andai dia bisa mengundur waktu.
Namun semua berantakan ketika ingatannya memunculkan nama Arya, nafas tak lagi nyaman, masam liur berubah menjadi pahit, terrampas semua kenangan.
Sungguh Kemala tersadar jika pertemuannya dengan Arya menjadi kisah paling buruk dari semua yang pernah dilaluinya.
"Arya, mengapa kau singgah dalam hidupku" sesal dalam hati Kemala setengah menyalahkan. Kemala masih memiliki hati dan perasaan, bukan melulu matematis dan science dikepalanya. Entah apa yang menjadi daya tarik Arya sehingga Kemala rela memberi ruang untuknya. Atau mungkin Arya merupakan hukuman bagi Kemala.
"Arya kau brengsek" Kemala menutup mata rapat-rapat berusaha membuang.

6.14.2012

Arya

Tidakkah Arya sadar jika Kemala tak akan pernah menjadikan dirinnya sebagai prioritas. Sudah sangat jelas Kemala berasal dari kasta yang berbeda, lagipula Kemala bukan perempuan bodoh yang mudah terlarut dengan perasaan, tak akan mungkin terjatuh dengan rayu murahan Arya, Kemala berjalan dengan logika dan realita kehidupan modern yang sangat bertolak belakang dengan pola pikir Arya yang sempit dan sangat tradisional, Arya selalu mengandalkan perasaan bahkan mudah menyerahkan nasib pada kehidupan.
Kegilaan Arya hanya makin mempertegas kebodohannya yang tak lagi mampu berpikir jernih. Otak cerdasnya terlalu kecil dihadapkan dengan prilaku sosial modern. Jelas jika otak primitifnya menjadi makin dominan, alhasil menerjang semua aturan yang berlaku secara umum.
Ataukah mungkin perlakuannya terhadap Dewi adalah satu-satunya cara Arya untuk menumpahkan kesadaran cinta yang sejak awal telah disadari hanya rekayasa iblis yang bercokol dalam kepalanya.

6.12.2012

Benarkah Arya

Sang waktu terus berjalan mengantar kehidupan pada satu masa yang gelap dan dingin, tak mungkin ada manusia yang abadi. Tetapi Arya terus menerjang apa-apa yang dilarang dan seolah melupa akan adanya hari pembalasan, yaitu di hari yang telah dijanjikan. Ataukah mungkin terlalu rapuh keimanan Arya ketika dihadapkan dengan perasaan cinta yang diagungkan oleh anak cucu Adam sehingga mengambil langkah di jalan sekutu setan dengan bisiknya yang mampu membolak-balik kalimat suci untuk dijadikannya berkelit lalu minta dibenarkan, sedang setengah dari hatinya sendiri meragukan apa yang diucapkannya.
Seharusnya Arya segera sadar untuk membuang jauh gambaran tentang Kemala lalu melupakannya karena segala pelampiasan dan pelarian yang dilakukannya justru menjadi petaka ketika di hati dan pikirannya masih menyimpan nama Kemala. Mustahil jika Arya tidak mengetahui arti pungguk merindu bulan.

Ataukah mungkin Arya memang gila, tapi mengapa dia bisa sedemikian gila.

6.10.2012

Kegelapan

Arya telah benar-benar kehilangan hasrat dan hormat terhadap akidah yang seharusnya menopang akhlak dalam kehidupan makhluk sosial.
Sungguh petaka ketika kehidupan cerdas justru mengikuti insting dan naluri purba di jaman yang sedemikian modern dan kompleks. Menjadi ironi bagi Dewi yang berwujud seperti iblis malah merasa sedih dan terpukul ketika tersadar telah melakukan sesat dalam perbuatan.
Sedang bulan terlihat seolah enggan menyaksikan dan memilih sembunyi di balik awan yang hitam.
Mungkin kegelapan akan kembali mengambil wujud aslinya yang sudah terlalu lama dipenjara oleh kalimah suci milik para syuhada, aulia dan wali-wali.

6.09.2012

Jangan menangis

Tetes embun yang terjatuh dari ujung dedaunan terdengar seperti celaan, ketika Arya benar-benar melakukan apa yang seharusnya dilakukan terhadap tubuh mulus Dewi, Arya menumpahkan seluruh kasih yang dimiliki dalam kemesraan tubuh.

Lalu apa yang terjadi, adakah kudus seperti janji para pemuja cinta, yang ada justru ditiap sentuhan lembut Arya menjadikan luka dihati Dewi, kini Dewi harus menggigit bibirnya sendiri, membiarkan linang air matanya, semua itu bukanlah tanda bahagia karena Arya telah memenuhi apa yang diharapkannya , melainkan ungkapan atas remuknya perasaan. Dipandangi wajah Arya dalam-dalam dibawah remang cahaya bulan, berharap ada jawaban, akan tetapi justru makin dalam perih yang Dewi dapati.
Dan kini Dewi hanya bisa memalingkan wajah membuang pandang menahan rasa dari bisa asmara yang diterima.
"Mengapa" bibir Dewi berucap lirih.
Sedang daun-daun engan menjawab, memilih tetap setia dengan bisu, lalu menyimpan semua dalam catatannya.
Tetapi Arya tetap larut dalam drama yang sudah terlanjur dimainkan, berusaha tetap setia dengan iblis sekalipun. Jalan hitam tak pernah dihiraukan demi mengimani keyakinan akan naskah alam yang telah Dia jajikan. Arya memang hitam.

"Jangan ada air mata"

6.08.2012

Dewi Resah

Kalimat Arya yang terlontar sama sekali tak jelas kemana arah dan tujuannya.
Arya hanya tahu di kalimat untuk mewakili segala isi hatinya, melupa jika tubuh Dewi masih dingin dan sangat memerlukan sentuhan tangan nakalnya yang membuat cinta terasa lebih manis, ketika cinta dilumuri nafas yang menggelora. Tapi bukan Arya tak ingin, melainkan terlalu sulit bagi dia untuk berani.

Sedang Dewi merasa sakit dan ingin menangis, sungguh menjadi siksa ketika dia ingin mendapat perasaan dan tubuh Arya seutuhnya akan tetapi kenyataannya Arya hanya bisa memeluk. Tubuh mulus yang dimiliki rasanya seperti tak berguna.

"Aku perempuan, bukankah seharusnya tubuhku menarik ditiap lekuknya. Mengapa Arya tak menyentuhku dengan lebih" walau jelas dalam dekapan akan tetapi Dewi mulai ragu.
Dewi menghela nafas mengurangi kecamuk, sedang tangan mereka berdua saling terpaut, Dewi sangat mengharap keberanian Arya untuk lebih menunjukan rasa terhadap dirinya.

"Aku bisa merasakan apa yang Kemala rasakan, hanya bisa memandang dan tak lebih, sudah tentu sangat tidak memberi kenyamanan" Dewi berucap dalam hati, kemudian hanya diam dan tak tahu apa yang seharusnya dilakukan.

6.06.2012

Dewi Bimbang

Dewi tidak memahami pola pikir Arya. Arya mengaku tidak beragama, sementara kebanyakan orang memilih beragama demi akhirat atau surga, seharusnya Arya segera menjauh setelah mengetahui dia iblis, tapi mengapa tak terlihat ada niat dari Arya untuk menjauh. Bahkan sekarang sedang mendekap dirinya tanpa ada terlihat rasa risih.

Sebenarnya Dewi sangat mudah untuk menutupi tanduk dan juga taringnya lalu menjelma menjadi lebih cantik dari bidadari, kemudian menggoda Arya dengan kemolekan tubuh mulusnya untuk memancing syahwat Arya hingga ubun-ubun.
Tapi entah mengapa menjadi terbalik, Dewi justru malu ketika bagian tubuhnya terlihat dihadapan Arya, Dewi merasa lemah, dan berdebar ketika bertemu pandang dengan Arya.
Makin membuat Dewi gelisah ketika dia tersadar mulai timbul perasaan cemburu ketika Arya menyebut nama Kemala. Walau dia bisa merubah dirinya seperti wujud Kemala agar bisa dipuja oleh Arya, akan tetapi Dewi ingin Arya mengakui dia dengan apa adanya. Dewi mulai bimbang, benarkah ini tanda cinta.
Dewi ingin menepis.

6.05.2012

Lihatlah Mata Kami


 “LADY GAGA PEMUJA SETAN” Begitu kira-kira yang aku terima dari informasi media elektronik minggu lalu.
Atas nama warga pribumi Indonesia aku meminta maaf atas fitnah yang telah tersampaikan.
Kategori fitnah jikalau aku tidak salah tafsir yaitu menuduh, sedang yang dituduh tidak terbukti pernah melakukan apa yang dituduhkan. Jika aku salah tafsir tolong dibenarkan.
Jika penuduh benar-benar melihat Lady Gaga berhadapan dengan setan dan memujanya, kapan dan buktikan, jika benar dan terbukti aku akan minta maaf kepada seluruh orang Indonesia, bahkan kepalaku jadi taruhan.
bukankah fitnah adalah cara setan, kemudian penebar fitnah itu apa? 
Kami pribumi menurut sejarah selalu menerima tamu dengan baik tanpa kalimat keji, Hindu datang kami persilahkan, Budha datang kami sambut, Islam datang kami terima pun Kristiani tak kami tolak. Itulah pribumi Indonesia.
Lady Gaga maafkan kami, yang kami saksikan lewat televisi adalah cara-cara budaya luar yang memaksa kami untuk tunduk dengan aturan mereka, karena mereka merasa baik dan benar.

Salam, dan air mata maaf atas kekejian kami.

Dibawah Pohon Gaharu Menyan


Hitam kelam hanya olok dari mereka yang merasa baik-baik, menjadi mustahil bila terucap dari bibir sesama hitam kelam. Sedang Arya hanya tertawa.
Arya berasal dari suku Jawa, dia berpikir dan berprilaku Jawa, pun darah, nafas dan juga ruh yang ada didalam tubuhnya Jawa. Dia sekarang tinggal bersama orang Dayak Manyan di Kalimatan. Arya termasuk kolot alias terlalu kuno. Dia menyukai ritual-ritual purba dan hampir tidak beragama, seperti agama yang telah ditetapkan oleh negara tempat dia tinggal.  Bahkan kemala menganggap Arya ateis, tetapi Arya masih saja tertawa.

“Mengapa kau mau memelukku, bukankah aku yang dibenci dan dikutuk” Tanya Dewi yang masih dalam dekapan Arya.
“Siapa yang bilang kau dikutuk” Arya ganti bertanya sambil memandang bulan yang terlihat diantara sela dedaunan pohon gaharu menyan tempat dia dan Dewi bersandar. Sedang Dewi tak menjawab lagi, hanya makin merapatkan tubuhnya pada Arya.

“Tuhan dulu menurunkan agama agar manusia  berakhlak. Sedang aku mengartikan akhlak sebagai aturan supaya tidak saling menyakiti, merugikan dan santun dalam prilaku, sehingga membawa kenyamanan bagi yang lain maupun diri kita.
Aku tidak membencimu karena aku bukan termasuk orang yang beragama. Sedang yang aku lihat  kebencian justru terlahir dari orang-orang yang merasa beragama, sedang agamanya sendiri tidaklah mengajarkan kebencian.
Orang Jawa juga orang Dayak memilih cara dengan menghormati yang lain dan hidup berdampingan, lalu menghindari kebencian. Yang  aku rasakan adanya kamupun atas ridho Tuhan, jika Tuhan tidak ridho bagaimana mungkin kamu ada, maka jika aku membencimu berarti aku membenci ridho Tuhan itu sendiri. Sedang aku lebih takut ketika Tuhan tidak Ridho, dari pada api neraka yang telah dikabarkan agama.
Adab pun budayaku Indonesia, bukanlah Islam, Kristiani, Majusi ataupun Zoroaster. Dan aku tidak membenci Islam, Kristiani, Majusi atau agama apapun, termasuk aku tidak akan membencimu”

6.03.2012

Salam Dari Damai

Waktu dan ruang selalu setia memberi kesempatan kepada alam dan seisinya untuk larut dalam pencariannya masing-masing, mempersilahkan hidup untuk asyik berekspresi.
Manusia, malaikat, jin, pun iblis saling berebut peran dan pengaruh demi keyakinan yang dibawanya dan telah mengakar dalam jiwa mereka masing-masing. Segala bujuk, rayu, janji pun harapan ditebarkan untuk menghias gairah kehidupan, sehingga menjadikan gerak dengan warna-warninya yang menakjubkan.

Entah apa yang ada dibenak Arya, sehingga tak lagi memandang siapa yang ada didalam dekapannya sekarang. Jin atau malaikat bahkan mungkin iblis, kelihatannya Arya tiada hirau sama sekali. Mungkinkah Arya telah menjadi gila. Atau barangkali memang sudah sejak awal ada yang benar-benar tidak beres didalam diri Arya seperti dugaan Kemala waktu itu, ataukah mungkin Arya menjadi gila semenjak dia berpisah dengan Kemala. Hanya ruang dan waktu yang menjadi saksi atas kejadian, sedang yang tahu mungkin hanya ruh, karena ruh barangkali yang menyimpan semua catatan untuk diurai di kemudian hari, di hari yang telah dijanjikan, bukan sang hati, karena sang hati masih terlalu mudah untuk dibolak-balikkan.

Atau kali ini iblis benar-benar bisa tertawa, karena telah berhasil menaklukkan Arya dengan umpan kasih sayang yang menyentuh perasaan, hingga dia luluh. Terbukti dengan Arya yang telah terlarut dalam damai peluk perempuan tanpa ikatan pernikahan. Pelukan yang mampu menawarkan segala lara hatinya.

Mantra alam terasa hitam dan kelam. Menenggelamkan sisi kesadaran manusia yang seharusnya.

6.01.2012

Selimut Malam


Bulan terlihat anggun dengan cahayanya yang tidak menyilaukan, menawarkan harapan akan kedamaian. Dewi membiarkan dirinya larut dalam dekapan Arya.

“Dulu aku sangat mengagumi Kemala, bahkan sampai saat inipun aku masih mengaguminya. Kemala  sosok cerdas yang pernah aku kenal, dia memiliki cinta dengan segala kerumitan dan juga segala tawar-menawar posisi nyata maupun maya. Kemala tahu bagaimana cara membenturkan mimpi dengan nyata, lalu bersikap dengan logika. Kemala telah mengajarkan apa itu keberaniaan berekspresi. 

Lalu Shanti walaupun dia seorang pelacur akan tetapi dia tahu bagaimana cara menenggelamkan mimpi dan memilih bersyukur atas perihnya hidup. Shanti sangat sadar bahwa diriya bukanlah orang yang baik apalagi suci, sadar akan posisinya yang rendah didalam status sosial, hingga Shanti tahu hidupnya hanya boleh untuk melayani, Shanti melakukan pelayanan dengan segala kesungguhan yang dimiliki, akan tetapi justru itu yang bisa menjadikannya ikhlas tanpa keluhan. Shanti telah mengajarkan bagaimana seharusnya bisa berguna untuk yang lain diatas segala rendah yang dimiliki, bukan justru sibuk menuntut untuk ditinggikan harkat pun martabatnya, apalagi sibuk merendahkan yang lain. 

Pun engkau Dewi, telah menyadarkan betapa golongan hanya pembentukan akan rasa tinggi yang diakhirnya akan merendahkan apa-apa yang ada diluar dari pada golongan itu sendiri.
Aku mulai sadar memang manusia selalu mencurahkan pikiran dan jiwanya untuk pengetahuan yang akan memberi manfaat pun kemuliaan bagi kehidupannya, kehidupan golongan manusia, akan tetapi tanpa disadari golongan manusia telah menjadikan yang lain sebagai tumbal atas kemuliaannya, yang lain dianggap tak pernah memiliki hak yang sama dimuka bumi, yang lain hanya rendahan yang bisa dihacurkan. Seolah hanya manusia yang berhak atas kehidupan, lalu melupa jika semesta ini bukan untuk manusia semata”

Arya menyudahi kalimat, lalu membiarkan malam yang dihiasi bulan dan berjuta bintang menjadi selimut atas tubuhnya yang sedang berdekapan dengan Dewi.  Pun Dewi enggan melepas rasa teduh yang melumuri sekujur tubuh dan segenap perasaanya. Orchestra seraga dan burung malam tak mau kalah dalam mengambil peran demi menambahkan harmoni.
Keduanya tak lagi hirau tentang adanya malaikat yang sibuk menyusun kerumitan catatan untuk presentasi dihadapan Tuhan dikemudian hari.

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...