9.28.2013

Tulisan Sahabat

"melihat beragam informasi nama dan wajah sama sekali tidak membantu menjawab pertanyaan hal seperti apa yang akan aku dapat. Seperti biasa aku memilih untuk menjadi pengecut. Mengabaikan semua pesan yang masuk ke dalam kotak surat"

Untuk apa mencari jawaban akan hal yang akan didapat sedang sudah jelas kau sedang menanam padi, tentu padi yang kau petik, tak mungkin kau petik labu. Pernyataan yang seolah kau tak pernah sadar jika kau sedang menanam.
Apalagi jika kalimat itu berbunyi "hal seperti apa yang akan aku dapat" maka makin bingung lagi aku memahami. Sedang yang kita kerjakan setiap hari tak sekalipun seperti yang orang lain kerjakan bagaimana mungkin akan menghasilkan sesuatu hal yang seperti orang lain dapat, dari cara tidur berbeda, cara makan berbeda, cara duduk berbeda dan...., memang seperti bukan sama, tetapi ada sesuatu yang bersifat penyeragaman.
Yang aku tahu Tuhan memberi imbalan yang sesuai dengan apa yang telah manusia lakukan bukan penyeragaman.

"Seperti biasa aku memilih untuk menjadi pengecut. Mengabaikan semua pesan yang masuk ke dalam kotak surat"  Bukanlah seperti maksud yang tertulis.
Seorang perempuan dengan tidak sadar telah berusaha untuk memerdekakan dirinya sendiri atas pengekangan yang telah menggurita di kesadaran semenjak dia membuka mata dari tidurnya setiap pagi.
Orang lain tak sekalipun bisa mendikte pribadi lain, setiap pribadi merdeka atas nafasnya sendiri, hanya alasan kenyamanan bersosial dan yang telah diatur dalam undang-undang yang berhak mengekang. Tapi kita orang timur dimana tak sekedar undang-undang yang mengatur namun tatapan mata orang lain bisa berubah menjadi hukum melebihi undang-undang, seolah diri sendiri harus tahu sebelum mata yang lain tajam menatap segala prilaku.
Tinggal kau ingin menjadi diri sendiri atau taat dengan tatapan orang lain.

Kehidupan tak pernah seperti apalagi sama. Jika aku gelandangan yang tak memiliki status sosial jelas mungkin akan banyak orang memandangku dengan tak sebagai manusia utuh. Haruskah aku menjadi seperti mereka? sedang aku berasal dari sperma yang berbeda.
Apa yang menjadi ukuran seseorang, menilai seseorang dari apa yang telah didapat, mendapat pemuasan dari apa yang ada dipikiran bukan ketulusan seseorang menjalani hidup, setia dengan apa yang diimani, kesediaan berbagi hingga menemukan hati yang lain.

Mata menjadi ukuran bukan hati.

9.24.2013

Hatiku

Berapa lagi waktu yang harus terlalui. Sedang hampir disetiap malam
hati menguasai kesadaran tubuh, pikiran tunduk, tertumpah demi
kekasih. Kau.

Jika aku sedang waras, sadar maka rentang jarak beribu kilometer
terasa sudah cukup menyurutkan semua bayangan tentang kau. Tapi waras
itu tak pernah lama.
Ah... Selalu hati, aku hidup dengan tekuasai hati, bukan pikiran
waras. Pun setiap aku tanya pada hati tentang kau, mengapa harus kau,
tidakkah ada yang lain? Maka aku tak pernah mendapat jawaban kecuali
justru melihat kau dari jendela untuk memastikan bahwa kau masih ada,
kemudian pilihan mengetikkan kalimat menjadi pelepas segala muatan di
hati.
Aku tak bisa berpikir lagi jika itu tentang kau.

Langit malam penuh bintang yang terlihat terang dan disini sepi
sekali, orang-orang sudah terlelap namun tidak untuk aku.
Terpikir, kapan kau bisa berlalu, tidakkah kau bisa menyakiti hatiku.
Ya, aku berharap kau bisa hancurkan hatiku.

9.21.2013

Kau

Empat pilar utama. Coba bayangkan mobil yang kau miliki salah satu
dari keempat rodanya memiliki ukuran roda yang lebih besar dan lebih
tinggi, sudah pasti mobil itu tidak akan nyaman dilihat pun ketika
dinaiki. Andai kau membuat seribu alasan sebagai konsep yang mendukung
untuk hal itu hingga bisa dibenarkan oleh orang lain namun aku rasa
ketika kau menaiki mobil itu sebenarnya tak akan pernah nyaman.
Ketika kau merasa telah benar dengan apa yang kau pikirkan tentang
hidup tentu aku rasa itu tak beda dengan analogi mobil tadi.
Kau melupakan adanya hati, naluri pun ego. Kau mengabaikan tiga dari
roda yang tersisa, kau biarkan tiga dari roda yang tersisa itu terlalu
kecil, satu roda saja yang kau jadikan besar.
Apa benar yang kau sangka dan pikirkan telah benar? Dengan berlalunya
semua akan menjadikan keadan lebih baik? Benarkah kau dan aku bukan
untuk bersama?
Ah...

Sungguh hidup telah mengajarkan pada kita tentang adanya tiga pilar
yang tersisa dari empat pilar yang seharusnya, tapi kita abai, kita
lebih percaya dengan satu pilar, pilar yang disebut sebagai pikiran,
kita sebenarnya tak pernah mempercayai ajaran, apa lagi melakukan.
Kau ingin bukti jika kita lebih percaya pikiran? Sebut saja poligami,
agama telah mengajarkan apa itu poligami, lalu kita tanyakan pada diri
kita sendiri. Tidak setuju jawab kita, dengan alasan menyakitkan hati
perempuan dan bla bla bla. Bukankah kita telah memikirkan banyak hal
atas penolakan poligami itu?
Ini bukti agama yang hanya akan berlaku jika ajarannya aku suka, maka
yang aku suka itu akan aku dengang-dengungkan dan jika ajaran itu aku
tidak suka, tentu akan aku musnahkan. Sudah barang tentu pikiran yang
menyusun banyak alasan agar ajaran yang tidak aku suka itu bisa
dimusnahkan.
Sedang kita telah tahu statistik kependudukan, berapa jumlah pria dan
berapa jumlah wanita, bukankah wanita masih lebih banyak? Dua pertiga
untuk wanita dan pria sepertiganya. Jika kita asumsi satu laki-laki
hanya menikahi satu wanita lalu sisanya mau diapakan? Dijadikan
pelacur? Dan andai sisanya itu salah satu saudara kita? Terbayangkah
jika saudara kita sendiri yang jadi pelacur?
Logika menerima apa maksud dari ajaran tapi karena aku tidak suka maka
pikiran mencarikan alasan agar ajaran dimusnahkan.
Bukankah itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa kita lebih mengimani pikiran?

Jika kau merasa menjadi manusia yang logis maka sudah pasti atheis.
Semua hal didunia ini memiliki alasan yang logis atas kejadiannya,
semua proses jelas. Lalu jika semua bisa kau urai secara logis proses
kejadiannya terus Tuhan terlibat di bagian apa? Logis samadengan tidak
Tuhan.

Aku orang Jawa yang tidak logis. Dengan tidak logis aku tahu apa itu
hati, naluri pun ego. Karena hati bukan logika.
Aku mengenal kau bukan sekedar kau yang bisa aku sentuh, aku mengenal
kau sedalam yang tak tersentuh.
Aku bukanlah senang padamu tapi aku bahagia ketika kau ada.

Berlalulah jika itu maumu.

9.17.2013

Sakit

"Keresahan justru wajib ada pada makluk cerdas dan akan batal hukumnya
menjadi makluk cerdas jika tak memiliki resah.
Resah lebih memiliki makna mempertanyakan kembali ego dari individu
atas sedianya memikul tanggung jawab hidup.
Jika kau merasa tak sanggup memikulnya maka membiarkan sesuatu yang
meresahkan adalah pilihan terbaik. Percayalah terkadang menyelesaikan
masalah adalah dengan tidak menganggap sesuatu itu sebagai masalah.
Sesuatu tak pernah terlihat rumit kecuali kecerdasanmu sendirilah yang
menjadikan rumit"

Kalimat dari Wulan yang masih jelas dalam ingatan Pram. Kalimat yang
sebenarnya Wulan sampaikan pada Pram untuk upaya pengalihan
konsentrasi masalah perasaan agar beralih pada wilayah logis, karena
Pram memiliki riwayat trauma yang sering mempengaruhi kejiwaannya
hingga berdampak pada prilaku.

Barangkali setiap manusia memiliki sakitnya sendiri yang Tuhan telah
sesuaikan menurut kadarnya masing-masing.
Pram sedikit lebih cerdas dari Angga tentu memiliki permasalahan yang
lebih kompleks daripada Angga.
Angga yang tak terlalu pintar. Angga yang hanya tahu bahwa dirinya
telah terlanjur kagum pada seorang perempuan.

9.15.2013

Hujan Pagi Hari

Nada panggil berbunyi dan sesaat kemudian Pram mengeluarkan selularnya
dari dalam saku. Pram terdiam melihat nama panggilan yang masuk dan
kemudian menekan tombol merah, bukan untuk memutus panggilan melainkan
mematikan selular itu.
Langit pagi masih terselimuti mendukung tipis tak memberi kesempatan
pada matahari untuk memberikan sinar hangatnya pada bumi. Pagi yang
tak sempurna bagi sebagian orang dan mungkin sangat sempurna bagi
sebagian orang yang lainnya lagi.
Pram menghentikan kursi rodanya di bawah pohon trembesi yang tinggi
menjulang sedang matanya tertuju pada kelincahan burung penghisap
madu yang terlihat sibuk memilih bunganya. Pram hanya ingin sendiri,
tidak untuk apa. Langit malah makin gelap, semakin jelas jika hujan
tak akan lama lagi bakal turun. Pram menyalakan rokok yang sejam lalu
sempat dibencinya untuk mengusir dingin.
Benar, hujan turun bahkan petir juga menyambar. Pram tak ingin berlalu
walaupun air hujan yang menembus dedaunan telah cukup membasahi
dirinya. Ada perasaan ingin membiarkan apa saja yang ada untuk
menghukum dirinya lebih dalam. Jelas tergambar ada konflik di dalam
tubuh Pram, sesuatu yang tidak akan bisa dia bahasakkan.
Pram yang mahir bersilat lidah untuk berkelit tapi dia tak pernah
mampu melawan perasaannya sendiri.

9.14.2013

Iri

Keinginan yang sering menggangu pikiran seseorang justru bisa didapat
pada saat seseorang tersebut tidak menginginkan. Pun semua yang
ditanyakan Angga barangkali akan terjawab pada saat Angga tidak
bertanya lagi. Lupa justru mendapat jawaban, berbanding terbalik
dengan yang kebanyakan orang nyatakan.

Pram memutar roda pada kursi rodanya menuju pintu keluar, dia merasa
jenuh dengan udara penginapan yang pengap, meninggalkan Angga yang
masih lelap. Di luar langit mendung dan udara pagi terasa segar
menyentuh kulit. Tak lama menikmati udara Pram merasa ada sesak pada
bagian dadanya. Namun tak perlu Pram bertanya lagi, Pram sudah tahu
jika nikotin pada asap rokok yang selama ini dihisaplah yang menjadi
sebab, sudah barang tentu dia tak ingin itu dan Pram segera membuang
rokoknya yang masih menyala.
Untuk kali ini Pram tak ingin berfikir dan memberi kesempatan pada
hati untuk berekspresi menentukan indahnya sendiri.

Di seberang jalan terlihat seorang nenek yang sedang membuka kiosnya
dan tak lama kemudian juga terlihat seorang gadis belasan tahun yang
mengenakan seragam SMP bergegas menghampiri nenek itu. Terlihat dia
membungkuk lalu mencium tangan si nenek. Sedang gadis lain juga dengan
seragam yang sama dan tak jauh tampak melempar senyum pada mereka.
Kedua gadis yang memiliki banyak warna bahagia hingga terlihat pada
wajahnya sedang memulai hari menuju sekolah.
"Ah" Pram membuang rasa iri.

Apakah dewasa berarti meninggikan konflik di kepala sehingga seseorang
harus kehilangan warna bahagia?
"Ah..."

9.12.2013

Ah.

"Cinta adalah bahasa hati dan ketulusan merupakan salah satu contoh
bentuk komunikasi hati yang memberi dampak damai. Ketika logika
mengambil alih maka akan lahir banyak tuntutan yang menjadikan cinta
seperti siksa.
Kita hidup di tengah kondisi yang menuntut logika, sesuatu yang nyata,
bahkan jika mungkin serba instan, tentu akan terlalu sulit rasanya
menjadikan hati sebagai sebagai pilihan berprilaku" ujar Pram.
"Apa yang telah aku lakukan akan sia-sia?" Angga makin gelisah.
"Kau sendiri yang bisa menjawab" tegas Pram.

Kehilangan Percaya Diri

"Kau terlihat kusut, tak berdaya, jauh dari pintar karena prosentase
hatimu lebih dominan daripada logika. Aku memahamimu karena semua
orang yang jatuh cinta maka hatinyalah yang akan lebih dominan
bekerja. Justru aku akan mempertanyakan cintamu ketika logikamu masih
dominan" Pram mencoba memberi angin pada Angga.
"Apa dia nanti akan pergi ketika mengetahui aku bodoh?" Angga
kehilangan percaya diri.
"Aku tak tahu, yang aku tahu perempuan mudah tertarik pada pria yang
mahir bicara atau pria kaya. Sedang yang diperlukan perempuan hanya
pria yang bisa mengerti dia, ketika segala gelisah di hatinya
menyelimuti maka pria itu diharap ada sebagai sandaran"

Angga mengangguk-angguk walau dia tak begitu mengerti dengan apa yang
dimaksud Pramana. Angga bingung tak tahu bagaimana seharusnya
bersikap. Yang ada hanya bayangan wajah dari kekasihnya. Angga tak
mengerti mengapa dia semakin tak yakin, sedang perasaan rindunya masih
membumbung tinggi. Ada rasa malu dihati kecil Angga ketika
membandingkan dirinya sendiri dengan kekasihnya itu. Bagi Angga
kekasihnya itu adalah perempuan yang melebihi batas harapan.

9.11.2013

Angga

"Andai, andai hati, pikir, insting, ego kita pisahkan dari tubuh
manusia yang hidup dan keempatnya hanya kita fungsikan sebagai
variabel luar yang memberi stimulan sebelum aktivitas tubuh. Lalu
tubuh yang sudah tidak terisi oleh keempat variabel itu kita masukkan
Tuhan sebagai unsur dominan pada aktivitas tubuh yang hidup itu.
Kira-kira kau sudah akan memiliki ilustrasi seperti apa kehidupan
berjalan. Tentu hampa, karena tubuh yang hidup itu hanya memiliki
dominasi kesadaran tunggal yang selalu tahu dan benar. Karena kita
asumsi Tuhan maha tahu dan benar. Jika sesuatu sudah tahu untuk apa
diketahui lagi dan jika sudah benar untuk apa dibenarkan lagi. Tentu
tak perlu ada lagi upaya.
Sekarang jika kita turunkan dominasi Tuhan 25 persen dan sebagai ganti
kita masukkan variabel insting maka kita akan tampak seperti bayi yang
baru lahir. Kemudian kita kurangi lagi dominasi Tuhan 25 persen lagi
lalu kita ganti dengan variabel hati maka hasilnya akan masih bayi
juga, dengan tambahan kemampuan tangis dan tawa. Lagi kita kurangi 25
persen lagi dominasi Tuhan dan kita memasukkan variabel ego kemudian
sisinya variabel pikir.
Sudah barang tentu seratus persen Tuhan lenyap dan tergantikan oleh
pembangkangan yang kompak.
Itu barangkali yang menjadikan manusia kehilangan perjanjian nasib
yang telah disepakati dengan Tuhan. Sehingga manusia tak tahu lagi
nasib mereka.

Kau mencintai kekasihmu hanya sedikit gambaran nafsu, apa yang kau
pikirkan hanya sangka. Hidup telah berjalan sesuai alur kebenarannya,
pun ketika kau bertemu seseorang termasuk kekasihmu itu sebenarnya
sudah sesuai dengan kesepakatan" ujar Pram.
"Kau ini ngomong apa? Tuhan, variabel, persen. Aku ndak mudeng, ndak
ngerti Pram" jawab Angga.
Pramana tersenyum kecut mengetahui dia telah salah bicara dengan Angga.
"Yang jelas aku pusing, bukan hanya setahun aku mengenal dia tapi...
ah...., ibaratnya tu ya, digigit terlalu alot dibuang sayang, maka
hampir siang dan malam aku selalu ingat dia" lanjut Angga.
"Kamu kelihatanya pinter tapi taunya blo'on juga ya. Ga, Angga!" Pram
asal ngomong.

Angga memang bukan orang yang cerdas sehingga dia tak tahu apa itu
romantis, dia tak bisa menterjemahkan bahasa cintanya sedemikian rupa,
tak bisa berlaku yang bisa membuat jantung perempuan berdebar.
"Kadang aku heran, bagaimana perempuan yang begitu sempurnanya bisa
berkomunikasi hingga sejauh ini denganmu?" tanya Pram.
"Aku juga nggak tahu" jawab Angga polos.

Kebodohan Angga barangkali merupakan hal yang tidak dimiliki perempuan
itu, kerena seseorang bisa tidak sadar memiliki kecenderungan suka
terhadap yang tidak dimiliki.
Pun romantis yang selalu menjadi pemujaan, seseorang telah lupa bahwa
dirinya sendiri adalah wujud romantis, lalu bagaimana mungkin dia
mendapat hal romantis sedang romantis itu dia sendiri. Sungguh tak
pernah ada matahari kembar, satu subjek satu objek.
"Dia marah waktu aku mencium pipi kirinya dan aku mengatakan bahwa aku
mencintainya" wajah Angga terlihat gamang.
"Ga, untuk mendapatkan kekasih kau harus siap lalu memilih, pun dia
juga memilihmu, kesempatan yang hanya sekali berlaku.
Setelah itu hubungan emosional akan terasa antara kau dan dia.
Percintaan dewasa sudah barang tentu berbeda dengan anak-anak
tergantung kecerdasan seseorang, tinggal bagaimana kau dan dia
bermain. Semua, apapun itu hanya permainan demi memuaskan rasa yang
tak selalu termiliki"

9.08.2013

Telah Larut

"Mungkin aku tak pernah bisa mengakhiri, terlalu sering sudah aku
mencoba untuk terus berlalu namun rasanya seperti ada yang hilang, aku
tak terbiasa" ujar Angga .
"Barangkali usiamu yang sudah lebih menuntut pada pencarian bahagia
secara nyata dan bukan sekedar kata dari susunan kalimat, dan
kebetulan cinta yang mampu memberi arti bahagia bagimu, mungkin orang
lain kata bahagia bisa memiliki makna dengan bertemu kaum papa atau
apa sajalah.
Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa dirinya telah jenuh dengan
kesenangan dan ingin meninggikan pencarian atas kelegaannya.
Ini yang melandasi mengapa manusia dikatakan sebagai makluk sosial.
Jika kesenangan lebih memiliki arti pencapaian yang bersifat individu,
seperti nilai atas kemenangan, pencapaian materi dan bisa dicapai
tanpa melibatkan individu lain.
Sedang bahagia lebih memiliki makna hati, bukan sekedar materi.
Bahagia hanya bisa kau temukan ketika hatimu menemukan warna hati dari
pribadi lain, kalah atau menang, miskin atau kaya bukan itu sebagai
ukuran, hatimu memiliki ukuran sendiri untuk menentukan harmonisasinya
dengan emosi dari pribadi lain. Bahagia lebih memiliki arti emosinal"
jawab Pram.
"Ah, sok tahu!" Angga ketus.
"Trus?... Nah begini saja, ntar aku akan minta pada Nungkai begitu
kita menemukannya, tentu untuk memintanya mengambilkan kekasihmu
itu?... begitu kau mulai lelap maka kekasihmu sudah akan ada untuk
memelukmu dan kau akan balas mendekapnya, lalu sempurnalah hidupmu
dalam kedamaian yang tak terbayang, syurga jatuh di bumi, diatas
ranjangmu" tak mau kalah Pram meledek Angga.
Tak terasa keduanya telah sampai di penginapan. Setelah dirasa posisi
parkir sudah benar Angga segera mematikan mesin lalu bergegas turun
untuk membantu Pram menurunkan kursi rodanya. Malam sudah terlalu
larut gerimis masih tersisa.

Tak Sampai

Ketika cinta di hati sudah tak lagi terkendali maka hati seolah bukan
kesatuan dari tubuh, hati seolah berdiri sendiri dan menjadi parasit
yang menjajah kehidupan pemilik hati itu sendiri. Tak beda dengan
pikir yang kadang begal, tak mau dihentikan untuk menyusun
kemungkinan.
Dua hal yang seharusnya bisa dikendalikan namun justru mengendalikan,
tapi jika diandai hidup tanpa kenakalan hati dan pikir maka aku rasa
hidup akan sepi tanpa mimpi liar, tanpa harapan yang bisa membuka
kemungkinan peradaban baru.
Setiap ketidaksampaianlah yang menjadikan manusia tetap memiliki
optimis terhadap perubahan dan kesampaianlah yang memberi rasa kenyang
pada hati dan pikir walau setelah itu akan datang lagi rasa lapar,
lagi dan lagi.
Apa itu nafsu? Yang aku tahu hati dan pikir telah mampu memberi
harmoni pada makluk cerdas dalam berinteraksi dengan warnanya yang
apik.
Dan kau adalah ketidaksampaianku yang menjadikan hati dan pikirku tetap gairah.

9.05.2013

Hati

Jika seseorang telah penuh ruang di hatinya oleh sesuatu maka tak akan
lagi seseorang tersebut bisa memberi ruang di hatinya pada sesuatu
yang lainnya lagi. Itu akan nampak dari cara seseorang tersebut
berprilaku. Maka seseorang tersebut akan memiliki kecenderungan
prilaku berbeda dari kewajaran sosial, sekalipun akal waras seseorang
tersebut mengatakan bahwa yang dilakukan itu hal salah, tetap saja tak
kuasa kendali tubuh menolak.

Hati yang benci, cinta, iri, sakit atau apa saja dari kondisi hati
sering menuntun manusia pada prilaku sosial yang terasa tanpa kontrol.
Bagaimana seseorang melakukan hal dengan kontrol yang baik sedang
seseorang tersebut hatinya telah tertutupi penuh dengan cinta, iri,
sakit atau benci pada keyakinan, kelompok, individu atau materi.
Hati lebih dominan memberi dorongan pada prilaku manusia.

Tak aku meninggalkanmu pun tak jua kau meninggalkanku kecuali kau pun
aku berusaha menerangi hati dengan logika, walau hal itu telah berapa
kali dicoba dan selalu berakhir sama, gagal.
Sebelum bibirmu mengucap kalimat maka hatimu telah mendahului sapa.
Lalu bagaimana mungkin aku mendustakan hatiku yang tersapa.

Hatiku telah kuberikan semua untukmu, tentu tak bisa lagi aku memberi
untuk yang lain kecuali kau patahkan hatiku sehingga aku bisa
mengambil kembali sebagian dari patahan itu dan kuberikan pada yang
lain.
Pun hatimu, kecuali patah.

Salam

Terkadang aku sangat membenci logika dan lebih percaya jika ada
banyak hal yang memaksa akal cerdas untuk tidak lagi turut campur.
Di waktu yang berbeda aku berfikir jika setiap kejadian berlaku secara
acak sehingga hidup terasa seperti rangkaian kesalahan yang terus
menerus.

Barangkali kesalahan jika aku sadar telah sangat mengharap kau ada dan
hampir tak bisa lagi melupa.
Salah. Barangkali aku salah.
Sedang aku benar-benar bisa merasa bahwa ada yang terjalin di hati.

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...