12.11.2015

Olok

"Dan kau sekarang mencoba untuk lari dari kesepakatan, sedang kau sadar jika tidak akan dengan mudah iblis membiarkanmu ingkar dari perjanjian yang telah kau buat dengannya.

Kini kau sadar perempuan itu telah tak hirau, yang dia tahu hanya kau seharusnya ada, apapun itu. Dia hanya tahu kau yang seharusnya selalu akan menjadi tempat membuang rasa sakit dan sesak disetiap hela nafas, tanpa peduli lagi kau hirau atau tak.
Mengapa kau harus lari?
Bukankah kau pun dia waktu itu dengan lantang telah pernah berani memuji, mencaci, ketika dalam kebersamaan menumpah isi hati dan perasaan dengan sepenuh. Bukankah kau dulu selalu meniupkan mantra yang kau curi dari pohon terlarang milik para dewa, hingga kau sertakan puja teluh disetiap hembus nafasmu ketika tiba sunyi malam"

Hembusan angin yang menerbangkan daun kering mempertegas musim kemarau. Sedang Urip yang hanya bisa terdiam lebih pada mempertegas kebodohannya.

12.10.2015

Sedari Dulu Bodoh

"Mungkinkah kau mengubah wujud hatimu sehingga kau tak memiliki rasa yang sama dengan orang yang kau cintai, mungkin saja kau bisa membuat hatimu membusuk dan kau tampak buruk, hingga kekasihmu akan bisa membenci begitu tahu keburukanmu.
Aku rasa tidak, apa yang akan kau lakukan tidak akan merubah apapun. Kau tahu itu.
Kau ada sudah lebih dari cukup baginya, sekalipun kau buruk membusuk. Bukankah kau tahu jika kau telah menjadi tempat untuk menumpah apa yang membebani disetiap tarikan nafasnya.
Juga kau sangat tahu jika kau satu diantara dari sekian banyak yang telah pernah ia jumpai yang berani membawanya bermain api, berani berucap sumpah serapah, puji, benci, bahkan telah pernah bersamanya menumpah  segenap hati dan perasaan.
Apa kau pura-pura tidak tahu sebab dia tidak bisa melupa?"

Angin yang menerbangkan daun kering terasa seperti ikut menekan perasaan Urip yang hanya bisa terdiam tak tahu harus apa.
"Kasih bodohnya aku" desah Urip

12.09.2015

Tak

Aku tak bisa berkata lagi ketika kau ucapkan kalimat itu, tapi aku bukanlah itu dan kau tahu aku

10.07.2015

Tak logis

Urip lahir disambut oleh kearifan budaya dan kemudian setelah dia tumbuh dan  siap untuk diajari maka agama ditanamkan kedalam setiap nafas kehidupannya oleh kedua orang tua dan lingkungan yang membesarkannya pula improvisasi seni jua logika merasuk ketika dalam proses menjadi dewasa  Dan tentu Urip taat menggunakan komposisi seni budaya agama jua logika yang telah pernah ia dapat sebagai unsur penentu dari setiap tindakan bersosial.
Budaya adalah hal yang paling awal merasuk dalam darah Urip. Budaya timur. Tak heran jika prilaku logis yang seharusnya ia ambil akan sering sulit Urip lakukan jika ada unsur kontra dengan budayanya, budaya yang ia miliki sudah menjadi protek, menjadi kritikal sebelum keputusan. Dilogika seperti apapun budaya tetap tak mengijinkan jika keputusan itu memiliki sugesti berbeda dengan norma dasar.

Tentu Urip tahu hubungan dengan kekasihnya itu jelas tak rasional, pula kekasihnya, tentu dia juga sadar.
Keduanya ingin mengakhiri, ingin melupa. Tapi apa nyatanya, budaya lebih mendominasi, segan, pemali mengabaikan rekan yang telah sekian lama berbagi di kesunyian hati. Ada rasa bersalah ketika sepatah kata yang terlontar tak disambut.
Atau mereka benar-benar telah jatuh cinta dengan cara mengedepankan logika sehingga tertutupi kasih sayang yang telah merasuk dalam nadi mereka.
Memang akan lenyap cinta itu jika terseret keranah logika namun mustahil jika kasih tak mereka rasa jika cita itu memang benar ada diantara keduanya.

"Ah... Aku ingin lupa"

10.06.2015

Andika berlalu

"Keduanya telah terlalu banyak belajar menggunakan logika untuk kehidupan tapi barangkali terlalu sedikit belajar memahami hati dan perasaan.
Keduanya telah bertemu banyak orang dengan berbagai latar belakang tapi untuk kali ini keduanya harus mengerti apa arti pertemuan.
Kelak kau juga akan belajar"
Andika berlalu setelah memastikan Rian tidak lagi bertanya soal Urip.

Aneh

"Keduanya masih sering bertemu, sekedar memastikan bahwa kekasih masih ada untuk memberi sapaan atau mungkin lebih memastikan jika kekasih belum mendapat pengganti.
Sungguh aneh mereka, keduanya berharap untuk bisa saling melupa tapi yang mereka lakukan justru merajut ikatan.  Mengapa dari keduanya tidak satupun belajar untuk tega" ujar Andika.

Rian hanya manggut-manggut tak tahu harus menyahuti apa.

10.05.2015

Tak mudah

"Halusinasi, halusinasi.." gumam Urip berusaha untuk lebih waras.
Kelelahan yang lebih rupanya telah menjadikan otak Urip kehilangan keseimbangan hingga timbul halusinasi. Urip bukanlah orang yang tangguh dan seberapa jauh dia berusaha untuk bisa lepas dari kelemahan itu maka selalu sama hasilnya. Gagal.
Entah mengapa begitu sulit hati diajak kompromi. Entah apa yang dipertahankan sehingga sangat sulit menerima kenyataan.
Hanya bisa membuang nafas, tak lebih.

Banyak hal tetang kehidupan yang telah perempuan itu ajarkan pada Urip namun ketika telah benar Urip sadar tentang arti kehidupan hingga dia berusaha untuk melakukan apa yang telah ia sadari itu justru ada hal menjadi sulit. Urip lupa jika ada hati yang telah terisi, ada hati yang telah saling terikat.

Untuk apa dipertahankan jika tak mungkin, apa benar semudah itu untuk hal yang berkaitan dengan hati sedang keduanya tahu apapun tindakan yang diambil hanya berujung pada menyakiti, pula keduanya sangat tak ingin menyakiti.

10.03.2015

Urip lupa

Dan tiba-tiba Urip terduduk, setengah dari ingatan bangkit dan setengah yang lain terasa seperti dosa yang menyesak. Urip bersandar membiarkan masa-masa kebersamaan dengan kekasih yang telah lalu mengambil alih seluruh kesadarannya hingga menjadi rasa bersalah.
Entah bagaimana dengan dia, apa benar-benar bisa membuang jauh dan tak perlu di kenang.
"Tidak mudah aku rasa, dan disetiap sepi itu datang dan ketika dia berani membuka layar monitor untuk mengetikkan susunan kalimat maka tentang kau akan lebih awal muncul"
Kejut Urip menyadari kesendiriannya ternyata tak benar-benar sendiri, apalagi ketika Urip tak menemukan sosok lain.
Pun ketika Urip mencoba bangkit
"Mengapa takut untuk tahu tentangnya, bukankah kau sebenarnya tahu, untuk apa kau suka membohongi dirimu sendiri dengan pura-pura telah lupa dia. Bukankah kau sendiri yang membuat segalanya menjadi tak mudah.
Kau lupa, bukankah kau telah mengikat jantung gadis itu dengan helai terlarang milik dewi yang kau curi waktu itu. Mengapa kau sekarang mempertanyakan"

9.25.2015

Rian

"Tak memerlukan  definisi, biar saja berlalu begitu saja, baik atau buruk tak juga aku tahu lagi. Aku hanya tahu bagaimana kewajibanku terbayar dengan uang yang aku kumpulkan sedikit demi sedikit" ujar Urip sambil menyusun barang.

"Kau sangat berubah" ujar Rian
Urip terdiam tak ingin lebih jauh, pilih segera menyusun kembali barang ke dalam mobil sambil mencatat.
"Bagaimana dengan monyet keseimbangan, apa Beng masih disana?" Rian ingin memuaskan rasa ingin tahunya, dia masih penasaran dengan perubahan Urip, berharap Urip masih memiliki sisi seperti yang dahulu pernah mereka lalui bersama. Rian sangat suka kebersamaannya dengan orang-orang yang menurutnya hampir tak nyata, orang-orang yang suka mendebat hal yang sebenarya dia tak pernah faham. Bukan soal apa esensi tapi esistensi mereka terasa membuat arti.
Bersama mereka seolah memasuki dunia yang berbeda.
"Benarkah monyet keseimbangan itu ada bersama perempuan yang juga ahli kitab?" usaha Rian masih tak henti.
Urip terpengaruh jua, rasa tak teganya menghentikan kekakuan yang ia buat.
"Rian, hidup berarti gerak tumbuh kembang. Aku juga hidup dan aku akan berubah seiring waktu. Masih, mereka semua ada dalam kehidupanku tapi terkadang kita bisa terlempar pada kondisi yang jauh tak terduga. Terkadang waktu mengilas kita dengan pola yang membuat kita harus memilih.
Nah dari masing-masing kita telah dibekali Tuhan kemampuan beradaptasi dengan setiap perubahan yang di bawa oleh sang waktu.
Kita boleh memilih, bertahan pada keadaan atau mengikuti waktu"
Urip menghela nafas mengingat Beng juga semua sahabat.
"Sudahlah ini sudah hampir jam 12, jam 2 malam ini aku harus naik menuju Kereng Pange, tinggal dua jam lagi sedang aku masih harus menyelesaikan susunan barang sebelum istirahat"
Kabut asap mulai turun, angin malam tipis membawa dingin. Rian tak lagi mampu mengusik, dia tahu Urip tak ingin berbagi. Rian hanya bisa menyalakan rokok untuk mengurangi rasa kecewanya.

9.21.2015

Sorak

Dimah tak mengerti mengapa di tiap ujung dari arti penantian dan harapnya justru muncul laki-laki yang sungguh tidak pernah ia harapkan.
Mengapa laki-laki itu justru muncul dalam bayangan ketika sepi telah datang. Mengapa justru laki-laki itu yang memberi arti. Sedang jelas laki-laki itu tak mungkin untuknya.
Dimah selalu kehilangan sosok ketika dia membuang jauh-jauh laki-laki itu dari kehidupannya, sedang Dimah mengetahui jika laki-laki itu seharusnya tidaklah berarti.

Angin kencang melambaikan helai kain warna ungu yang terlilit di leher Dimah. Ilalang lebih asyik menari dan membiarkan Dimah yang larut dengan konfliknya sendiri pula Kojin yang tetap berdiri seperti patung. Atau mungkin  ilalang jua angin bersorak-sorai gempita melihat tingkah cucu-cucu Adam.
Waktu terus bergulir menyimpan semua kejadian menjadi kenangan untuk dirindukan yang tak akan pernah bisa diulang karena hidup terus melakukan perubahan.

9.19.2015

Rasa Itu Masih

Mengapa waktu seolah tidak mau bergerak, mengapa masalalu masih tetap tak mau berlalu, mengapa orang yang aku benci masih saja memenuhi ruang ingatan.
Dimah merasa bodoh sedang dia telah begitu tekun mengasah kecerdasan, Dimah masih tak percaya kalau orang  yang sejak awal dia abaikan justru hingga detik ini masih tak mau beranjak dari ingatannya yang bahkan selalu lebih awal mengisi dari setiap kesendiriannya.
Entah  mengapa ucapan Kojin terasa seperti menyindir, sedang rasanya dari awal perbincangan tak satu kamimatpun yang keluar dari mulut kojin ada tanda untuk sindir.
Rupanya terlambat Kojin  sadar jika suasana telah berubah
"Ada yang salah dengan ucapanku" tanya Kojin dengan ragu.
Dimah tak menjawab dan hanya berpaling muka. Sesaat suasana menjadi hening hingga kemudian Dimah berlalu meninggalkan rasa bersalah kojin tanpa mendapat jawab.

Hati perempuan tak pernah bisa Kojin pahami. Mungkin hampir semua laki-laki tak pernah mengerti hati perempuan. Atau sebenarnya hati memang tak akan pernah bisa di mengerti karena mengerti milik logika bukan milik hati. Hati hanya terasa ada memiliki rasa juga suasana, bukan penyampaian yang logis agar dibenarkan, hati tak pernah meminta persetujuan untuk benar atau salah.

Kojin terdiam dengan segumpal sesal
"Ah..."

8.16.2015

Dimah

"Terkadang kita suka mencabik hati kita sendiri, barangkali karena ada sensasi sakit, tapi bukanlah benar-benar karena sakitnya itu. Ada sesuatu yang benar-benar harus diisi, disentuh atau meminta pengakuan, bahwa hati memang ada dengan benar dan memiliki peran besar dalam hidup manusia.
Terkadang pertanyaan dalam hidup yang memiliki jawaban seolah merupakan  bentuk kesempurnaan dan memiliki bentuk  kebahagian. Setiap setelah memecah persoalan  seolah selesai.
Bukan. Kau tidak akan pernah puas, tidak akan pernah mendapat apapun kecuali seperti rasa lapar yang selalu datang setiap sesaat setelah kau makan.
Urip ingkar dari hatinya, untuk apa?" ujar Kojin.
Sesaat Dimah terdiam berusaha mencerna ucapan Kojin. Dimah merasa jika dirinya juga tak beda dengan Urip yang tak lagi mampu berbuat lebih untuk hatinya sendiri. Dimah tak lagi pernah bisa berbagi ruang dengan orang yang dia sebut kekasih dan parahnya lagi Dimah tak pernah tahu kemana arah yang harus dipilih.
"Mengisi hati dengan luka?"

 

8.05.2015

Urip



Satu beri  +  satu beri = dua beri
Satu beri  +  dua nanas  = tiga buah  
Satu beri  :  dua nanas    = satu nanas dapat setengah beri
Satu ber i  x  dua nanas  = ?
                                     = mungkin gado-gado  yang gak pedas atau rujak ulek

Ketika sesuatu masih masuk dalam kecukupan analisa yang memiliki tahapan  logis maka seseorang masih bisa menyusun teori yang akan mudah untuk diiyakan oleh yang lain. Bahkan ketika kombinasi   telah memiliki ketetapan yang lebih stabil maka akan didapat rumus.
Setiap pertanyaan akan memiliki sisi lain yang di sebut jawaban dan ketika kau sudah memiliki jawaban maka kau tidak lagi memiliki pertanyaan, pula kau hanya bisa memastikan bahwa pertanyaan yang telah lalu benar-benar setara dengan jawaban yang kau dapat dan telah memiliki ketetapan yang stabil. Tidak lagi memiliki bobot yang berarti seperti yang lalu, ketika kau belum mendapat jawaban.
Seniman mengatakan bahwa hidup itu seni, bagi kaum agama maka hidup akan tak bisa lepas dari agama pun ketika seseorang  yang mendalami fisika maka dunia dan seisinya tak akan bisa lepas dari fisika. Terserah orang memandang. 

Kita pernah  mengajukan pertanyaan yang rasanya akan sangat sulit untuk diberi jawaban logis, kalimat tak akan mewakili kesetaraan atas jawaban. Kita telah memiliki jawaban itu, tapi cukup hanya tahu, hati sangat tahu. Lalu mengapa logika kita menolak untuk sepakat kemudian turut mengatakan “ya
Setiap pertanyaan memiliki jawaban dan kita telah.

7.13.2015

Kau

Ah... kau

"Kelemahan pemikir malah pemikir itu tak tidak pernah sadar jika hukum alam yang menyatakan jika tangan kanan makin besar maka tangan kiri akan setara besarnya yang dia sendiri rumuskan itu jua berlaku pada dirinya. Urip pemikir, dia memikirkan apa yang di kehidupan hati juga perasaan namun Urip tak pernah sadar jika semakin banyak yang dia ketahui maka semakin banyak pula yang dia makin tidak ketahui.
Dulu kita sering mendengar kisah seorang nabi yang melakukan hijrah dari kota Mekah menuju ke kota Madinah. Sedikit ingatan pada masa belajar dan coba kita kaitkan kedalam kehidupan nyata yang berlaku pada masa sekarang, bisakah hijrah juga membawa perubahan besar seperti yang nabi pernah dapat pada waktu itu.
Sibuk mengurai hati juga penalaran yang entah akan sampai kemana ujung. Berusaha menggunakan logika cerdas untuk mengurai setiap yang terasa menjadi kalimat yang mudah dicerna hingga bisa disampaikan kepada yang lain atau sekedar tahu semata. Itu yang Urip pernah lakukan dan aku ketahui.

Aku dengar Urip mencoba memahami asumsi semakin tinggi pengetahuan setara pula dengan semakin tinggi ketidak tahuan seseorang.
Bulan-bulan terakhir Urip bekerja siang malam memutar apa saja yang bisa menghasilkan uang. Masuk kesetiap toko menawarkan apa yang bisa dia pasok, hutang menggunung, tagihan tak terbendung jauh diatas kemampuannya menghimpit tubuhnya yang kurus. berangkat dari rumah jam dua malam pulangnya esok jam dua belas malam. tujuhpuluh persen hidup diatas mobil. Urip menghancurkan dirinya sendiri. Untuk apa?
Yang aku dengar untuk melupa kekasihnya tapi aku tidak begitu yakin. Urip memahami banyak teori, tentu dia tahu jika dia berusaha melupa maka dia akan mendapat ingat. 
Merubah pola, barangkali Urip merubah penggunaan energi yang biasanya dihabiskan untuk pemikiran juga perasaan dan sekarang sebagian besar energinya bihabiskan untuk tindakan.
Barangkali Urip abai kalkulasi matematis dalam bertindak, terlihat dari besarnya hutang yang jelas diluar kemampuannya.
Baik begitu barangkali, semakin tidak mampu barangkali akan setara dengan semakin mampu" Ujar Kojin.

Sedang bulan sabit diatas kepala pun bulan ramadhan di hari ke 26 menebar kusyu' di hati setiap muslim muslimah.
Dimah hanya tahu jika hidup merupakan fungsi dan Urip telah mengambil fungsi seperti halnya yang lain yang telah berusaha memiliki manfaat untuk kehidupan. Barangkali Urip telah mencoba alih perjalanan dari kehidupan ritual dan mantra menuju kehidupan nyata walau sangat jelas dia akan semakin merasa apa yang kekasihnya rasakan.
"Ah... aku yakin jika nadi Urip menyimpan ingatan..."

2.17.2015

Lupa Sesaat

Bagaimana melupa, sedang seseorang telah benar mengalami sendiri suatu kejadian. Maka setiap kejadian telah terserap dalam ingatan oleh mata bukan oleh telinga. Jika sekedar cerita yang didengar barangkali terhalat jam saja sudah lupa, tapi jika sesuatu itu telah melibatkan kehidupanmu yang matamu telah menyaksikan sendiri apalagi telah menguras emosi, ah... bagaimana cara melupa.

Terakhir ini ada kejadian yang menyita seluruh energi. aku mengajukan pinjaman ke perbankan, kemudian mengambil dua unit mobil sekaligus, sedang ekonomi tahun-tahun terakhir sangat merosot, sektor produksi melemah akibat permintaan pasar sangat rendah, demi ketahanan para kompetetor gila-gilaan banting harga.
Prilaku politik para elit juga pengaruh harga minyak dunia sangat berdampak, semua pengusaha berteriak.
Aku juga sekarat, tertekan oleh tagihan yang jauh diluar kapasitas yang seharusnya. secara teori jika seseorang tertekan maka seseorang tersebut akan mengeluarkan apa saja yang dimiliki untuk pertahanan diri, pun sadarku mengatakan ini tindakan konyol, memancing kemampuan bawah sadar yang belum tentu mampu menyelesaikan masalah yang telah aku buat sendiri.
Sederhana, jika kau tak berani mengambil resiko maka jangan berharap lebih. Sesuatu yang luar biasa memerlukan tindakan luar biasa.
Energi terkuras dekat dengan habis, teralih perhatian. Aku mengira telah sangat dekat untuk melupa semua hal, tentang kebersamaanku denganmu. Tidak, sama sekali bukan, kalau sesaat ya.
Terkadang aku menghitung, apa yang menarik sehingga aku demikian gila.

Barangkali karena aku tak akan pernah menemukan yang sepertimu, kau hanya kau tak akan pernah sama dengan yang lain. Bukan karena kau telah melebihi ekspektasi dari yang seharusnya pria kehendaki, tapi karena aku telah terlalu jauh masuk kedalam apa yang sedang kau rasakan dari setiap hela hembus nafasmu. Setiap lemah, kalah, tegar, kokoh, menang, benci, sunyi, semua...
Aku tak bisa memutus rasa.

2.10.2015

Lelah

"Bahkan sekarang yang kau tulis sangat jauh dari kehidupanmu, kau dalam kehidupan nyata sangat ringan melempar joke, kau suka bercanda, tawa sering lepas begitu saja.
Lelahmu sangat nampak di setiap apa yang kau tulis.
Hidup bukan lagi pilihan, itu yang sangat jelas nampak dari setiap kalimat, refleksi dari lelah yang tersimpan dan tak pernah kau bisa sampaikan.
Kemana nasib membawa?" ujar Urip sambil bersandar melepas lelahnya sendiri.
Urip terdiam, dia sendiri juga tampak lelah, entah apa beban yang di bawa dalam hidupnya.
Urip membuang pandang ketika rindu pulang telah mengisi seluruh perasaanya. Pulang itu adalah masa kecil, dimana beban tak pernah ada, hanya bahagia memenuhi mata, ketika senja telah tiba maka bunda sudah mendekap dengan sayangnya.
Urip ingin pulang tapi kemana.



 

1.15.2015

Januari

Gemuruh langit, kilat terus pancarkan sinar putih, sedang angin terasa dingin. Urip duduk seperti tak tahu apa yang dia bisa dilakukan.
Urip hanya memiliki sisi ingatan yang terasa aneh, ada dengan jelas,  memberi perasaan lain, sesuatu yang tak akan bisa dia ungkap. Membuka situs dari ponsel yang ada ditangan barangkali satu-satunya pilihan yang sudah terlalu sering dia lakukan dan itulah kebiasaan sekedar menipu  perasanya sesaat, cara Urip megalih perhatian.
Hujan benar-benar telah turun, malam sudah terlalu tinggi. Nyaman atau tidak bukan sesuatu yang bisa dipilih melainkan itulah isi dari perjalan, satuan dari waktu yang silih berganti mengantar umur menuju tua. Seperti siang dan malam yang datang dan pergi mengantar hari menuju minggu bulan hingga tahun. Dan dari setiap hembus nafas gelisah itu sudah nyata ada terasa menyelip diantara duka dan bahagia.

Januari awal tahun ini sama dengan januari di tahun-tahun sebelumnya, hanya saja Rustam telah mati sedang usia baru lima pulu delapan, terlalu cepat barangkali. Rustamlah yang sudah tua itu satu-satunya yang bisa setia dibawa berbagi cerita bersama Urip.
Juga yang berubah. Guru Wahab terakhir kali ditemui Urip dua bulan yang lalu. Entah mengapa sekarang Urip merasa tak nyaman lagi bersama guru. Barangkali ucapan petani dari desa Sungai Andai  itu benar, petani itu sebelumnya telah pernah meramalkan hal perpisahan Urip dengan sang guru.
Urip  berubah arah. Dia meninggalkan hutan bersama cerita mistik yang tak masuk akal itu. Urip telah abai dengan semua hal yang berkait dengan ritual purba yang telah pernah dengan rajin dia lakukan, Urip merasa semua yang telah dia lalui hanya mendekatkan pada syirik, tidak memberi bekas yang baik dikehidupan. Petuah tetua terasa hanya benar tapi tak merubah apapun. Urip merasa tahun-tahun yang telah pernah dilalui dengan kesia-siaan walau sebenarnya Urip merasa apa yang telah  dia lalui telah mengajarkan banyak hal tentang arti kehidupan.
Kehidupan telah mengajarkan pada Urip untuk dilalui dengan keikhlasan bukan seperti yang mereka katakan jika hidup merupakan pilihan. Andai Urip bisa memilih sudah barang tentu dia akan terbang ke Belanda untuk sekedar menyapa kekasihnya tapi nyatanya apa? Kalau boleh memilih tentu mereka akan memilih hidup lebih baik tapi nyatanya apa?

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...