9.25.2015

Rian

"Tak memerlukan  definisi, biar saja berlalu begitu saja, baik atau buruk tak juga aku tahu lagi. Aku hanya tahu bagaimana kewajibanku terbayar dengan uang yang aku kumpulkan sedikit demi sedikit" ujar Urip sambil menyusun barang.

"Kau sangat berubah" ujar Rian
Urip terdiam tak ingin lebih jauh, pilih segera menyusun kembali barang ke dalam mobil sambil mencatat.
"Bagaimana dengan monyet keseimbangan, apa Beng masih disana?" Rian ingin memuaskan rasa ingin tahunya, dia masih penasaran dengan perubahan Urip, berharap Urip masih memiliki sisi seperti yang dahulu pernah mereka lalui bersama. Rian sangat suka kebersamaannya dengan orang-orang yang menurutnya hampir tak nyata, orang-orang yang suka mendebat hal yang sebenarya dia tak pernah faham. Bukan soal apa esensi tapi esistensi mereka terasa membuat arti.
Bersama mereka seolah memasuki dunia yang berbeda.
"Benarkah monyet keseimbangan itu ada bersama perempuan yang juga ahli kitab?" usaha Rian masih tak henti.
Urip terpengaruh jua, rasa tak teganya menghentikan kekakuan yang ia buat.
"Rian, hidup berarti gerak tumbuh kembang. Aku juga hidup dan aku akan berubah seiring waktu. Masih, mereka semua ada dalam kehidupanku tapi terkadang kita bisa terlempar pada kondisi yang jauh tak terduga. Terkadang waktu mengilas kita dengan pola yang membuat kita harus memilih.
Nah dari masing-masing kita telah dibekali Tuhan kemampuan beradaptasi dengan setiap perubahan yang di bawa oleh sang waktu.
Kita boleh memilih, bertahan pada keadaan atau mengikuti waktu"
Urip menghela nafas mengingat Beng juga semua sahabat.
"Sudahlah ini sudah hampir jam 12, jam 2 malam ini aku harus naik menuju Kereng Pange, tinggal dua jam lagi sedang aku masih harus menyelesaikan susunan barang sebelum istirahat"
Kabut asap mulai turun, angin malam tipis membawa dingin. Rian tak lagi mampu mengusik, dia tahu Urip tak ingin berbagi. Rian hanya bisa menyalakan rokok untuk mengurangi rasa kecewanya.

9.21.2015

Sorak

Dimah tak mengerti mengapa di tiap ujung dari arti penantian dan harapnya justru muncul laki-laki yang sungguh tidak pernah ia harapkan.
Mengapa laki-laki itu justru muncul dalam bayangan ketika sepi telah datang. Mengapa justru laki-laki itu yang memberi arti. Sedang jelas laki-laki itu tak mungkin untuknya.
Dimah selalu kehilangan sosok ketika dia membuang jauh-jauh laki-laki itu dari kehidupannya, sedang Dimah mengetahui jika laki-laki itu seharusnya tidaklah berarti.

Angin kencang melambaikan helai kain warna ungu yang terlilit di leher Dimah. Ilalang lebih asyik menari dan membiarkan Dimah yang larut dengan konfliknya sendiri pula Kojin yang tetap berdiri seperti patung. Atau mungkin  ilalang jua angin bersorak-sorai gempita melihat tingkah cucu-cucu Adam.
Waktu terus bergulir menyimpan semua kejadian menjadi kenangan untuk dirindukan yang tak akan pernah bisa diulang karena hidup terus melakukan perubahan.

9.19.2015

Rasa Itu Masih

Mengapa waktu seolah tidak mau bergerak, mengapa masalalu masih tetap tak mau berlalu, mengapa orang yang aku benci masih saja memenuhi ruang ingatan.
Dimah merasa bodoh sedang dia telah begitu tekun mengasah kecerdasan, Dimah masih tak percaya kalau orang  yang sejak awal dia abaikan justru hingga detik ini masih tak mau beranjak dari ingatannya yang bahkan selalu lebih awal mengisi dari setiap kesendiriannya.
Entah  mengapa ucapan Kojin terasa seperti menyindir, sedang rasanya dari awal perbincangan tak satu kamimatpun yang keluar dari mulut kojin ada tanda untuk sindir.
Rupanya terlambat Kojin  sadar jika suasana telah berubah
"Ada yang salah dengan ucapanku" tanya Kojin dengan ragu.
Dimah tak menjawab dan hanya berpaling muka. Sesaat suasana menjadi hening hingga kemudian Dimah berlalu meninggalkan rasa bersalah kojin tanpa mendapat jawab.

Hati perempuan tak pernah bisa Kojin pahami. Mungkin hampir semua laki-laki tak pernah mengerti hati perempuan. Atau sebenarnya hati memang tak akan pernah bisa di mengerti karena mengerti milik logika bukan milik hati. Hati hanya terasa ada memiliki rasa juga suasana, bukan penyampaian yang logis agar dibenarkan, hati tak pernah meminta persetujuan untuk benar atau salah.

Kojin terdiam dengan segumpal sesal
"Ah..."

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...