5.29.2013

Hasrat Mengakhiri

"Jika kau sadar dengan apa yang kau ucapkan maka kau pasti akan
mentertawai dirimu sendiri. Bukankah sering orang mengatakan lain di
bibir maka akan lain pula dengan yang dihati.
Entah mengapa manusia terlalu sulit untuk jujur sehingga manusia
selalu menggunakan kalimat cerdas untuk berlindung, menyembunyikan
dari apa yang sesungguhnya mereka rasakan.
Ketika aku mengucapkan kalimat bahwa aku telah melupakanmu maka jika
aku lebih sedikit teliti maka kalimat itu justru berarti aku tak bisa
melupa, kalimat yang justru diucapkan kepada orang yang masih ada di
hati, karena lupa yang sesungguhnya adalah ketika sesuatu tak bisa
terucap lagi.
Selalu, Kemala pun Arya selalu mengucapkan kalimat berpisah, sedang
bagiku kalimat itu justru merujuk pada masing-masing yang masih saja
memiliki rindu, sama sekali keduanya tak mendapat pengganti dan
kalimat berpisah hanya bermakna telah kalah pada hati yang selalu
memaksa berkuasa, tak terhapus bayangan secuil senyum pun tawa dari
kekasih. Mengucapkan kalimat lupa, berpisah pada seseorang yang masih
ada dihati tak lebih dari penghibur atas kekalahan menaklukkan
mekanisme tubuh sendiri.
Sadar betapa cinta itu telah menyiksa keduanya, kesadaran yang
terlambat. Pun andai keduanya disatukan bukan berarti segalanya
selesai, terobati semua sakit dan siksa.

Indahnya cinta malah ketika cinta itu tak kunjung sampai hingga
terperas seluruh hati dan perasaan, hingga hancur berkeping-keping
lalu sakit itu memberi banyak hal yang serba baru yang bukan hal
rutin, akademis atau seperti cerita orang lain. Pun ketika tercapai
penyatuan antara keduanya maka akan musnahlah cinta, yang ada hanya
satu, kenyataan.
Kenyataan mereka harus membangun keselarasan atas keberbedaan menjadi
kesatuan yang apik dan yang pasti akan makin sulit. Menyisakan dua
kemungkinan terbentuk kerajaan baru atau justru makin hancur.
Aku telah membayar mahal untuk cinta dan aku tak pernah tahu apa hal
itu layak atau tidak" ucap Beng.

Gerimis tak juga membawa masuk Dimah yang duduk di halaman depan,
sedang hari telah menginjak gelap.
Ucapan Beng membuatnya tercenung, ada gelisah yang terasa membuat
susah bernafas.

5.27.2013

Tertunda

Narang harus berjuang lebih keras.

Ditempat lain pencarian Tanah Dalam oleh Beng bersama Urip pun Dimah
harus terhenti lagi, karena sebentar lagi malam juga langit yang
terlihat sangat mendung.

"Senyum? Tentu dia tersenyum, tapi itu hampir tak terlihat, senyum
yang lebih banyak disembunyikan ketika ada yang diingat, ketika dia
teringat kekasihnya, ingat saat mata bertemu dan jantung berdetak
lebih kencang.
Tentu masa lalu akan membekas, walau secara teknis mereka lupa, atau
setidaknya akal waras telah berusaha mengambil porsi di ruang yang
nyata.
Ah,,, sudahlah, Arya telah mati membawa segumpal cerita cintanya
bersama Kemala" Urip meletakkan cangkir kaleng kosong diatas meja yang
telah lapuk.
Tempat istirahat mereka sekarang merupakan rumah kayu dimana Arya dulu
pernah menghabiskan waktu, mengisi hari dengan berusaha membuang
kecerdasan, hingga akhirnya bertemu Kemala, perempuan yang telah
mengajarkan banyak hal pada Arya.
Mata Urip tertuju pada tulisan yang terpahat di bagian tepi meja KEMALA.
"Kau pernah bertemu Kemala?" tanya Dimah.
"Tidak" jawab Urip.
"Aku bisa merasakan cinta mereka" sambung Urip lagi.

5.24.2013

Narang Menguasai

Madi benar-benar menganggap Nungkai telah menaruh kepercayaan kepada
orang yang salah, tentu Narang akan mudah dilenyapkan, itu setidaknya
yang terbaca dari apa yang dipikirkan Madi tentang Narang.
Sedang Dewi kelihatannya sedang mempersiapkan kebangkitan, sehingga
dia memerlukan dua tumbal segar sebagai pelengkap ritualnya. Dewi
bukan sedang ingin memberikan batu itu melainkan dia akan ikut
mengambil keuntungan.
Narang mulai sadar kekeramatan batu penyangga telah menjadikan akal
tidak waras, menjadikan moral yang rendah, sehingga mengorbankan yang
lain menjadi diwajarkan.

"Kau bukan Dewi" ucap Narang.
Madi yang justru terkejut mendengar itu, sedang dia tak menduga sama
sekali jika yang dihadapannya sekarang bukanlah Dewi. Mendadak Madi
kehilangan percaya diri. Tak disangka Narang memiliki kemampuan yang
Madi tidak miliki.
Sedang perempuan yang dinyatakan Narang sebagai bukan Dewi itu malah tertawa.
"Bagaimana kau tahu" tanya perempuan itu.
"Yang aku dengar Dewi memiliki hati dan perasaan, sedang aku hanya
melihat kau yang dipenuhi keinginan tanpa memperlihatkan prilaku yang
didukung hati dan perasaan. Kau bukan sedang akan memberikan batu itu
tapi kau hanya mengetahui posisi dari batu itu" jawab Narang.

Dua orang yang sedang dihadapi Narang makin jelas jika mereka sangat
berhasrat meningkatkan kekuatan sihir dengan memanfaatkan tuah dari
batu penyangga.
Kali ini terlihat jelas dari kilau dan tajamnya mata jika Narang mulai
mengambil posisi. Setelah Narang meletakkan apa yang diingat, apa yang
diharapkan pun apa yang dipikirkan justru dia mampu all auot tanpa
beban, justru mudah menguasai kondisi. Tak tanggung kali ini Narang
memaksa. Narang harus tahu posisi batu penyangga entah bagaimanapun
kemungkinannya.

Membaca Gestur Mereka

Narang membuang keinginan awal, keinginan yang hanya memberi harapan
dan yang akan berakhir pada kekecewaan.
Apa yang yang diingat juga tak beda, jika dia mengingat apa yang dia
harus tuntaskan maka hanya akan memberi beban.
Pun yang dipikirkan akan jelas berbeda dengan kenyataan.
Setelah semua peluang terasa buntu maka akan lebih baik jika Narang
membiarkan gestur dari kedua individu yang sedang dihadapannya lebih
menunjukkan banyak hal. Narang tidak lagi menggunakan telinga sebagai
penyerapan informasi. Kali ini Narang justru menggunakan mata untuk
mengetahui.

Kondisi untuk tidak memaksakan segala potensi yang dimiliki tapi
justru membiarkan potensi dari yang sedang dihadapi memberikan banyak
informasi.

5.23.2013

Narang Terdiam

Narang mempunyai perhitungan yang lain, yang bukan seperti mereka pikirkan.
Ada yang lebih dari sekedar keyakinan untuk mendapatkan sesuatu.
Passion bukan hal yang cukup juga, namun segala sesuatu memiliki kadar
yang berbeda satu dengan yang lain, pun keberbedaan satu dengan yang
lain itu tetap akan memiliki kesesuaian dengan yang lain sebagai
penyeimbang.
Sejauh apa upaya seseorang memperjuangkan sesuatu maka jika sesuatu
itu bukanlah hal yang sesuai dengan keseimbangan maka sesuatu itu tak
akan memberi manfaat apapun pada seseorang tersebut.
Yang selama ini Narang ketahui setiap individu memiliki obat herbalnya
masing-masing yang akan memberi keseimbangan tubuh mereka
masing-masing.

Jika jodoh tak akan jauh, pun sebaliknya. Narang hanya perlu
menumpahkan energi yang sesuai atas sesuatu itu. Sesuatu akan tetap
memerlukan kesesuaian untuk bisa didapat, imbalan yang sesuai.

Narang terdiam membiarkan kesadarannya larut tak menentu arah,
membiarkan semua terurai dengan sendirinya.
Terkadang baik membiarkan masalah itu mencari penyelesaiannya sendiri.

5.21.2013

Madi Tak Berkesempatan

"Sejak kapan Narang keturunan Ladu menjadi mahir bicara" cemooh Madi.
"Aku yakin kali ini Nungkai akan Salah" sambungnya lagi.
Narang tak menjawab kalimat dari Madi yang sama sekali bernada
cemooh. Jelas yang diucapkan Madi memberi refleksi penilaian atas
dirinya. Narang mulai sadar jika mereka banyak mengetahui.
"Nungkai" ujar Dewi membuka yang ada di ingatannya.
"Pria bertubuh kurus tapi memiliki obsesi yang besar, keahlian ilmu
hitamnya telah mampu menjamah tubuhku dalam mimpi yang hampir nyata.
Ilmu yang juga dikuasai oleh Arya pun Urip, bahkan Urip telah mampu
menaburkan mantra pembangkit sensasi birahi.
Urip, yang aku sangka bisa lurus seperti Arya ternyata sama sekali
berbeda, dia sedikit nakal" Dewi mengembangkan senyum tipis mengenang
Urip.
"Kau hampir tahu semua" sela Narang.
"Benar, bahkan Guru Wahab juga Datuk Yana. Orang tua kampung, mereka
bukan ilmuwan juga bukan pemimpin, tapi mereka memiliki visi.
Nisa, tak aku sangka telah diberi kepercayaan menyimpan monyet empat
muka, entah apa yang menjadi pertimbangan dua tokoh tua itu" Dewi
menghentikan kalimat begitu mengetahui perubahan di wajah Madi ketika
dia menyebut monyet empat muka.
"Rupanya kau juga tertarik terhadap monyet keseimbangan" tanya Dewi
pada Madi dengan senyum merendahkan.
"Aku kira kau tak berhak atas itu, monyet yang hanya bisa dikendalikan
oleh keturunan tanah bukan keturunan cahaya apalagi api. Sedang yang
aku tahu kau dilahirkan oleh perempuan yang telah disentuh iblis dan
iblis itu telah menidurinya dalam mimpi, hingga lahirlah kau" ujar
Dewi.
Madi makin kecut mendengar ucapan Dewi, semua yang diucapkan Dewi memang benar.
"Setidaknya batu penyangga bisa kau miliki jika kau ingin, tapi aku
rasa Narang telah lebih dulu dihadapanku, dan kau tahu peraturannya.
Aku hanya bersedia kepada siapa yang pertama aku temui" Dewi
memastikan bahwa Madi tak akan mendapatkan apapun darinya.

5.17.2013

Narang Tak Beda

Laki-laki selalu tak pernah mau kalah, apa yang diceritakan tentang
bahagia menurut Arya justru di timpali kalimat yang tak jauh berbeda
oleh Narang.

Deskripsi yang hanya berpihak pada pembelaan diri sendiri, asumsi
bebas, bersifat meminta untuk dibenarkan. Selalu itu yang laki-laki
lakukan. Kalimat yang justru menyakitkan hati perempuan.

Pertanyaan bagaimana agar bahagia seharusnya bukanlah kalimat yang
menjadi jawaban, tapi cukup kehadiran dan bunga di tangan atau bahkan
batu sekalipun tak masalah, asal ada kehadiran dengan senyum, sedikit
sentuhan, sedia mendengarkan, bukan justru mendebat yang berujung pada
perempuan akan salah, kalah.
Seharusnya lebih menunjukkan bahwa sang pria menghendaki sang
perempuan, dan sedia menjadi sandaran ketika ada gelap dan sakitnya
perasaan perempuan.

5.16.2013

Sela Narang

"Berhenti mengeluh, bagiku itu tak lebih dari pengkerdilan. Sedang
upaya yang dilakukan sebenarnya masih jauh dari standar. Kalimat yang
menghibur, menutupi kegagalan" ucap dalam hati Narang.

"Bahagia adalah saat kau lupa diri. Maka ketika kau mengingat dirimu
sendiri akan berarti melihat beban.
Melakukan silaturrahmi, riset, atau sedang berhubung dengan sungguh
pada sebuah objek juga bentuk lupa diri.
Kondisi yang orang lain memandang sebagai asyik tak hirau pribadi
lain, suhu, ruang, waktu bahkan hutang yang menumpuk di perbankan.
Maka orang lain akan melihat pribadi tersebut sebagai bahagia" sela
Narang yang ingin berbeda pandangan.

5.15.2013

Bahagia

"Bahagia, yang aku pahami bahagia itu hanya milik ahli syurga.
Anggapan yang aku miliki hidup dimuka bumi adalah membawa tanggung
jawab dan aku menerima itu sebagai konsekwensi hidup.
Hidup memberikan arti ganti dari kata bahagia padaku sebagai berhenti mengeluh.

Aku, kau atau siapapun akan sama. Aku bukan species yang berbeda darimu.
Pun ketika kau melihat orang lain bahagia mungkin itu hanya yang
terlihat oleh mata dan kau tidak masuk secara utuh kedalam
kehidupannya, sebenarnya dia juga komplek. Sama, kita semua memiliki
perasaan.
Lebih bijak barangkali untuk tidak membuang kesedihan atau
ketidaknyamanan, karena hal itu memang harus ada sebagai instrumen
dalam kehidupan, biarkan kesedihan memberi warna diruang hatimu,
biarkan rasa itu menuntun pada pencarian kondisi yang lebih baik.
Ketidak nyamanan diadakan oleh Tuhan agar supaya kau berkembang. Ya..,
semua hal buruklah yang menjadikanmu hidup yang terus menumbuh pada
pengetahuan, kebijaksanaan budi pekerti, bahkan jika tidak munafik
termasuk didalamnya materi.

Itu yang aku ingat dari sebagian yang dikatakan Arya padaku waktu itu"
ujar Dewi.
Ada terbersit kesedihan di wajah Dewi, namun itu tidak lama.

"Arya sangat mengagumi perempuan itu. Dia sering menceritakan betapa
Kemala perempuan yang logis, Kemala perempuan yang kuat.
Arya....
Pria yang tak begitu cerdas, bahkan mungkin otak yang dimiliki hanya
sedikit lebih baik dari otak simpanse. Entah apa sebab hingga dia
mengambil cara pandang berbeda dari kebiasaan yang berlaku.
Pun itu yang aku sangka menjadi sebab mengapa dia bersikeras untuk
mendekati Kemala. Karena ketidakmampuannya mendapat jawaban atas
banyak pertanyaan yang dia buat sendiri dan harus dia sendiri jua yang
menjawab tanpa tahu benar atau salah. Mungkin Arya merasa Kemala
satu-satunya yang bisa diajak bicara.
Sedang dia juga sadar itu semua akan membawa konsekwensi pada hati dan
perasaan" Dewi mengenang Arya.

"Mengapa jika sudah tahu akan menumbuhkan cinta dihati keduanya Arya
tidak menghentikan atau sebaliknya dengan meminang?" tanya Narang.

"Andai sesederhana itu mungkin akan sudah dilakukan Arya. Hanya yang
aku rasakan keduanya telah sepakat untuk kerumitan, walau tak terucap,
keduanya seolah sengaja menghancurkan diri masing-masing.
Kemala bukan perempuan desa yang sederhana, dia terlalu rumit.
Pun Arya, dia pria yang terikat, bukan sendiri" jawab Dewi.

5.13.2013

Menyembunyikan

"Kebanyakan orang mengatakan jika sepasang kekasih adalah pasangan
yang berupaya saling memiliki atau mungkin menyelaraskan dalam
kebersamaannya.
Bagiku tidak, aku hanya melihat dua pribadi yang masing-masing
menolak, masing-masing berontak untuk bisa lepas dari jerat yang
mereka katakan sebagai rindu tanpa sebab.
Tak lebih dari dua helai tali yang sengaja menjadikan diri
masing-masing kusut. Setidaknya itu yang aku rasakan pada Kemala pun
Arya" ucap Narang yang berusaha cerdas.
"Arya tak mungkin dinyatakan bersih, yang seolah bukan sebagai penyebab.
Betapa Kemala tidak terlena, mungkin hampir semua perempuan akan tak
jauh beda, bahagia ketika dirinya menjadi orang yang diinginkan oleh
seorang pria yang menurutnya sesuai. Ya, diinginkan, itu sangat
berharga bagi perempuan.
Setelah itu yang ada dari mereka hanya tawar-menawar betapa terlalu
banyak ketidak cocokan, mereka ingin lepas, mereka ingin agar benang itu
terurai.
Sering Kemala kehabisan kalimat yang justru menjadikan Arya makin
gila. Kemala hampir tak mengerti harus berkata apa. Yang aku tahu
hanya makin kusut" sambung Narang.

Pembicaraan dari ketiganya berlangsung dengan baik, seolah tak ada
yang yang memiliki kepentingan, tapi sebenarnya Narang, Dewi pun Madi
( laki-laki kerdil) memiliki tujuan yang disembunyikan, ketiganya
sama-sama mencari peluang terbaik untuk mendapat apa yang menjadi
tujuan.
Madi ahli pemetaan wilayah hutan juga termasuk kehidupan yang ada
didalamnya juga tertarik mendapat batu penyangga yang seharusnya ada
didalam wilayahnya itu, sedang dia tak pernah sekalipun bisa menemui.

5.10.2013

Laki-laki Kerdil

"Segala sesuatu tak mungkin terjadi dengan tiba-tiba, semuanya perlu
proses, pun tak satupun yang gratis, perlu imbalan yang sesuai atas
yang didapat.
Jangan pernah menyatakan sesuatu sebagai sebab ketika sesuatu itu
melukai atau juga membahagiakanmu, karena sesuatu itu adalah apa yang
sebenarnya pernah kau lakukan pada masa lalu. Tak satupun yang
bernama kebetulan, kebetulan hanya kata ganti sederhana atas
keterkejutan mendapat hasil dari apa yang kau sendiri pernah tanam,
keterbatasanmu mengingat apa yang pernah kau lakukan pada masa lalu.
Segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan, ketetapan yang kau sendirilah sebenarnya pernah meminta
juga melakukan. Jangan pikun" ucap laki-laki kerdil yang sudah muncul
disebelah Dewi.
"Kemala perempuan yang sudah terlalu siap, tapi Kemala pun Arya harus
membayar apa yang mereka berdua pernah pikirkan sebelumnya.
Pemberontakan atas kodrat yang berujung pada kegelisahan mendalam.
Seharusnya laki-laki dan perempuan, kau tahu itu" sambungnya lagi.

Narang terkejut mendengar laki-laki itu, seolah dia lebih mengetahui
kisah tentang Arya pun Kemala.

5.08.2013

Tumbal

"Apa yang menjadi imbalan" Narang mulai curiga.
Dewi tersenyum, tahu jika Narang bukan orang yang bodoh.
"Cukup kau bawakan dua ayam hitam" jawab Dewi.
Giliran Narang yang tersenyum merendahkan Dewi.
"Harga yang pantas untuk batu itu, tapi aku tak akan pernah
mengorbankan angota keluargaku" ujar Narang memastikan bahwa dia tahu
kemana arah pikiran Dewi. Narang tahu jika mengorbankan dua ayam hitam
berarti mengorbankan dua orang anggota keluarga Narang sendiri untu
dijadikan tumbal.
"Kau lebih cerdas dari yang aku sangka, tapi tidak untuk mendapatkan
batu itu, dan kau tak memiliki banyak pilihan, terserah kau" bisik
Dewi yang terasa menekan Narang.

5.07.2013

Tawaran Dewi

"Orang-orang yang dianggap baik oleh Arya selalu berdoa di setiap
tengah malam, dan diantara panjat doa mereka terselip aroma dari iblis
yang dikutuk dan dirajam, aku sangat mengenal mereka semua.
Sedang telah beribu kali aku tawarkan pada Arya untuk mendapatkan
Kemala kekasihnya itu, maka setiap saat tawaran itu pula dianggap
Arya sebagai tawaran iblis yang menggoda.
Arya selalu menolak apa yang aku tawarkan, tawaran atasan segala
keinginan dari setiap doanya. Walau begitu aku juga sangat tahu akan
Arya, dia tak sekalipun membenci iblis.
Pun soal batu, aku sangat tahu persis lokasi dimana batu itu, sayang
Arya memilih cara mereka, cara tokoh tua. Sekarang kesempatan itu aku
berikan padamu"

Narang mulai percaya pada Dewi. Hampir tidak bisa dipercaya,
kesempatan yang terlalu lebar dan sangat memudahkan.
Walau setengah hatinya ragu tapi keberadaan batu penyangga terasa
sudah terlalu dekat. Naif rasanya jika Narang tak gembira atas hal
itu.

5.06.2013

Lupa Tujuan

Kelapa, beras, jarum, setangkup gula aren, juga berbagai jenis makanan
telah siap. Narang menyalakan tiga bilah dupa lidi dan diletakkan
diantara sesajen itu.
Cara purba, membangkit sugesti dari dalam dirinya sendiri,
mengandalkan ruh para leluhur sebagai suport, walau sejujurnya Narang
sedikit geli menyadari prilakunya yang terasa tak lazim, terasa aneh
dijaman yang sudah 3G, jaman dimana perangkat selular sudah mencapai
tingkat audio visual namun dia masih mengandalkan dupa untuk mencapai
sesuatu yang dituju.

Bukan, sanggah Narang dalam hati, manusia tak lagi bisa diandalkan,
dan ini cara yang tak pernah orang gila materi kasat mata mengerti.
Tubuh disangga ruh, yang hidup ruh bukan tubuh.

"Salam. Diri ruh semesta, apa yang ada di langit dan bumi serta apa
yang ada diantara keduanya. Aku Narang bin Ladu bin Radi bin Sarli bin
Maat.
Narai ikau handak, aku sedia. Salam" Narang menutup salam pembuka mantra.
Belum lagi melanjutkan penyampaian namun ada yang terasa lain, apa
yang dilihat Narang terasa seperti memburam.

"Kau mencari batu keseimbangan? Atau lebih tepatnya batu penyangga
keseimbangan, itu mudah" suara perempuan telah dekat dengan telinga
kanan Narang.
"Siapa kau?"
"Dewi"
"Bukankah...." Narang ragu.
"Bukankah Dewi telah tewas bersama Arya? Itu maksudmu" perempuan itu
mengetahui keraguan Narang.
"Materi memiliki sifat kekal, tak pernah ada sesuatu yang ada lalu
menjadi tidak ada, yang ada adalah perubahan bentuk" lanjut perempuan
itu.
"Jadi kau..."
"Ya, aku Dewi"

Keduanya dengan cepat larut, bahkan Narang lupa dengan apa yang
menjadi tujuan semula. Narang justru lebih tertarik pada cerita Dewi
tentang keberadaan Arya waktu itu.

"Kemala sangat mempercayai Arya, dia memiliki cinta yang mekar di
kekeringan, pun Arya tak beda. Ketidak cocokan antara keduanya justru
makin membangkit cinta yang membawa bingung antara keduanya, tapi
cinta bagi keduanya bukanlah hal yang baik. Buruk, menyakitkan.
Kesadaran itu sudah terlambat.

Sejak itulah Kemala menjadi sulit mempercayai orang lain, Kemala
beranggapan semua akan sama, mempercayai orang lain akan berarti
menghancurkan hatinya sendiri.
Tapi aku yakin jika itu bukan berarti Kemala sudah kehilangan hati,
terbukti dari dia yang masih menulis, dan itu untuk Arya.
Kemala percaya cinta itu ada, juga percaya kehancuran itu nyata,
sekarang yang aku tahu hanya Kemala telah menjadi sulit untuk
berkomunikasi dengan orang lain apalagi mempercayai"

Gagal

Di kondisi yang sangat membingungkan hal yang paling mungkin hanya
mengambil keuntungan dari sifat-sifat alami, bahkan jika mungkin
menjadikannya sifat itu berlipat ganda, atau tidak pernah ada
kesempatan lagi.
Batu penyangga yang menjadi bagian dari keseimbangan tetap harus didapat.
Itu yang Narang rasakan ketika semuanya terasa makin sulit. Ketika
yang didapat hanya datu Yana yang telah pergi meninggalkan kediamannya
sehari sebelum dia sampai.

Tak perlu lagi informasi kemana arah, kali ini Narang hanya
mengandalkan navigasi yang bisa terbaca oleh insting. Narang tak lagi
mengikuti apa yang dipikirkan, karena dia makin sadar jika apa yang
dipikirkan benar hanya berujung pada salah.

Narang sadar jika kemampuan yang dimiliki memang tidak harus
dibenturkan pada hal yang sulit, kalau bisa mudah kenapa tidak?
Pun ada sadar sisi lain yang mengatakan jika alam telah sepakat bahwa
semua masalah telah memilih penyelesai masalah itu pada yang sesuai,
menurut kadar masing-masing.

5.03.2013

Di Kediaman Datu Yana

Ada spekulasi yang menyatakan jika batu itu berada di puncak tertinggi
dari pegunungan Meratus dan masih terlindungi oleh sihir kuno.
Sayang sungguh disayang Narang tidak berhasil menemukan Erla yang
sangat diharapkan untuk bisa memberi informasi lebih banyak tentang
keberadaan batu keseimbangan itu, gagal. Setidaknya itu bukan berarti
sudah berakhir upaya Narang, tetapi Narang harus memulai lagi dari
awal. Ada yang masih bisa dicoba dan tokoh tua sebagai pilihan
terakhir, pilihan yang terlalu buruk untuk diambil, mengingat resiko
yang ditawarkan jika mengikuti cara mereka.
Datu Yana menjadi nama yang lebih awal muncul dalam ingatan dari
daftar semua nama tokoh tua.

Di lain tempat dari keberadaan Narang.
Di kediaman datu Yana.
"Barang siapa mengenal akan dirinya maka dia mengenal akan Tuhannya"
ucap datu Yana pada Silvi cucu perempuan sang datu yang telah beranjak
dewasa.
"Kalimat yang sebenarnya multi tafsir. Dulu Urip pernah mengajukan
konsep awal penciptaan manusia. Dia mengambil rahman dan rahim Tuhan
yang dikaitkan dengan kalimat Kedua orang tuamu adalah Tuhan yang
nyata. Bapak merahman sel jantan kepada ibu dan ibu merahim sel jantan
tersebut di dalam kandungan setelah sel jantan itu berhasil membuahi
sel telur milik sang ibu. Sangat dasar dari awal adanya manusia.
Maka itu sudah bisa kau jadikan tafsir sederhana untuk pengenalan
dirimu, tafsir yang bisa kau buktikan secara ilmiah.
Pun sebenarnya akan ada sisi lain daripada tafsir itu" ujar datu Yana.

"Kai, mengapa aku diadakan? Apa bisa aku berguna" tanya Silvi.
Datu Yana tersenyum tipis mendapati pertanyaan sang cucu, ada
kebahagiaan tersendiri ketika bercengkrama dengannya, jauh dari
kerumitan yang menekan psikologis.

"Lentera tak sekalipun pernah bermaksud memberikan penerangan kepada yang lain.
Cahaya hanya akibat dari keberadaannya, cahaya bukanlah aksi.
Nikmati saja hidupmu, kumpulkan sebanyak mungkin apa yang kau
kehendaki, nanti akan ada masanya dari apa yang kau kumpulkan itu akan
memancarkan sinar yang kuat, hingga kau kehendaki atau tidak akan
tetap terucap dari bibir mereka bahwa kau telah menerangi mereka" ujar
sang datu.

Ada banyak hal yang datu Yana tak berani menyampaikan kepada
kebanyakan orang, pun itu cucunya sendiri. Konsep dasar kehidupan yang
akan terlalu pahit jika disampaikan dan akan menimbulkan banyak
fitnah.

Datu Yana sangat ingat bagaimana Urip yang berusaha mengambil kunci
yang telah ditenggelamkan oleh para pendahulu itu. Datu Yana mengenal
Urip yang berakhir sebagai kemerosotan mental pun akhlak, kebencian
juga cinta mewarnai setiap gerak. Sesekali terlalu bersemangat, kadang
juga membingungkan.
"Urip" desah datu Yana mengenang Urip juga perempuan yang menjadi
kekasihnya itu. Tergambar sebuah pertemuan yang sulit juga menyimpan
kerumitan.

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...