"Apa kelebihan Urip sehingga kau begitu meanak emaskannya?" tanya datu.
"Kesediaannya menjadi bodoh dan aku suka orang bodoh.
Karena dia bodoh maka dia tak lagi memandang lawan bicara, dia berani
mendebat walau itu berarti aku yang didebat. Dia suka bicara semaunya,
bahkan dia ucap apa yang dia tidak tahu" jawab guru.
"Membicarakan yang dia tidak tahu?" datu terheran.
"Bukan membicarakan tapi bicara, ucap bukan mengucap. Lebih spesifik,
karena awalan me adalah kesengajaan.
Nasib tak diketahui maka jika kau ingin tahu nasib jawabnya ada pada
sesuatu yang tidak kau ketahui. Maka ketika Urip bicara sesuatu yang
tidak Urip itu sendiri ketahui disitu pula aku membaca alur nasib dari
siapa yang terbicara.
Ucap sekedar ucap berarti tak memiliki tendensi, tanpa pamprih itu
bodoh. Jika kau pintar maka kau mengucap dan itu memiliki motif atas
pengucapan, jauh dari keikhlasan. Kau memiliki kalkulasi yang kau
ketahui.
Diketahui bukanlah nasib, nasib tak tahu" jawab guru lagi dengan tawa
setengah merendahkan.
"Kau sakit ya..?"
Keduanya tertawa walau setengah dari perasaan masing-masing menyimpan
dongkol sesaat. Dongkol yang segera terbuang.
Mereka menjadikan Urip pertunjukan yang bisa dibuat banyak asumsi,
sedang Urip sendiri kusut menanggung kebodohan atas tindakannya.
Arti kekasih bagi Urip adalah dia yang memiliki berjuta jawaban atas
apa yang dia rasakan atas makna kehidupan pula adanya kekasih telah
menjadi hukuman yang sangat menyakitkan.
Tak pernah henti bayangan sang kekasih memaksa setengah dari ruhnya
mengeluar, memaksa hati dan pikiran menggenggam kesadaran tentang dia.
Bodoh benar-benar bodoh, hanya menjadi tontonan yang bisa ditertawakan
kedua kaum tua itu, tentu tak luput pula cibir dari yang disebut Urip
sebagai kekasihnya itu.
"Sesuatu yang ada tidak akan lenyap kecuali berubah bentuk, teori
materi kekal. Ucap bukanlah materi, tapi aksi atau kreasi, setiap aksi
selalu ada reaksi sedang kreasi akan menjadi. Bukankah perubahan
berdasar pada reaksi, bukankah dikatakan kreasi ketika menjadikan
sesuatu. Lalu adakah ucapku tak akan lenyap begitu saja tanpa bisa
menjadi reaksi atau kreasi, akankah ucap itu menjadikan perubahan
sehingga menjadikan bentuk.
Kasih, ucapku akan menjadi apa aku tak tahu" tanya Urip pada diri
sendiri, tanpa pernah keluar dari mulutnya yang sibuk menghisap rokok.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
"Setara dengan apa yang kau rasa ketidak nyamanan itu, ketika kau tengok aku maka itu pula yang berbisik di degup jantungku. Kala senja...
-
Pagi itu Kojin berdiam memandangi anggrek yang tumbuh di sela pohon yang tumbang Sedang Beng mendekat "Tapi apakah dia sehati den...
-
Logis jika sesuatu itu memiliki urutan yang jelas hingga bisa dianalogi dalam pola matematis. misal ada pertanyaan buah dari pohon ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar