7.04.2014

Jengkel

Dimah hanya mendengar dan tak ingin menyahuti pembicaraan kedua laki-laki yang sekarang sibuk berdebat, sedang matanya menatap pisau belati perak yang ada terselip di pinggang Narang .
"Bukahkah pisau itu seharusnya ada di tangan Urip? Kemana Urip?" Dimah tak lagi bisa menahan rasa ingin tahunya.
Narang tak segera menjawab, Narang malah sibuk memulai menyalakan Api unggun.
"Api disini tak memberi fungsi hangat, untuk apa kau nyalakan" tanya Dimah yang jelas tak ingin diacuhkan.

Beng menepuk pundak Dimah berharap tersudahi komunikasi yang terasa janggal di telinganya.
"Urip gagal, dia pulang dan menyerahkan tanggung jawab pada Narang" ujar Beng menenangkan Dimah.
Beng tahu ada kekecewaan pada Dimah, tampak sekali Dimah berharap Urip yang hadir dan bukan Narang.
"Urip memiliki riwayat yang buruk dengan prioritas hidup, aku tidak heran jika kau menganggap Urip bisa diandalkan, memang sekilas kau melihat Urip sangat semangat tapi setahuku energinya tak pernah cukup untuk mencapai sesuatu, mungkin karena dia masih membagi hati" Lanjut Beng segera menyudahi kalimat.
"Kasta bawah. Terlalu sulit menghadapi kenyataan, semua apa yang Urip lakukan hanya ingin menghapus catatan yang telah terlalui di masa lalunya dan yang telah tertanam permanen, dia ingin merubah struktur pengorganisasian tubuhnya dengan kemungkinan yang berbeda dari yang seharusnya, menghapus semua yang ada di masa lalu dan kemudian memulai lagi pengolahan sistem kendali tubuh dari awal, ulang. Itu mustahil. Kecuali dia bisa kembali menjadi bayi.
Urip berusaha menyejajarkan kastanya dengan  kasta perempuan yang menjadi kekasihnya itu. Pungguk merindu bulan" ujar Narang.  


Tidak ada komentar:

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...