Asap tipis mengepul meliuk menerobos dedaunan, seperti biasa di hutan
tropis akan banyak jenis tumbuhan pun hewan liar yang bisa diolah
untuk dijadikan makanan. Tapi Datuk Yana tak henti meluapkan
bahagianya dengan kesediaanku membawakan kopi dan gula yang sudah
hampir seminggu beliau kehabisan stok. Setidaknya cukup untuk tiga
bulan kedepan beliau tak perlu menuju kampung yang jaraknya cukup jauh
untuk mendapat kopi.
Ini hari kedua aku menjadi tamu beliau.
"Aku juga sama seperti umumnya manusia Rip. Hanya saja setua ini aku
masih perlu memahami, masih banyak hal yang aku ingin mengerti, tapi
jangan kau tanya untuk apa, karena jelas aku tak bisa menjawab.
Dua Syeikh besar yang aku kagumi dan aku bawa kitab dari keduanya itu
masuk didalam hutan ini agar aku bisa lebih tenang memahami. Ini kau
sudah tahu Ihya' Ulumuddin dan kau tahu ini maha karya syeikh Abu
Hamid Al-Ghazali Rahimakumullah dan yang ini kitab Ta'riful Ahya'bi
Fadla-il Ihya' buah karya Syeikh Abdul Qadir Al-Aidrus Rahimakumullah"
Datuk Yana menghentikan kalimat dan menikmati kopi hangatnya.
"Urip sebutkan satu saja hal yang kau anggap benar" pertanyaan
sederhana tapi tiba-tiba aku kesulitan mencari jawaban.
"Matahari telah benar selalu terbit dari timur" jawabku walaupun tiba-
tiba aku tak begitu yakin.
"Kenapa kau ragu, sedang kau meyakini hal yang selama ini kau anggap
benar" Datuk Yana Tersenyum, jelas mendangkalkan, tapi lembut kasih
sayangnya menyusup mengalir keseluruh damaiku. Ini satu hal yang aku
kagumi dari Datuk Yana, beliau selalu sabar dan kasih sayang.
"Andaikan sewaktu awal adanya kamu di beri nama Simin maka semua orang
akan memanggilmu Simin, aku akan disalahkan jika memanggilmu dengan
nama Urip. Pun demikian andai tempat terbit matahari di beri nama
barat pada awalnya dan disepakati kebanyakan orang waktu itu, maka kau
akan disalahkan jika menyebut matahari terbit dari timur.
Benar hanya kesepakatan manusia, tapi benar yang sesungguhnya seperti apa?"
Datuk Yana menyalakan rokok.
"bukankah ini berarti benar itu adalah kesepakatan, maka jangan heran
jika kau akan disalahkan kebanyakan orang jika berlaku ingin menjadi
terbaik, bukankah kau pernah menyatakan bahwa orang yang menang akan
melakukan apa-apa yang orang lain tidak lakukan. Bukankah jika kau
ingin menang berarti siap disalahkan kebanyakan orang, bukankah
perbuatanmu berarti perbuatan pemenang, bukankah pemenang bukan umum,
pemenang hanya satu. Bisakah menang hanya dibayar dengan yang biasa
alias umum. Kau akan membayar dengan yang tidak umum, tidak masuk
dalam kesepakatan, itu berarti disalahkan.
Aku lebih memilih melakukan hal yang di anggap salah, dengan salah aku
akan tahu apa itu hasilnya, yang aku rasakan sendiri. Sedang hasil
dari perbuatan itu bukan dusta. Contohnya jika aku memukul cangkir
lalu apa hasilnya, nah hasilnya itu yang benar, apapun itu, bisa bunyi
atau pecah, tak penting penyebutannya, tapi itu benar dan kau bisa
dengarkan dan kau bisa lihat sendiri.
Sedang jika aku merasa yakin dan benar terhadap yang aku lakukan
bukankah berarti aku larut dalam kehidupan yang kebanyakan. Bukankah
kebanyakan orang selalu merasa yakin dan merasa benar. Itu jika aku
rujuk pada benar ternyata hanya kesepakatan bukankah itu berarti belum
tentu benar"
Lagi-lagi senyum tipis Datuk Yana menghiasi wajah tua beliau.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
"Setara dengan apa yang kau rasa ketidak nyamanan itu, ketika kau tengok aku maka itu pula yang berbisik di degup jantungku. Kala senja...
-
Pagi itu Kojin berdiam memandangi anggrek yang tumbuh di sela pohon yang tumbang Sedang Beng mendekat "Tapi apakah dia sehati den...
-
Logis jika sesuatu itu memiliki urutan yang jelas hingga bisa dianalogi dalam pola matematis. misal ada pertanyaan buah dari pohon ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar