"Tetua sungguh mengetahui kerinduanku kepada dia. Kerinduan yang justru aku sendiri tak pernah mampu memahami. Kerinduan yang hanya tersusun dari hembusan nafas, akan tetapi telah mampu menghitamkan darah yang mengalir"
Arya menghentikan kalimat, kemudian menyalakan rokok untuk mengurangi kecamuk.
"Aku memohon ampun kepada Dia, yang lebih dekat dari urat nadi, pabila khilaf dalam berkalimat" ucap Arya yang tak peduli akan asap rokoknya telah memenuhi ruang.
Sementara di luar dari jendela samping beberapa mata tak lepas memandang dialog.
"mustahil ada ikhlas tanpa adanya perbuatan.
Mustahil perbuatan tahu arah dan tujuan tanpa ilmu.
Mustahil ilmu tanpa adanya akal.
Mustahil akal tanpa ruh.
Mustahil ruh tanpa batang tubuh.
Dan manusia yang menjadikan geliat hidup semesta dengan kecerdasan dan peradabannya"
Tetua agak terkejut mendengar jawaban Arya. Tetua menegakkan badan namun tatapan matanya berubah menjadi tajam.
Sedang Dewi juga menegakkan badan tampak siap dari kemungkinan.
5.25.2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
Segala kemampuan yang dimiliki Beng bukanlah berarti menjadikan sesuatunya bisa lebih mudah. Jantung Urip berdegub lebih kuat begitu meng...
-
Hidup bukanlah untuk tujuan, melainkan perjalanan dari petualangan yang serba mungkin. Hingga apapun itu yang sedang terjadi memang telah ...
-
Haruskah aku berjalan terus menyusun teori konspirasi gila, membolak-balik faham konkret, hingga ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar