Melakukan sesuatu tanpa ada informasi yang cukup untuk dijadikan tujuan membuat otak Arya terasa lumpuh, rasanya hampir tak mampu difungsikan isi kepala, akan tetapi mungkin akan lebih baik begitu, sehingga pikiran Arya tidak memberi gambaran palsu tentang kejadian yang bakal terjadi, gambaran yang seolah bakal nyata, yang tersusun dalam bentuk sangka-sangka.
Mungkin juga seperti itu seharusnya hidup, lebih baik lakukan dan lakukan, biar dikemudian sang waktu membeberkan bukti yang benar-benar nyata atas segala hasil perbuatan. Bukankah selama ini terlalu sering Arya mengimani sangkanya, bukankah sangka jua yang sering mendorong kelahiran sang kecewa. Bahkan terlalu sulit rasanya menemukan kecewa yang tidak disebabkan oleh sangka.
Didepan mata terhampar lebat hutan tropis Borneo, menantang insting Arya untuk membuktikan kecerdasannya, bermain dengan mengandalkan improvisasi. Logika hanya akan ditolak kehadirannya oleh roh hutan, mungkin akan berlaku sebaliknya jika Arya berada diantara belantara peradaban modern yang didominasi oleh rencana dan logika.
Sedang Dewi menunggu kesiapan Arya sambil sibuk menyisir rambutnya yang terurai. Dewi sebenarnya ayu bahkan mendekati sempurna, tubuh tinggi semampai, kulit bersih tanpa cacat, dada tampak berisi juga lekukan indah dari tubuh dibalik busana yang cenderung seksi.
Hanya saja yang sedikit membuat Arya terganggu sesekali jika Dewi tersenyum terlihat taring tipis diantara deretan gigi putih bersih dan jika menunduk kadang terlihat dua benjolan tipis di kepala menyerupai tanduk, walau dari wajahnya memancar kelembutan perempuan dewasa, sorot mata kadang sedikit nakal.
Dan satu hal yang masih menjadi pertanyaan dibenak Arya yaitu ketika Dewi mendekat tak pernah ada terdengar suara langkah kaki.
Mungkin juga seperti itu seharusnya hidup, lebih baik lakukan dan lakukan, biar dikemudian sang waktu membeberkan bukti yang benar-benar nyata atas segala hasil perbuatan. Bukankah selama ini terlalu sering Arya mengimani sangkanya, bukankah sangka jua yang sering mendorong kelahiran sang kecewa. Bahkan terlalu sulit rasanya menemukan kecewa yang tidak disebabkan oleh sangka.
Didepan mata terhampar lebat hutan tropis Borneo, menantang insting Arya untuk membuktikan kecerdasannya, bermain dengan mengandalkan improvisasi. Logika hanya akan ditolak kehadirannya oleh roh hutan, mungkin akan berlaku sebaliknya jika Arya berada diantara belantara peradaban modern yang didominasi oleh rencana dan logika.
Sedang Dewi menunggu kesiapan Arya sambil sibuk menyisir rambutnya yang terurai. Dewi sebenarnya ayu bahkan mendekati sempurna, tubuh tinggi semampai, kulit bersih tanpa cacat, dada tampak berisi juga lekukan indah dari tubuh dibalik busana yang cenderung seksi.
Hanya saja yang sedikit membuat Arya terganggu sesekali jika Dewi tersenyum terlihat taring tipis diantara deretan gigi putih bersih dan jika menunduk kadang terlihat dua benjolan tipis di kepala menyerupai tanduk, walau dari wajahnya memancar kelembutan perempuan dewasa, sorot mata kadang sedikit nakal.
Dan satu hal yang masih menjadi pertanyaan dibenak Arya yaitu ketika Dewi mendekat tak pernah ada terdengar suara langkah kaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar