Angga mendengar apa yang tetua ucap tapi ucapan tetua sama sekali tak
bisa dipahami. Pun tetua sangat mengerti itu, maka senyum tetua cukup
untuk mengganti tanda atas kemaklumannya, sedang setengah hati tetua
menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bijak memandang lawan bicara.
"Hari, bulan, hingga tahun berganti namun tak pernah aku bisa
berpaling darinya, setiap nafas selalu tentang dia" Angga menunduk
kalah. Kalah oleh perasaanya sendiri.
"Bahkan tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi beserta seluruh yang
ada diantara keduanya tak akan bisa mengantikannya" ucap Angga lagi
dengan tatapan mata yang kosong.
Tetua makin yakin jika tak satupun kalimat bisa menarik kembali
kesadaran Angga yang telah jauh berusaha menyentuh kekasihnya itu .
Tetua merasa jika Angga terlalu berani mengambil resiko dengan
menjadikan Nirmala sebagai idaman, sesuatu yang menurut tetua terlalu
kecil peluang yang dimiliki jika melihat kondisi Angga yang
berbanding terbalik dengan Nirmala. Pungguk merindu bulan.
Jauh diluar dugaan tetua, ternyata Angga memang benar-benar telah gila.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
"Setara dengan apa yang kau rasa ketidak nyamanan itu, ketika kau tengok aku maka itu pula yang berbisik di degup jantungku. Kala senja...
-
Pagi itu Kojin berdiam memandangi anggrek yang tumbuh di sela pohon yang tumbang Sedang Beng mendekat "Tapi apakah dia sehati den...
-
Logis jika sesuatu itu memiliki urutan yang jelas hingga bisa dianalogi dalam pola matematis. misal ada pertanyaan buah dari pohon ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar