Aku bukan karakter yang mampu fokus, seperti tafsirku
tentang makna belajar memanah (edisi 3 Agustus 2012, yang berjudul “ Maafkan”)
. Aku suka membiarkan apa saja masuk dan
mengambil ruang dalam kehidupanku.
“ Celaka, sungguh celaka” kutukan sederhana yang sering ditujukan
padaku dan teramat sering aku dengar.
Aku membiarkan mekanisme alam membengkok luruskan perjalanan hidupku. Hingga tiba hari itu, aku bertemu denganmu.
Ya, agak kembali waras yang aku dapati, otak kiri yang
sering kau sebut-sebut itu kini bangkit dari tidurnya. Akan tetapi aku memang
setengah iblis yang mewujud barangkali. Otak kiri itu justru makin suka memutar
balik apa yang telah menjadi kesepakatan sosial. Tapi biar, inilah aku, bukan
seperti yang lain, bukankah masing-masing pribadi memiliki istimewanya
masing-masing, termasuk keburukan yang mengakar dalam kehidupanku , istimewa
ketika menjadi terburuk, istimewa karena tak satupun pribadi ada yang sama.
Hanya satu catatan
kecil yang akan tetap aku simpan dan aku
jaga, catatan tentang harapan, satu harapan untuk bisa menemukan apa itu yang
dikatakan sebagai kebenaran. Harapan. Sama seperti dongeng kotak pandora yang
pernah engkau ceritakan padaku setahun yang lalu, dan aku masih setia menyimpan.
Pun aku tahu itu tidak akan membuatku lebih pintar, tentu kau sangat tahu
memanglah aku bukan orang yang pintar.
Ada satu hal yang aku sadari, akan tetapi semuanya sudah terlambat.
Mungkin ini yang membuat aku menjadi berbeda. Aku sangat terlambat menyadari jika ada
mekanisme dalam kerja tubuh yang seharusnya sejak jauh-jauh hari bisa terkontrol
keteraturan sistemnya.
Aku ambil contoh soal hati. Sedang pengertian hati yang difahami
masyarakat secara umum nyatanya berbeda dengan pengertian ilmu medis.
Medis menterjemahkan hati sebagai kelenjar besar yang
terletak diperut sebelah kanan, dengan fungsi alat ekskresi. Membantu fungsi
ginjal dengan memisahkan mana yang bersifat racun dan mana yang berguna untuk
tubuh.
Sedang masyarakat umum menyatakan hati sebagai intrumen
dalam tubuh yang berbeda fungsi maupun letak dengan uraian medis. Dalam pandangan
masyarakat hati bisa berarti tempat untuk bersemayamnya kondisi (bersih, kotor, baik, buruk, sedih pun
bahagia) dan sangat mempengaruhi sebelum terjadi tindakan (niat). Tentu akan banyak asumsi lain tentang hati yang
lebih tepat.
Namun pada kenyataanya semua pusat pengendalian tubuh ada dikepala. Bukan di perut sebelah kanan (hati pengertian medis).
Jika aku mengabaikan semua fungsi hati diatas, dan mengambil
kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari maka akan lain lagi hasilnya. Sekedar
contoh, jika seseorang mendapati sesuatu yang teramat buruk, mengapa justru
terasa menyakitkannya di dada, bukan dikepala. Bukankah menurut akademisi yang
menggeluti otak seharusnya hati itu di otak jua. Jadi wajar jika orang kuno menunjuk hati itu
di dada.
Lalu aku mengambil apa yang diajarkan oleh agama. Agama mengajarkan
untuk memperbaiki hati, bisa membedakan mana yang halal dan mana yang haram, mana
yang baik pun mana yang buruk. Demi hari kemudian, hari akhir.
Jika aku kembali kepada
sistem kendali tubuh yang berada di
kepala, maka akan ada sedikit gambaran bahwa agama mengajarkan untuk bisa
membedakan baik pun buruk rupanya ada keterkaitan dengan fungsi organ tubuh
secara medis yang berujung pada panjangnya umur.
Jika hati di otak kita tidak bisa membedakan baik pun buruk,
maka kemungkinan fungsi hati (medis) juga akan berlaku sejajar dengan tidak
bisa membedakan racun pun nutrisi. Jika terbiasa melakukan yang haram, takutnya
fungsi hati (medis) juga berlaku sama,
akan menyerap juga racun, bukannya dibuang bersama air seni.
Rupanya agama mengajarkan untuk menyusun keteraturan pada
sytem kerja otak, utamanya system kerja otak yang berada dibawah control sadar (jantung, hati,
pencernaan dan banyak lagi, aku tidak begitu tahu soal tubuh). saya ambil contoh orang yang melakukan latihan beladiri jika mendapat serangan mendadak maka akan otomatis melakukan tangkisan (reflek). dan reflek bersifat bawah control.
pun kebiasaan membedakan baik dan buruk jika dilakukan secara teratur akan menghidupkan reflek.Dan reflek tidak melulu organ luar, namun bisa timbul pada organ dalam termasuk hati(medis).
Nah, aku terlambat menyadari itu,dalam tubuhku terlanjur banyak racun yang diserap oleh hati(medis), tinggal menunggu hari datangnya sakit. Control bawah sadar tidak
bisa seperti otak cerdas yang mudah menerima penyampaian dan segera memahami. Otak
bawah sadar hanya bisa diajari dengan keteraturan yang terus-menerus tanpa
henti.
Jika ingin mermbuktikan sangat mudah. Jika engkau
berada di lingkungan muslim, maka perhatikan, mereka yang taat mengerjakan
sholat maka jam tidur maupun bangunnya akan teratur (kebanyakan mereka tidak tahan
membuka mata hingga larut). Sedang yang tidak mengerjakan sholat kebanyakan
tidak teratur rasa kantuknya( bisa dini hari baru kantuk), pun bangunnya, bisa sudah siang. Dengan catatan cari sample yang
sama dalam kehidupannya , contoh ambil sampel dari beberapa orang yang masih
sekolah, atau pengangguran.
Agama bagiku logika, agama pun kitab untuk manusia,
seharusnya bisa difahami manusia, seharusnya masuk akal manusia. agama tidak
diturunkan untuk hewan, bukan jua untuk Tuhan sendiri. Asumsiku ritual bukan
untuk Tuhan. Tuhan tidak gila hormat. Ritual adalah cara menghidupkan control bawah
sadar, demi nasib manusia itu sendiri.
Dan aku termasuk golongan orang yang merugi, karena aku
telah mengabaikan peringatan.
Tak lupa aku sangat-sangat minta maaf atas gilanya aku. Tak bermaksud
melecehkan, melainkan aku ingin meledakkan isi kepala. Sungguh bersyukur ketika
kau katakan aku sebagai kawan dari setan yang dikutuk dan dirajam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar