Aku sadar jika orang yang aku hadapi bukan tipe orang yang memahami
kehidupan, dalam hatiku masih ragu apa yang diinginkan dariku dengan
kedatangannya, rasanya berat. Sebelumnya sudah terlalu sering aku
terlibat diskusi dengannya, akan tetapi tak pernah ada harmonisasi
dialog. Rasanya tak pernah nyambung.
"Buat apa sekolah, yang penting bisa baca tulis, dan yang utama
berani, itu pasti sugih. toh bos batu bara sepertinya hanya tamatan
SD, tapi duitnya milyaran dan bisa menggaji orang-orang yang bergelar"
dengan pasti Edy menyampaikan pemikirannya.
Mampus aku, mendapati kalimat yang sudah terlupakan, rasanya tak perlu
juga dibahas di jaman yang sedemikian modern, bingung aku mengambil
sikap. Jika tak aku tanggapi dia tamu dan dengan jelas berbicara
padaku. Berani yang dimaksud Edy adalah gaya preman. Edy sebenarnya
sudah berusia kepala empat, dia sangat orientasi pada harta, baginya
harta adalah sumber kehormatan, hingga bisa dihormati orang lain. Dulu
dia bekerja pada perusahaan plywood dengan jabatan kepala produksi.
Sampai saat inipun aku masih bingung dan bertanya-tanya, di perusahaan
tempat dia bekerja dulu seperti apa cara merekrut karyawan. Dalam hati
memuji keberuntungan Edy sehingga bisa mendapat posisi kepala disana.
Dan aku sadar ucapan Edy memang ada benarnya, memang kebanyakan di
Kalimantan para pemain batu bara adalah bukan berasal dari orang yang
mendapat pendidikan tinggi, dan memang mereka berani (kontak fisik).
"Pak, seandainya prasyarat berhasil memang itu, mungkin aku akan
melakukannya juga. Tapi sampean tahu preman di pasar atau terminal?,
nah... mengapa mereka tidak sukses seperti pemain batu bara?. Mereka
tidur aja di kontrakan sempit. Cobalah sebelum merakit konsep di lihat
dengan benar di kehidupan nyata. Ambil sampel dari ciri hidup yang
sama, lalu berapa persen yang sukses dengan cara itu" kalimatku
sekedar meredam pola pikir Edy.
Edy tersenyum pahit, mungkin merasa aku patah.
"Dulu pernah seorang anak datang padaku dan minta diajari untuk
memainkan gitar, sedang aku juga tak begitu mahir memainkannya.
Singkat cerita akupun bersedia membantu mengenalkan kunci dasar dan
beberapa kunci lagu yang sedang populer waktu itu. Anak itu mencoba
dan terlihat kesulitan, akan tetapi dia tetap tekun. Bulan berganti
bulan kelihatannya dia masih belum ada tampak peningkatan, hingga
suatu ketika aku harus berangkat menuju Jakarta. Sudah barang tentu
dia tak bisa ikut. Dua bulan berikutnya aku kembali di Kediri, aku
mencoba menemuinya lagi, tapi dia justru sudah tidak ada, entah
kemana.
Kira-kira empat tahun kemudian kebetulan aku menghadiri undangan
pameran seni rupa di Taman Budaya Solo, Tuhan rupanya mempertemukanku
dengannya lagi. Tapi kali itu aku menjadi terkagum-kagum ketika dia
memainkan gitarnya, dia memainkan dengan sangat lembut, dia mampu
bermain dengan sepenuh hati, dia mampu berbicara dengan menggunakan
petikan tali gitarnya. Sungguh sempurna di telingaku.
Dia kemudian menyatakan betapa besar terimakasih padaku, aku bingung,
sedang aku merasa tak pernah mengajarkan yang sehebat itu.
Anak itu bilang bahwa mustahil dia bisa memainkan gitarnya tanpa ada
orang yang pernah mengenalkan pada kunci dasar.
Nah itu kegunaan pendidikan, bagaimana sampean mampu memainkan gitar,
sedangkan sampean kunci dasar tak pernah belajar. Tentu setelah
memahami kunci dasar bukan berarti harus tetap seperti yang diajarkan,
melainkan jadilah diri sendiri, kunci itu akan mengalir dengan
sendirinya lalu sampean bisa menemukan improvisasi, menemukan saat
menyatunya kalimat hati dengan dawai.
Pemilik tambang atau pengepul batubara bukan sekedar berani, melainkan
dia harus belajar memahami kultur wilayah itu. Dia telah belajar pada
pendulu disana tentang ciri tanah yang mengandung batu bara, kalori
batu bara, ataupun dimana harus meletakkan keberanian, bukan asal
saja. Dan kini dia menjadi diri sendiri, bermodal dari yang
dipelajari. Bukan simsalabim. Pendidikan memang tidak harus formal, di
kaki langitpun bisa, tapi tetap pendidikan"
makin kecut Edy. Dalam hati maafkan aku Ed...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
"Setara dengan apa yang kau rasa ketidak nyamanan itu, ketika kau tengok aku maka itu pula yang berbisik di degup jantungku. Kala senja...
-
Pagi itu Kojin berdiam memandangi anggrek yang tumbuh di sela pohon yang tumbang Sedang Beng mendekat "Tapi apakah dia sehati den...
-
Logis jika sesuatu itu memiliki urutan yang jelas hingga bisa dianalogi dalam pola matematis. misal ada pertanyaan buah dari pohon ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar