Setelah lepas tengah malam hujan tib-tiba menjadi lebat, sudah barang
tentu atap rumah yang terbuat dari tumpukan daun ilalang tak mampu
menahan debit air yang berlebih hingga terjadi banyak kebocoran di
semua tempat dari rumah itu.
"Kemana Beng" tanya Urip pada Dimah.
Dimah malah terkejut mendapati pertanyaan itu, sedang sepengetahuannya
Beng telah masuk rumah lebih dulu darinya.
Urip mengerti, tak perlu Urip menanyakan lebih dalam lagi tentang
keberadaan Beng karena wajah Dimah sudah lebih dari cukup untuk
menjawab.
"Sudahlah" Urip memastikan jika tak perlu ada risau.
Tak ada yang mereka bisa lakukan kecuali membiarkan dingin yang
tercampur air hujan menyentuh kulit dari wajah mereka yang tak
terlindungi dan sudah pasti tanpa komando keduanya merapatkan tubuh
untuk mengurangi dingin.
"Bagaimana dulu Arya bisa bertahan ditempat ini?" tanya Dimah membuka kekakuan.
Ada rasa canggung dan rasanya itu wajar, karena mereka berlainan jenis
juga bukan muhrim.
"Arya sengaja menghukum dirinya sendiri, dia harus menghancurkan
keluh, demi mendapatkan kesadaran ruh yang terkurung didalam tubuhnya
sendiri, dan itu yang diajarkan oleh Tuan Guru Wahab juga Datu Yana.
Yang aku tahu ketika yang dicari itu telah didapatnya justru Arya
kehilangan sebagian hidup yang seharusnya dimiliki, sampai Arya tak
tahu lagi harus bagaimana.
Lalu suatu ketika Arya bertemu seorang perempuan. Perempuan itulah
yang bisa menarik Arya pada kehidupan yang seharusnya manusia hidup.
Laki-laki dengan perempuan tentu kemungkinan cinta mengambil porsi
diantara keduanya sangat mungkin, benar cinta itu menggoda mereka.
Cinta yang akhirnya justru menjadi duri ketika harus dibenturkan pada
banyak hal nyata, yang pasti sulit.
Yang jelas mereka menjalani" Jawab Urip.
Keduanya lalu terdiam dan larut dalam hayalan masing-masing,
menyisakan dingin kembali mengambil alih.
Dimah merasa betapa cinta memang tak pernah memberi nafas yang lega,
selalu saja sulit, setengah dari hatinya terbersit rasa iri ketika
terlintas cerita romantisnya pasangan kekasih lain, sedang Dimah
merasa cinta yang dilalui hanya memberi rasa sakit.
Lemah rasanya ketika mengingat diri sendiri, serasa ingin melepas
semua beban, lari dari kenyataan.
Dimah tak peduli lagi siapa Urip, yang Dimah tahu hanya ingin
menyandarkan kepala pada seseorang yang memang sedang ada di
sebelahnya.
6.04.2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
"Setara dengan apa yang kau rasa ketidak nyamanan itu, ketika kau tengok aku maka itu pula yang berbisik di degup jantungku. Kala senja...
-
Pagi itu Kojin berdiam memandangi anggrek yang tumbuh di sela pohon yang tumbang Sedang Beng mendekat "Tapi apakah dia sehati den...
-
Logis jika sesuatu itu memiliki urutan yang jelas hingga bisa dianalogi dalam pola matematis. misal ada pertanyaan buah dari pohon ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar