6.19.2013

Dimah Sewot

"Seolah kau tak memiliki kepentingan" cela Dimah.
"Bukan itu, andai kau tahu dialah yang selalu ada di pikiranku, hanya
dia dan tak akan bisa ada yang lain.
Aku ingin selalu tahu tentangnya, mendengar suaranya" Jawab Urip.

Sejak malam itu Beng tak pernah muncul lagi, keduanya tak tahu apa
yang harus dilakukan tanpa ada Beng, karena Benglah yang memahami peta
menuju Tanah Dalam.
"Tapi kau tak menunjukan hasrat memiliki"
"Memiliki? Aku tahu diri, terlalu besar resiko yang diambil"
"Lalu apa bukti cintamu, bukankah seseorang harus mengambil resiko
untuk itu, setidaknya besar kesungguhan diukur dari seberapa besar
seseorang itu berani melampaui batas yang dikatakan sebagai resiko itu
sendiri, bukankah kau pernah mengatakan jika tumbuh berarti melampaui
batas, bukan statis, terkurung ikatan.
Tumbuh indikasi hidup, atau barangkali hatimu yang mati" Dimah makin nyerocos.
"Manusia diberikan akal untuk mempertimbangkan baik buruk akibat dari
tindakan yang akan diambil"
"Dulu kita merencanakan, sekarang kita menjalani, lalu apa yang kita
rencanakan itu telah sesuai dengan apa yang terjadi sekarang,
sesuaikah dengan apa rencana kita waktu itu?" Kali ini Dimah tak mau
kalah.
Urip mulai bertanya-tanya, mengapa Dimah menjadi begitu sewot.
"Ketakutanmu justru membonsai dirimu sendiri. Sedang yang kau takutkan
sebenarnya hanya ada di pikiranmu, belum tentu terjadi, tapi kau
mengatakan seolah semua telah benar terjadi.
Orang yang menang justru orang yang bisa mengalahkan dirinya sendiri
dan kau telah kalah oleh pikiranmu sendiri." sambung Dimah lagi.

Kali ini Urip tak bisa menjawab, dia tahu apa yang dikatakan Dimah benar.

Tidak ada komentar:

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...