Nungkai mengambil helai daun kering di tanah, sesaat kemudian terlihat
matanya memandangi sedang jari-jari meraba merasakan tekstur dari daun
itu.
"Biasanya jika laki-laki mengambil sesuatu yang tidak berharga lalu
mengamati benda itu tanpa alasan maka bisa dipastikan jika pikirannya
sedang kalut atau justru sebaliknya, kosong" sindir Nisa.
Nungkai tak hirau, kemudian daun itu dibiarkannya terlepas dari
tangannya dan melayang terbawa angin.
Nungkai memang sudah tidak bisa berpikir lagi, barangkali sudah jenuh
kepalanya dengan berbagai asumsi pembantahan dari apa yang Nisa telah
sampaikan. Nungkai sebenarnya bukanlah tipe laki-laki pemikir, tapi
entah mengapa kali ini dia terlalu bersemangat.
Setidaknya itulah Nungkai yang tidak pernah bisa memahami perempuan,
Nungkai tak pernah sekalipun pintar membaca maksud dari perempuan.
Setiap kali Nisa menyampaikan sesuatu maka mulut Nungkai menimpali,
sedang Nisa sama sekali tak memerlukan jawaban. Nisa hanya ingin
didengar bukan jawaban.
Nungkai memang tak pernah pintar.
6.29.2013
6.28.2013
Lalai
Seseorang berani melalui bahaya demi sesuatu yang dicinta, yang
membuat hidup terasa bahagia, damai ketika sesuatu itu ada didekatnya.
Namun jika sesuatu tidak disuka maka apapun yang berkaitan dengan
sesuatu itu terasa petaka tak sudi melihatnya, jika mungkin baik
dimusnahkan.
Dua-duanya sama-sama berada dihati, baik itu rasa cinta pun rasa benci
sama-sama rasa yang terasa, jika terasa biasanya susah dihilangkan.
Bagaimana mungkin orang mendustakan jika sesuatu itu terasa. Maka yang
terasalah yang automaticly mendorong reaksi pada organisasi tubuh
untuk merespon, respon berdasar suasana hati sering menjadi
unrasional, aneh.
Bukankah sejak dahulu para sufi, alim pun syuhada mengabarkan "pikir
adalah pelita hati"
namun kalimat itu tak jua mampu mengubah prilaku untuk menjadi lebih cerdas.
Sedang kalimat itu sangat jelas, tapi kalimat itu justru masuk pada
ranah keyakinan buta, sama sekali tak pernah dicerna, hanya jimat
suci, tidak dipahami.
Kalimat yang jelas mengatakan bahwa jika seseorang mampu berpikir
dengan benar maka akan terterangi hati. Hati yang terang akan obyektif
memandang sesuatu, tidak gelap ketika memandang esensi objek, objek
tidak dipandang dengan melalui kacamata benci pun kacamata cinta.
Mengendalikan hati bukan dikendalikan hati, karena keistimewaan
khalifah ada pada logika.
Ajaran dengan jelas mengedepankan matematis sebelum sesuatu menjadi
keyakinan bukan perasaan semata yang mendasari keyakinan .
Para pendahulu jelas mengajarkan logika cerdas, bukan primitif. Tapi kita lalai.
Nb; Lagi jengkel, tolong jangan jadi hati ya.., aku hanya ingin
menulis dan samasekali tak ingin menyinggung, apalagi menggurui.
Sekedar membuang buruk perasaan.
Guru Wahab mingg-minggu ini membawaku debat bedah kitab yang cukup
membuat kepala mau pecah rasanya.
Sama, aku juga tidak tahu untuk apa semua.
Entah itu menyelamatkan atau justru membawa pada kekafiran. Entah
dapat neraka, syurga, harta atau tidak semuanya.
Salam.
membuat hidup terasa bahagia, damai ketika sesuatu itu ada didekatnya.
Namun jika sesuatu tidak disuka maka apapun yang berkaitan dengan
sesuatu itu terasa petaka tak sudi melihatnya, jika mungkin baik
dimusnahkan.
Dua-duanya sama-sama berada dihati, baik itu rasa cinta pun rasa benci
sama-sama rasa yang terasa, jika terasa biasanya susah dihilangkan.
Bagaimana mungkin orang mendustakan jika sesuatu itu terasa. Maka yang
terasalah yang automaticly mendorong reaksi pada organisasi tubuh
untuk merespon, respon berdasar suasana hati sering menjadi
unrasional, aneh.
Bukankah sejak dahulu para sufi, alim pun syuhada mengabarkan "pikir
adalah pelita hati"
namun kalimat itu tak jua mampu mengubah prilaku untuk menjadi lebih cerdas.
Sedang kalimat itu sangat jelas, tapi kalimat itu justru masuk pada
ranah keyakinan buta, sama sekali tak pernah dicerna, hanya jimat
suci, tidak dipahami.
Kalimat yang jelas mengatakan bahwa jika seseorang mampu berpikir
dengan benar maka akan terterangi hati. Hati yang terang akan obyektif
memandang sesuatu, tidak gelap ketika memandang esensi objek, objek
tidak dipandang dengan melalui kacamata benci pun kacamata cinta.
Mengendalikan hati bukan dikendalikan hati, karena keistimewaan
khalifah ada pada logika.
Ajaran dengan jelas mengedepankan matematis sebelum sesuatu menjadi
keyakinan bukan perasaan semata yang mendasari keyakinan .
Para pendahulu jelas mengajarkan logika cerdas, bukan primitif. Tapi kita lalai.
Nb; Lagi jengkel, tolong jangan jadi hati ya.., aku hanya ingin
menulis dan samasekali tak ingin menyinggung, apalagi menggurui.
Sekedar membuang buruk perasaan.
Guru Wahab mingg-minggu ini membawaku debat bedah kitab yang cukup
membuat kepala mau pecah rasanya.
Sama, aku juga tidak tahu untuk apa semua.
Entah itu menyelamatkan atau justru membawa pada kekafiran. Entah
dapat neraka, syurga, harta atau tidak semuanya.
Salam.
Abai
Bukankah yang aku sampaikan sangat mendasar, bukankah semua orang tahu
tentang itu. Substansi pengetahuan sangat sederhana sungguh sederhana.
Bukankah ini bukti kita yang telah menyepelekan hal dasar, bukankah
kita terlalu sibuk mengejar kerumitan yang makin menenggelamkan
esensi, berkiblat pada sesuatu yang hampir tak terpahami.
Keyakinan dan logika tercampur aduk hingga tak tahu lagi jalan, untuk
apa logika, untuk apa keyakinan.
Barangkali kita perlu mendudukkan kembali isi kepala.
tentang itu. Substansi pengetahuan sangat sederhana sungguh sederhana.
Bukankah ini bukti kita yang telah menyepelekan hal dasar, bukankah
kita terlalu sibuk mengejar kerumitan yang makin menenggelamkan
esensi, berkiblat pada sesuatu yang hampir tak terpahami.
Keyakinan dan logika tercampur aduk hingga tak tahu lagi jalan, untuk
apa logika, untuk apa keyakinan.
Barangkali kita perlu mendudukkan kembali isi kepala.
6.27.2013
Positif blank
Kau bukan sedang memulai sesuatu, untuk apa tahu arah lagi. Tak perlu
kau tahu lagi harus kemana, cukup yang melihatmulah yang tahu kau
sudah sampai dimana.
Tak perlu kau pikirkan, karena apa yang kau pikirkan berbeda dengan kenyataan.
Tak perlu kau ingat, karena apa yang kau ingat justru beban,
menghambat ketika kau melakukan sesuatu.
Tak perlu kau harapkan sesuatu, karena harapanlah yang melahirkan kekecewaan.
Segala yang kau pelajari telah sampai pada titik jenuh. Lalu untuk apa
sesuatu yang kau pelajari jika tidak untuk dicoba.
Belajar memang tak pernah henti, tapi metode bisa kau ganti.
Lupakan semua, apa saja, termasuk diri sendiri, lakukan terhadap
sesuatu dengan mengosongkan otak, dengan tidak memikir, mengingat juga
mengharap. Ketika kau telah kosong hati dan perasaanmulah yang akan
menerima banyak masukan dari objek yang sedang kau hadapi. Informasi
yang akan otakmu kembangkan sekembang-kembangnya.
Pengetahuan bukan didapat dari imajinasi tapi perlu ada riset,
observasi dari objek yang nyata.
Observasi, riset bukan memaksakan isi kepala dari yang telah
dipelajari kepada objek melainkan membaca apa yang ada pada objek baru
kemudian diadu dengan kemungkinan yang telah dipelajari oleh observer.
Ambil pena lalu patahkan jadi dua bagian atau tiga atau berapa saja.
Ketika kau memandang patahan pena maka kau akan tahu apa yang kau
pandang, apa yang menjadi komponen didalamnya dan kau bisa menulis
banyak hal tentang itu, atau kemungkinan agar pena lebih aman, atau..
Apa saja.
Nah bukankah saat kau lupa kau memahami sesuatu.
Sama ketika kau membaca ini, bukankah kau lupa hutang diperbankkan.
Lupa berarti kosong, saat kosong segala informasi mudah diterima,
tinggal kemampuan otak mengembangkan.
kau tahu lagi harus kemana, cukup yang melihatmulah yang tahu kau
sudah sampai dimana.
Tak perlu kau pikirkan, karena apa yang kau pikirkan berbeda dengan kenyataan.
Tak perlu kau ingat, karena apa yang kau ingat justru beban,
menghambat ketika kau melakukan sesuatu.
Tak perlu kau harapkan sesuatu, karena harapanlah yang melahirkan kekecewaan.
Segala yang kau pelajari telah sampai pada titik jenuh. Lalu untuk apa
sesuatu yang kau pelajari jika tidak untuk dicoba.
Belajar memang tak pernah henti, tapi metode bisa kau ganti.
Lupakan semua, apa saja, termasuk diri sendiri, lakukan terhadap
sesuatu dengan mengosongkan otak, dengan tidak memikir, mengingat juga
mengharap. Ketika kau telah kosong hati dan perasaanmulah yang akan
menerima banyak masukan dari objek yang sedang kau hadapi. Informasi
yang akan otakmu kembangkan sekembang-kembangnya.
Pengetahuan bukan didapat dari imajinasi tapi perlu ada riset,
observasi dari objek yang nyata.
Observasi, riset bukan memaksakan isi kepala dari yang telah
dipelajari kepada objek melainkan membaca apa yang ada pada objek baru
kemudian diadu dengan kemungkinan yang telah dipelajari oleh observer.
Ambil pena lalu patahkan jadi dua bagian atau tiga atau berapa saja.
Ketika kau memandang patahan pena maka kau akan tahu apa yang kau
pandang, apa yang menjadi komponen didalamnya dan kau bisa menulis
banyak hal tentang itu, atau kemungkinan agar pena lebih aman, atau..
Apa saja.
Nah bukankah saat kau lupa kau memahami sesuatu.
Sama ketika kau membaca ini, bukankah kau lupa hutang diperbankkan.
Lupa berarti kosong, saat kosong segala informasi mudah diterima,
tinggal kemampuan otak mengembangkan.
6.26.2013
Ah....
Kau suka pada hal yang sebenarnya tidak kau suka , ketika yang tidak
kau suka ternyata lebih logis dari yang kau suka.
Kau membenci apa yang kau sangat cintai, karena apa yang kau cintai
justru lebih menyakitkan hati.
kau suka ternyata lebih logis dari yang kau suka.
Kau membenci apa yang kau sangat cintai, karena apa yang kau cintai
justru lebih menyakitkan hati.
Bukan Tak Ada Ide
Aneh rasanya mencari sesuatu di dalam pikiran, karena pikiran hanya
ilusi, tak memiliki bentuk, bagaimana seseorang menemukan sesuatu di
ruang yang tak memiliki bentuk.
Tapi seseorang bisa mengandalkan pikiran untuk mendesain bentuk,
desain segila apapun itu.
Sebatang ranting seukuran jari kelingking dengan panjang sejengkal
jika dilihat maka tak memberi arti apapun, tak ada yang istimewa. Itu
benar, untuk apa? dijadikan kayu bakar? Yang lebih besar dan lebih
memungkinkan masih banyak.
Andai ranting tadi aku pungut lalu aku berikan kepada seorang seniman
mungkin seniman terebut akan mengatakan hal yang sama dengan yang
lain, juga abai, karena ranting seperti itu banyak dan berlimpah, mau
berapa banyak? bisa dengan mudah yang lain ditemukan. Tak berharga.
Tapi ketika aku tanya pada seniman yang tadi, bagaimana ya agar
ranting sejengkal itu bisa ditukar dengan mobil?
Sesaat seniman terdiam dan diambilnya ranting itu lalu diamati dengan seksama.
Benar dia memiliki ide, dia mengatakan jika ranting itu dipahat
sederhana mungkin sudah jadi gantungan kunci dengan nilai jual lima
puluh ribu rupiah, jika dipahat lebih serius maka bisa memiliki harga
lebih tinggi, apalagi penjualan dengan menggunakan konsep lelang
penggalangan dana kemanusiaan atau apa, maka akan lebih mahal lagi.
Barangkali bisa seharga dengan mobil.
Sesuatu yang sederhana bisa berubah menjadi luar biasa ketika pikiran
merespon, pikiran mampu mendesain kemungkinan yang menakjubkan.
Ide bukan lahir begitu saja tapi ranting adalah bentuk yang memiliki
wujudlah yang memberi tawaran kepada pikiran untuk merubah wujud
sederhana menjadi lebih rumit hingga berharga.
Setiap wujud akan menawarkan banyak peluang. Barangkali di tangan anak
kecil ranting bisa menjadi pedang, pesawat, atau ular, anak kecil
mudah menyinkronkan apa saja yang di pegang dengan imajinasi yang
dimiliki, seolah semua nyata.
Sedang yang dewasa dan telah kuat dalam berpikir maka imajinasi saja
sudah tidak memungkinkan, kesadaran menuntut hal lebih konkret sudah
barang tentu perubahan wujud bukan sekedar dalam angan tapi perubahan
yang lebih nyata.
Bukan soal suka atau tidak suka, bukan soal benar atau salah, bukan
soal nyata atau maya. Tapi bagaimana kau berani memandang sesuatu
dengan berbeda. Ketika apa yang kau lihat terasa berbeda dengan yang
orang lain rasakan maka akan memancing kesadaran mengabarkan apa yang
kau ketahui itu sehingga yang lain sepakat, hal itulah yang
menimbulkan banyak kalimat, membuat otak aktif mencari kemungkinan
yang lebih logis.
Setiap kalimat bahan bakar maka kebanyakan orang teringat pada minyak,
padahal bahan bakar berarti bahan yang bisa dibakar dan itu akan
sangat banyak, bukan hanya minyak. Maka orang yang berani berbeda
dengan yang lain bisa mengatakan bahwa sampah juga bahan bakar,
kebanyakan orang malas, mereka memilih menuruti kemauan motor, kemauan
kompor kemauan pesawat. Mereka yang berbeda justru sedia turut pada
kemauan dari bahan yang dibakar bukan kemauan mesin.
Andai sampah satu kota dijadikan penggerak turbin uap untuk listrik,
apa tidak mungkin?
Bahan bakar tidak harus minyak.
Bukan suka apa tidak, karena ketika aku benci maka akan banyak ide
untuk menjatuhkanmu, pun ketika aku suka padamu akan banyak ide untuk
upaya mendekati, baik kalimat pun perbuatan.
Bukan tidak ada ide, tapi tak memiliki objek yang bisa memberi
kemungkinan untuk dipandang dari sudut yang pandang berbeda.
ilusi, tak memiliki bentuk, bagaimana seseorang menemukan sesuatu di
ruang yang tak memiliki bentuk.
Tapi seseorang bisa mengandalkan pikiran untuk mendesain bentuk,
desain segila apapun itu.
Sebatang ranting seukuran jari kelingking dengan panjang sejengkal
jika dilihat maka tak memberi arti apapun, tak ada yang istimewa. Itu
benar, untuk apa? dijadikan kayu bakar? Yang lebih besar dan lebih
memungkinkan masih banyak.
Andai ranting tadi aku pungut lalu aku berikan kepada seorang seniman
mungkin seniman terebut akan mengatakan hal yang sama dengan yang
lain, juga abai, karena ranting seperti itu banyak dan berlimpah, mau
berapa banyak? bisa dengan mudah yang lain ditemukan. Tak berharga.
Tapi ketika aku tanya pada seniman yang tadi, bagaimana ya agar
ranting sejengkal itu bisa ditukar dengan mobil?
Sesaat seniman terdiam dan diambilnya ranting itu lalu diamati dengan seksama.
Benar dia memiliki ide, dia mengatakan jika ranting itu dipahat
sederhana mungkin sudah jadi gantungan kunci dengan nilai jual lima
puluh ribu rupiah, jika dipahat lebih serius maka bisa memiliki harga
lebih tinggi, apalagi penjualan dengan menggunakan konsep lelang
penggalangan dana kemanusiaan atau apa, maka akan lebih mahal lagi.
Barangkali bisa seharga dengan mobil.
Sesuatu yang sederhana bisa berubah menjadi luar biasa ketika pikiran
merespon, pikiran mampu mendesain kemungkinan yang menakjubkan.
Ide bukan lahir begitu saja tapi ranting adalah bentuk yang memiliki
wujudlah yang memberi tawaran kepada pikiran untuk merubah wujud
sederhana menjadi lebih rumit hingga berharga.
Setiap wujud akan menawarkan banyak peluang. Barangkali di tangan anak
kecil ranting bisa menjadi pedang, pesawat, atau ular, anak kecil
mudah menyinkronkan apa saja yang di pegang dengan imajinasi yang
dimiliki, seolah semua nyata.
Sedang yang dewasa dan telah kuat dalam berpikir maka imajinasi saja
sudah tidak memungkinkan, kesadaran menuntut hal lebih konkret sudah
barang tentu perubahan wujud bukan sekedar dalam angan tapi perubahan
yang lebih nyata.
Bukan soal suka atau tidak suka, bukan soal benar atau salah, bukan
soal nyata atau maya. Tapi bagaimana kau berani memandang sesuatu
dengan berbeda. Ketika apa yang kau lihat terasa berbeda dengan yang
orang lain rasakan maka akan memancing kesadaran mengabarkan apa yang
kau ketahui itu sehingga yang lain sepakat, hal itulah yang
menimbulkan banyak kalimat, membuat otak aktif mencari kemungkinan
yang lebih logis.
Setiap kalimat bahan bakar maka kebanyakan orang teringat pada minyak,
padahal bahan bakar berarti bahan yang bisa dibakar dan itu akan
sangat banyak, bukan hanya minyak. Maka orang yang berani berbeda
dengan yang lain bisa mengatakan bahwa sampah juga bahan bakar,
kebanyakan orang malas, mereka memilih menuruti kemauan motor, kemauan
kompor kemauan pesawat. Mereka yang berbeda justru sedia turut pada
kemauan dari bahan yang dibakar bukan kemauan mesin.
Andai sampah satu kota dijadikan penggerak turbin uap untuk listrik,
apa tidak mungkin?
Bahan bakar tidak harus minyak.
Bukan suka apa tidak, karena ketika aku benci maka akan banyak ide
untuk menjatuhkanmu, pun ketika aku suka padamu akan banyak ide untuk
upaya mendekati, baik kalimat pun perbuatan.
Bukan tidak ada ide, tapi tak memiliki objek yang bisa memberi
kemungkinan untuk dipandang dari sudut yang pandang berbeda.
6.24.2013
Larilah
Seseorang tak pernah mencapai sesuatu yang dikejar kecuali seseorang
itu hanya mengejar dirinya sendiri.
Jika seseorang ingin menjadi apa yang dia inginkan maka seseorang itu
tak lebih dari mengejar bayang-bayangnya sendiri, tak akan pernah bisa
tercapai. Kalau dia mengatakan tercapai maka itu bohong.
Keinginan manusia tak pernah memiliki batas, sedang pemenuh dari
keinginan itu terbatas, lalu bagaimana seseorang bisa terpenuhi
keinginannya, sedang dari kata "terpenuhi" saja sudah berarti sampai
pada batas, bukankah jelas mustahil ada terpenuhi dari yang tak
terbatas itu.
Barangkali ketika seseorang bosan dengan apa yang sedang dihadapi
justru saat itulah seseorang memiliki kesempatan menjadi diri sendiri,
bukan menjadi seperti keinginan yang dipengaruhi berbagai bentuk
selain dari dirinya sendiri.
Sekedar cerita.
Singa teramat konyol ketika ingin menjadi seperti burung elang yang
bisa terbang melayang di angkasa.
Berapa kalipun sang singa berusaha terbang maka akan berakhir pada
kesedihan menjadi yang tak pernah mampu terbang.
Maka ketika sadar bahwa tidak bisa terbang itu adalah dirinya tentu
sangat membosankan, terasa konyol menjadi singa, karena tak pernah
bisa terbang. Lemah tak berdaya dan terucap"aku menyedihkan"
Tinggal singa menentukan, berusaha lagi, lagi dan lagi atau sadar apa
yang seharusnya dilakukan singa.
Harus dibuat satu pilihan, harus dan singa segera lakukan yang
seharusnya dilakukan walaupun itu sangat membosankan.
Tapi saat itulah sebenarnya kesempatan singa bisa menjadi singa, saat
sadar bahwa singa harus berlari mengejar mangsa, lari hingga lupa
diri, lari melebihi ringan pun kecepatan terbang sang elang dan yang
dia tahu hanya mangsa. Singa telah menjadi yang seharusnya.
Lalu yang lain mengatakan "betapa hebat singa, andai aku bisa seperti
singa, seperti singa sang raja"
Yah...., nyatanya sang singa tetap tak pernah sadar, entah sampai
kapan sang singa berkata "aku ingin terbang, sungguh bahagia menjadi
yang bisa terbang"
itu hanya mengejar dirinya sendiri.
Jika seseorang ingin menjadi apa yang dia inginkan maka seseorang itu
tak lebih dari mengejar bayang-bayangnya sendiri, tak akan pernah bisa
tercapai. Kalau dia mengatakan tercapai maka itu bohong.
Keinginan manusia tak pernah memiliki batas, sedang pemenuh dari
keinginan itu terbatas, lalu bagaimana seseorang bisa terpenuhi
keinginannya, sedang dari kata "terpenuhi" saja sudah berarti sampai
pada batas, bukankah jelas mustahil ada terpenuhi dari yang tak
terbatas itu.
Barangkali ketika seseorang bosan dengan apa yang sedang dihadapi
justru saat itulah seseorang memiliki kesempatan menjadi diri sendiri,
bukan menjadi seperti keinginan yang dipengaruhi berbagai bentuk
selain dari dirinya sendiri.
Sekedar cerita.
Singa teramat konyol ketika ingin menjadi seperti burung elang yang
bisa terbang melayang di angkasa.
Berapa kalipun sang singa berusaha terbang maka akan berakhir pada
kesedihan menjadi yang tak pernah mampu terbang.
Maka ketika sadar bahwa tidak bisa terbang itu adalah dirinya tentu
sangat membosankan, terasa konyol menjadi singa, karena tak pernah
bisa terbang. Lemah tak berdaya dan terucap"aku menyedihkan"
Tinggal singa menentukan, berusaha lagi, lagi dan lagi atau sadar apa
yang seharusnya dilakukan singa.
Harus dibuat satu pilihan, harus dan singa segera lakukan yang
seharusnya dilakukan walaupun itu sangat membosankan.
Tapi saat itulah sebenarnya kesempatan singa bisa menjadi singa, saat
sadar bahwa singa harus berlari mengejar mangsa, lari hingga lupa
diri, lari melebihi ringan pun kecepatan terbang sang elang dan yang
dia tahu hanya mangsa. Singa telah menjadi yang seharusnya.
Lalu yang lain mengatakan "betapa hebat singa, andai aku bisa seperti
singa, seperti singa sang raja"
Yah...., nyatanya sang singa tetap tak pernah sadar, entah sampai
kapan sang singa berkata "aku ingin terbang, sungguh bahagia menjadi
yang bisa terbang"
6.23.2013
Hati
"Setidaknya dengan adanya cinta kau bisa menemukan hati tempat
bersemayamnya perasaan, kau masih memiliki indra penglihat selain dua
mata, penglihatan yang baru kau sadari ketika kesadaran hati mulai kau
dapati, pula dengan pendengar yang bukan sekedar dua telinga.
Ketika kecerdasan emosi menampak maka akan banyak hal yang unlogis
yang justru membawamu bahagia, bahkan ketika sakitpun kau akan tetap
suka" ujar Urip.
Urip menyandarkan tubuh melepas nafas juga lelah, lelah menggenggam
cintanya. Tapi wajah Urip memastikan bahwa dia benar bahagia.
bersemayamnya perasaan, kau masih memiliki indra penglihat selain dua
mata, penglihatan yang baru kau sadari ketika kesadaran hati mulai kau
dapati, pula dengan pendengar yang bukan sekedar dua telinga.
Ketika kecerdasan emosi menampak maka akan banyak hal yang unlogis
yang justru membawamu bahagia, bahkan ketika sakitpun kau akan tetap
suka" ujar Urip.
Urip menyandarkan tubuh melepas nafas juga lelah, lelah menggenggam
cintanya. Tapi wajah Urip memastikan bahwa dia benar bahagia.
6.22.2013
Dikendalikan Hati
"Bagaimana bisa kau lakukan itu padanya, aku mulai curiga,
jangan-jangan pikiranmu terganggu" Dimah mulai kesal.
"Ada yang tidak kau ketahui tentang takdir yang terkait" jawab Urip.
"Memang kau tahu?"
"Tidak semua rahasia bisa diketahui, pun andai kau ketahui sebaiknya
rahasia itu biarkan pada tempatnya.
Ada baiknya dari sebagaian yang dirahasiakan itu tetap menjadi
rahasia" sambung Urip.
"Darimana kau belajar omong kosong itu?" sanggah Dimah, menolak
penyampaian Urip yang tak beralasan.
"Percuma mengisi cangkir yang sudah penuh" jawab Urip berusaha
menyudahi perdebatan.
"Selalu itu jawabannya" ujar Dimah dengan makin kencang urat di leher.
"Seharusnya kau menyudahi semuanya jika segalanya sudah tidak mungkin,
bukannya makin kau sulut.
Bukankah semua makin jelas, jelas sia-sia kau bangun cinta bersamanya,
tapi kau menuruti hati yang dibolak-balikkan. Kau dikuasai perasaan
hingga gelap jalan. Sadarlah.
Dulu, Ladu ayah dari Narang pernah mengatakan padaku jika didalam
hatilah sebenarnya peperangan dimenangkan oleh seorang raja. Waktu itu
beliau mengatakan bahwa mengendalikan hati menjadi utama bukan justru
dikendalikan hati.
Tanyakan pada dirimu sendiri, kau dikuasai hati apa kau menguasai
hati" ujar Dimah.
jangan-jangan pikiranmu terganggu" Dimah mulai kesal.
"Ada yang tidak kau ketahui tentang takdir yang terkait" jawab Urip.
"Memang kau tahu?"
"Tidak semua rahasia bisa diketahui, pun andai kau ketahui sebaiknya
rahasia itu biarkan pada tempatnya.
Ada baiknya dari sebagaian yang dirahasiakan itu tetap menjadi
rahasia" sambung Urip.
"Darimana kau belajar omong kosong itu?" sanggah Dimah, menolak
penyampaian Urip yang tak beralasan.
"Percuma mengisi cangkir yang sudah penuh" jawab Urip berusaha
menyudahi perdebatan.
"Selalu itu jawabannya" ujar Dimah dengan makin kencang urat di leher.
"Seharusnya kau menyudahi semuanya jika segalanya sudah tidak mungkin,
bukannya makin kau sulut.
Bukankah semua makin jelas, jelas sia-sia kau bangun cinta bersamanya,
tapi kau menuruti hati yang dibolak-balikkan. Kau dikuasai perasaan
hingga gelap jalan. Sadarlah.
Dulu, Ladu ayah dari Narang pernah mengatakan padaku jika didalam
hatilah sebenarnya peperangan dimenangkan oleh seorang raja. Waktu itu
beliau mengatakan bahwa mengendalikan hati menjadi utama bukan justru
dikendalikan hati.
Tanyakan pada dirimu sendiri, kau dikuasai hati apa kau menguasai
hati" ujar Dimah.
6.21.2013
Bukan Ilusi
Urip jengkel pada diri sendiri, sehingga dia tak bisa mengendalikan
perasaan. Urip sangat tahu bagaimana seharusnya melangkah untuk orang
yang dicintai tapi dia tak pernah tahu bagaimana menghentikan akal
waras yang selalu memberi banyak pertimbangan.
Bulan hampir purnama mendekati tanggal 15 sya'ban. Tahun-tahun berlalu
seperti mengejar fatamorgana, jelas nyata terlihat mata, jelas bukan
ilusi tapi tak pernah ada wujudnya yang bisa digapai.
perasaan. Urip sangat tahu bagaimana seharusnya melangkah untuk orang
yang dicintai tapi dia tak pernah tahu bagaimana menghentikan akal
waras yang selalu memberi banyak pertimbangan.
Bulan hampir purnama mendekati tanggal 15 sya'ban. Tahun-tahun berlalu
seperti mengejar fatamorgana, jelas nyata terlihat mata, jelas bukan
ilusi tapi tak pernah ada wujudnya yang bisa digapai.
Satu Nafas
"Tanda hidup adalah tumbuh, tumbuh berarti melampaui, melampaui
berarti meninggalkan yang ada, ada kasat mata onggok tak berguna, ruh
penyangga hidup, bahasa hidup berbeda dengan bahasa pikiran, dengan
pikiran bisa menggelapkan hati dan perasaan dengan pikiran pula bisa
menerangkan hati dan perasaan, hati dan perasaan yang terang
membersihkan perbuatan, hidup melibatkan hati dan perasaan tanda
manusia yang tercermin pada akal budi, hidup mengandalkan naluri dan
insting tada rendah kehidupan seperti hewan" Urip menghentikan susunan
kalimat dalam satu tarikan nafas.
Urip terlihat hafal dengan apa yang diucapkannya itu, tapi sama sekali
kalimat yang diucapkannya itu tidak tercermin pada perbuatannya.
Bahkan kalimat yang didengar Dimah malah terdengar seperti orang yang
marah, dongkol.
"Nah marah..., ya kan?" Dimah meledek Urip.
berarti meninggalkan yang ada, ada kasat mata onggok tak berguna, ruh
penyangga hidup, bahasa hidup berbeda dengan bahasa pikiran, dengan
pikiran bisa menggelapkan hati dan perasaan dengan pikiran pula bisa
menerangkan hati dan perasaan, hati dan perasaan yang terang
membersihkan perbuatan, hidup melibatkan hati dan perasaan tanda
manusia yang tercermin pada akal budi, hidup mengandalkan naluri dan
insting tada rendah kehidupan seperti hewan" Urip menghentikan susunan
kalimat dalam satu tarikan nafas.
Urip terlihat hafal dengan apa yang diucapkannya itu, tapi sama sekali
kalimat yang diucapkannya itu tidak tercermin pada perbuatannya.
Bahkan kalimat yang didengar Dimah malah terdengar seperti orang yang
marah, dongkol.
"Nah marah..., ya kan?" Dimah meledek Urip.
6.19.2013
Dimah Sewot
"Seolah kau tak memiliki kepentingan" cela Dimah.
"Bukan itu, andai kau tahu dialah yang selalu ada di pikiranku, hanya
dia dan tak akan bisa ada yang lain.
Aku ingin selalu tahu tentangnya, mendengar suaranya" Jawab Urip.
Sejak malam itu Beng tak pernah muncul lagi, keduanya tak tahu apa
yang harus dilakukan tanpa ada Beng, karena Benglah yang memahami peta
menuju Tanah Dalam.
"Tapi kau tak menunjukan hasrat memiliki"
"Memiliki? Aku tahu diri, terlalu besar resiko yang diambil"
"Lalu apa bukti cintamu, bukankah seseorang harus mengambil resiko
untuk itu, setidaknya besar kesungguhan diukur dari seberapa besar
seseorang itu berani melampaui batas yang dikatakan sebagai resiko itu
sendiri, bukankah kau pernah mengatakan jika tumbuh berarti melampaui
batas, bukan statis, terkurung ikatan.
Tumbuh indikasi hidup, atau barangkali hatimu yang mati" Dimah makin nyerocos.
"Manusia diberikan akal untuk mempertimbangkan baik buruk akibat dari
tindakan yang akan diambil"
"Dulu kita merencanakan, sekarang kita menjalani, lalu apa yang kita
rencanakan itu telah sesuai dengan apa yang terjadi sekarang,
sesuaikah dengan apa rencana kita waktu itu?" Kali ini Dimah tak mau
kalah.
Urip mulai bertanya-tanya, mengapa Dimah menjadi begitu sewot.
"Ketakutanmu justru membonsai dirimu sendiri. Sedang yang kau takutkan
sebenarnya hanya ada di pikiranmu, belum tentu terjadi, tapi kau
mengatakan seolah semua telah benar terjadi.
Orang yang menang justru orang yang bisa mengalahkan dirinya sendiri
dan kau telah kalah oleh pikiranmu sendiri." sambung Dimah lagi.
Kali ini Urip tak bisa menjawab, dia tahu apa yang dikatakan Dimah benar.
"Bukan itu, andai kau tahu dialah yang selalu ada di pikiranku, hanya
dia dan tak akan bisa ada yang lain.
Aku ingin selalu tahu tentangnya, mendengar suaranya" Jawab Urip.
Sejak malam itu Beng tak pernah muncul lagi, keduanya tak tahu apa
yang harus dilakukan tanpa ada Beng, karena Benglah yang memahami peta
menuju Tanah Dalam.
"Tapi kau tak menunjukan hasrat memiliki"
"Memiliki? Aku tahu diri, terlalu besar resiko yang diambil"
"Lalu apa bukti cintamu, bukankah seseorang harus mengambil resiko
untuk itu, setidaknya besar kesungguhan diukur dari seberapa besar
seseorang itu berani melampaui batas yang dikatakan sebagai resiko itu
sendiri, bukankah kau pernah mengatakan jika tumbuh berarti melampaui
batas, bukan statis, terkurung ikatan.
Tumbuh indikasi hidup, atau barangkali hatimu yang mati" Dimah makin nyerocos.
"Manusia diberikan akal untuk mempertimbangkan baik buruk akibat dari
tindakan yang akan diambil"
"Dulu kita merencanakan, sekarang kita menjalani, lalu apa yang kita
rencanakan itu telah sesuai dengan apa yang terjadi sekarang,
sesuaikah dengan apa rencana kita waktu itu?" Kali ini Dimah tak mau
kalah.
Urip mulai bertanya-tanya, mengapa Dimah menjadi begitu sewot.
"Ketakutanmu justru membonsai dirimu sendiri. Sedang yang kau takutkan
sebenarnya hanya ada di pikiranmu, belum tentu terjadi, tapi kau
mengatakan seolah semua telah benar terjadi.
Orang yang menang justru orang yang bisa mengalahkan dirinya sendiri
dan kau telah kalah oleh pikiranmu sendiri." sambung Dimah lagi.
Kali ini Urip tak bisa menjawab, dia tahu apa yang dikatakan Dimah benar.
6.18.2013
Benarkah
Banyak perempuan hidup dengan tak pernah bisa melakukan apa yang dia
sendiri inginkan, tapi kau mampu melakukan apa yang kau sendiri memang
menginginkannya. Itu yang aku ketahui tentangmu, perempuan yang
mengambil peran melebihi harapan dari yang kebanyakan orang harapkan.
Hingga hari kegelisahan itu lebih mendominasi, kau berubah, aku
seperti sedang tidak berbicara denganmu lagi.
Tapi aku sadar kau manusia yang juga memiliki perasaan, bukan sekedar
kecerdasan logika. Memiliki was, ragu, bimbang, sedih atau apa saja
yang menyangkut hati. Melankolis.
Dialog panjang yang menguras energi, menyita banyak porsi perhatian
dari yang seharusnya.
Candu, menyandu, susah dihentikan. Yang pernah kau ucapkan benar,
bahwa cinta menentukan denyut kehidupannya sendiri, tapi benarkan
cinta.
Yakinkah kau bahwa aku orangnya.
Tapi jika memang yang seharusnya tak akan pernah bisa didustakan, yakinlah.
Kemungkinan tekhnologi sebagai penyebab hingga kau tertuntun pada
kebodohan atau justru sebaliknya, tekhnologi telah membuatmu sadar
bagaiman lebih pintar.
Kasih, kenyataan yang terjadi justru menyatakan bahwa kita telah
menghabiskan banyak waktu juga energi.
Kemungkinan yang lain karena kau masih membaca tulisanku sebagai
kebodohan yang tak terdua sehingga ada dorongan untuk mengetahui
kebodohan seperti apa lagi yang akan aku lakukan, dan setiap kebodohan
justru memicu otak untuk berfikir, membangkitkan hasrat untuk
mengetahui lebih jauh kemungkinan kebodohan berikut yang akan aku
lakukan dan berakhir pada banyak pertanyaan yang justru menjadikannku
tetap ada dalam ingatanmu.
Aku ambil asumsi bodoh karena aku pikir kau telah banyak bertemu orang
pintar, sehingga kepintaran bukanlah hal yang bisa menghipnotismu.
Kasih jika cinta maka cintaku teramat dalam, namun yang aku sadari
hanya bagimana kau bisa lebih baik.
Seharusnya tulisan ini aku buat untuk sekedar pelepas lelah tubuh dan
perasaan bukan justru melelahkan.
sendiri inginkan, tapi kau mampu melakukan apa yang kau sendiri memang
menginginkannya. Itu yang aku ketahui tentangmu, perempuan yang
mengambil peran melebihi harapan dari yang kebanyakan orang harapkan.
Hingga hari kegelisahan itu lebih mendominasi, kau berubah, aku
seperti sedang tidak berbicara denganmu lagi.
Tapi aku sadar kau manusia yang juga memiliki perasaan, bukan sekedar
kecerdasan logika. Memiliki was, ragu, bimbang, sedih atau apa saja
yang menyangkut hati. Melankolis.
Dialog panjang yang menguras energi, menyita banyak porsi perhatian
dari yang seharusnya.
Candu, menyandu, susah dihentikan. Yang pernah kau ucapkan benar,
bahwa cinta menentukan denyut kehidupannya sendiri, tapi benarkan
cinta.
Yakinkah kau bahwa aku orangnya.
Tapi jika memang yang seharusnya tak akan pernah bisa didustakan, yakinlah.
Kemungkinan tekhnologi sebagai penyebab hingga kau tertuntun pada
kebodohan atau justru sebaliknya, tekhnologi telah membuatmu sadar
bagaiman lebih pintar.
Kasih, kenyataan yang terjadi justru menyatakan bahwa kita telah
menghabiskan banyak waktu juga energi.
Kemungkinan yang lain karena kau masih membaca tulisanku sebagai
kebodohan yang tak terdua sehingga ada dorongan untuk mengetahui
kebodohan seperti apa lagi yang akan aku lakukan, dan setiap kebodohan
justru memicu otak untuk berfikir, membangkitkan hasrat untuk
mengetahui lebih jauh kemungkinan kebodohan berikut yang akan aku
lakukan dan berakhir pada banyak pertanyaan yang justru menjadikannku
tetap ada dalam ingatanmu.
Aku ambil asumsi bodoh karena aku pikir kau telah banyak bertemu orang
pintar, sehingga kepintaran bukanlah hal yang bisa menghipnotismu.
Kasih jika cinta maka cintaku teramat dalam, namun yang aku sadari
hanya bagimana kau bisa lebih baik.
Seharusnya tulisan ini aku buat untuk sekedar pelepas lelah tubuh dan
perasaan bukan justru melelahkan.
6.17.2013
Aku Tak Berlalu
Aku sedia sepenuh hati ketika semua jalanmu telah buntu. Darah dan
tulang seperti yang pernah kau bilang. Jika hal itu bisa membuatmu
lebih tenang, hingga kau bisa kembali fokus pada apa yang kau tuju
sejak awal, awal kau melangkah ke negeri orang.
Kau dulu menantangku untuk memainkan permainan.
Ya, waktu itu aku sedih karena kau tak hirau setiap aku ingatkan.
Sedang hukum dari alam yang aku ketahui segala sesuatu memiliki dua
sisi yang berbeda dan kedua sisi tersebut wajib ada sejak awal
keberadaannya. Sisi awal yang sedang dihadapi seseorang memiliki batas
ukur yang sepadan dengan pengukuran sisi kedua.
Jika seseorang tak hirau pada sesuatu yang sedang dihadapi maka
seseorang tersebut sebenarnya sedang mempersiapkan dirinya untuk hirau
pada sesuatu yang sedang dihadapinya itu.
Sama halnya ketika kau ingin melupakanku maka ingat juga harus kau
dapat. Dua sisi tak terpisah.
Ah..., kau kokoh, kau bukan itu. Aku tahu itu hanya kegelisahan sesaat
dan esok semua akan berlalu.
tulang seperti yang pernah kau bilang. Jika hal itu bisa membuatmu
lebih tenang, hingga kau bisa kembali fokus pada apa yang kau tuju
sejak awal, awal kau melangkah ke negeri orang.
Kau dulu menantangku untuk memainkan permainan.
Ya, waktu itu aku sedih karena kau tak hirau setiap aku ingatkan.
Sedang hukum dari alam yang aku ketahui segala sesuatu memiliki dua
sisi yang berbeda dan kedua sisi tersebut wajib ada sejak awal
keberadaannya. Sisi awal yang sedang dihadapi seseorang memiliki batas
ukur yang sepadan dengan pengukuran sisi kedua.
Jika seseorang tak hirau pada sesuatu yang sedang dihadapi maka
seseorang tersebut sebenarnya sedang mempersiapkan dirinya untuk hirau
pada sesuatu yang sedang dihadapinya itu.
Sama halnya ketika kau ingin melupakanku maka ingat juga harus kau
dapat. Dua sisi tak terpisah.
Ah..., kau kokoh, kau bukan itu. Aku tahu itu hanya kegelisahan sesaat
dan esok semua akan berlalu.
Kehilangan Kata
Apapun yang aku tulis bukanlah jawaban dan dia memang tak memerlukan
jawaban. Sama sekali.
Dia hanya ingin mempertegas bahwa betapa dia sangat membenciku, kerena
mengapa harus aku orangnya yang bisa menyita hasrat di hatinya.
Dunia terasa tak lebih dari ukuran kardus televisi, yang seolah tak
akan ada pria lain.
"Mampus aku"
Dan apapun kalimatku tak soal baginya, yang pasti aku wajib ada, dia
ingin tahu seperti apa roman mukaku ketika dia mengucapkan kalimat
cinta disertai hati.
"Mampus aku"
jawaban. Sama sekali.
Dia hanya ingin mempertegas bahwa betapa dia sangat membenciku, kerena
mengapa harus aku orangnya yang bisa menyita hasrat di hatinya.
Dunia terasa tak lebih dari ukuran kardus televisi, yang seolah tak
akan ada pria lain.
"Mampus aku"
Dan apapun kalimatku tak soal baginya, yang pasti aku wajib ada, dia
ingin tahu seperti apa roman mukaku ketika dia mengucapkan kalimat
cinta disertai hati.
"Mampus aku"
6.15.2013
Menelan Sekam
Kasih, inikah ujung dari kebodohan yang kita sendiri telah lakukan.
Sekarang kau membuat aku tak berani berbicara.
Sekarang kau membuat aku tak berani berbicara.
6.13.2013
Perbedaan
"Barangkali di negeri tempat kita berpijak sekarang telah didominasi
oleh generasi yang kehilangan nilai dari akar identitas leluhurnya.
Aku, Wahab, Beng, Narang, Nungkai, Dimah, Salma, Urip juga semua
sahabat yang ada disini dianggap sebagai orang yang salah, karena kami
masih melakukan cara pun ritual purba dalam mengekspresikan kehidupan.
Tapi aku juga semua sahabatku sama sekali tak mengambil hati.
Di negeri ini orang-orang telah berubah, mereka bangga ketika tari
kuda lumping menjadi di haramkan, dilarang, kalau mungkin dimusnahkan,
lalu mereka ganti dengan rebana, mereka mengatakan tari kuda lumping
adalah tarian pemujaan terhadap setan, yang berarti sesat. Yang jelas
mereka memilih mengganti semua tradisi dengan label Arab atau
Vatikan.
Orang-orang bangga ketika makan kurma, mereka bangga ketika roti yang
dijadikan jamuan suci.
Silvi..., seperti yang kau dengar, kematian Arya karena dihakimi
kelompok masa yang mengatasnamakan agama, Arya dihakimi mereka karena
dianggap bersekutu dengan Dewi yang mereka katakan sebagai iblis.
Sekarangpun aku mulai was, bagaimana tidak, sedang terdengar khabar
jika kelompok agama yang juga membinasakan Arya waktu itu telah
merencanakan penumpasan pada kami semua yang ada disini, rencana
dengan kekuatan penuh.
Aku secara pribadi menjadi tak ingin beragama. Jika ada alasan yang
paling mungkin maka atas alasan tak ingin aku masuk kelompok atau
golongan, kelompok Islam, Kristiani, Budha, Majusi, Shinto, atau agama
apapun itu, karena jika seseorang telah masuk pada satu kelompok maka
seseorang tersebut telah mengawali berseberangan dengan kelompok yang
lain, yang berarti berbeda, berbeda di negeri ini sering berarti
musuh. Bahkan mereka yang sudah memahami kebebasanpun setengah dari
hatinya masih mengatakan perbedaan tetap sebagai perbedaan, bukan
keutuhan dari harmoni atas kebersamaan hidup yang serba majemuk" ucap
Datu Yana.
"Apa orang-orang yang sedang berurusan dengan Tanah Dalam sebenarnya
sedang diarahkan pada satu tujuan?" tanya Silvi pada Datu.
Datu Yana hanya tersenyum, namun rasanya sudah cukup jelas maksud dari
senyum itu.
Wajah Silvi menggambar keraguan, bagaimana tidak ragu sementara
kebanyakan orang memilih beragama, namun tak pula dipungkiri jika
agama sering memicu pada keberbedaan yang kontra produktif. Jua terasa
konyol ketika menggantikan kepribadian suatu bangsa dengan pribadi
bangsa lain dengan alasan kemajuan, agama atau apapun itu.
Sesuatu yang dianggap Silvi benar tapi Silvi tak berani melakukan hal
yang dianggapnya benar itu. Barangkali Arya tak beda dengan Silvi,
memiliki keraguan yang sama, namun ketika Arya bertemu Kemala dan dia
berharap dari Kemala bisa mendapatkan jalan tengah yang lebih mungkin
justru kenyataan menyeretnya pada kondisi yang bukan seperti apa Arya
harapkan, justru cinta yang ada dan itu menjadikan makin sulit.
Sedikit kalimat yang menghibur Arya waktu itu bahwa dengan kesulitan
seseorang akan mendapat sesuatu yang sepadan dengan besarnya kesulitan
itu sendiri.
oleh generasi yang kehilangan nilai dari akar identitas leluhurnya.
Aku, Wahab, Beng, Narang, Nungkai, Dimah, Salma, Urip juga semua
sahabat yang ada disini dianggap sebagai orang yang salah, karena kami
masih melakukan cara pun ritual purba dalam mengekspresikan kehidupan.
Tapi aku juga semua sahabatku sama sekali tak mengambil hati.
Di negeri ini orang-orang telah berubah, mereka bangga ketika tari
kuda lumping menjadi di haramkan, dilarang, kalau mungkin dimusnahkan,
lalu mereka ganti dengan rebana, mereka mengatakan tari kuda lumping
adalah tarian pemujaan terhadap setan, yang berarti sesat. Yang jelas
mereka memilih mengganti semua tradisi dengan label Arab atau
Vatikan.
Orang-orang bangga ketika makan kurma, mereka bangga ketika roti yang
dijadikan jamuan suci.
Silvi..., seperti yang kau dengar, kematian Arya karena dihakimi
kelompok masa yang mengatasnamakan agama, Arya dihakimi mereka karena
dianggap bersekutu dengan Dewi yang mereka katakan sebagai iblis.
Sekarangpun aku mulai was, bagaimana tidak, sedang terdengar khabar
jika kelompok agama yang juga membinasakan Arya waktu itu telah
merencanakan penumpasan pada kami semua yang ada disini, rencana
dengan kekuatan penuh.
Aku secara pribadi menjadi tak ingin beragama. Jika ada alasan yang
paling mungkin maka atas alasan tak ingin aku masuk kelompok atau
golongan, kelompok Islam, Kristiani, Budha, Majusi, Shinto, atau agama
apapun itu, karena jika seseorang telah masuk pada satu kelompok maka
seseorang tersebut telah mengawali berseberangan dengan kelompok yang
lain, yang berarti berbeda, berbeda di negeri ini sering berarti
musuh. Bahkan mereka yang sudah memahami kebebasanpun setengah dari
hatinya masih mengatakan perbedaan tetap sebagai perbedaan, bukan
keutuhan dari harmoni atas kebersamaan hidup yang serba majemuk" ucap
Datu Yana.
"Apa orang-orang yang sedang berurusan dengan Tanah Dalam sebenarnya
sedang diarahkan pada satu tujuan?" tanya Silvi pada Datu.
Datu Yana hanya tersenyum, namun rasanya sudah cukup jelas maksud dari
senyum itu.
Wajah Silvi menggambar keraguan, bagaimana tidak ragu sementara
kebanyakan orang memilih beragama, namun tak pula dipungkiri jika
agama sering memicu pada keberbedaan yang kontra produktif. Jua terasa
konyol ketika menggantikan kepribadian suatu bangsa dengan pribadi
bangsa lain dengan alasan kemajuan, agama atau apapun itu.
Sesuatu yang dianggap Silvi benar tapi Silvi tak berani melakukan hal
yang dianggapnya benar itu. Barangkali Arya tak beda dengan Silvi,
memiliki keraguan yang sama, namun ketika Arya bertemu Kemala dan dia
berharap dari Kemala bisa mendapatkan jalan tengah yang lebih mungkin
justru kenyataan menyeretnya pada kondisi yang bukan seperti apa Arya
harapkan, justru cinta yang ada dan itu menjadikan makin sulit.
Sedikit kalimat yang menghibur Arya waktu itu bahwa dengan kesulitan
seseorang akan mendapat sesuatu yang sepadan dengan besarnya kesulitan
itu sendiri.
6.12.2013
Orang Timur
"Barangkali identitas orang timur ada pada pemahaman tetang kearifan
hidup yang mengacu pada budi pekerti. Orang timur memiliki
pengetahuan yang sama sekali tidak bisa dipelajari tapi suatu ketika
kau akan bisa menguasai. Sama seperti ketika kau bisa melihat walau
tanpa mata.
Hidup seperti lukisan, kau akan terpesona melihat hasil karya tapi
membosankan ketika proses menjadikan.
Kau akan bisa melihat sendiri apa yang dikatakan orang benar ternyata
sama sekali jauh dari benar dan saatnya kau mempercayai apa yang kau
yakini, apa yang kau benar-benar ketahui maka kebanyakan dari mereka
sama sekali tak mempercayai dari semua yang kau ketahui" ucap Datu
Yana pada Silvi cucu perempuannya.
hidup yang mengacu pada budi pekerti. Orang timur memiliki
pengetahuan yang sama sekali tidak bisa dipelajari tapi suatu ketika
kau akan bisa menguasai. Sama seperti ketika kau bisa melihat walau
tanpa mata.
Hidup seperti lukisan, kau akan terpesona melihat hasil karya tapi
membosankan ketika proses menjadikan.
Kau akan bisa melihat sendiri apa yang dikatakan orang benar ternyata
sama sekali jauh dari benar dan saatnya kau mempercayai apa yang kau
yakini, apa yang kau benar-benar ketahui maka kebanyakan dari mereka
sama sekali tak mempercayai dari semua yang kau ketahui" ucap Datu
Yana pada Silvi cucu perempuannya.
6.11.2013
Kasmaran
"Lucu ya jika lagi kasmaran, bibir berkata tak ada cinta, tapi mata
tak bisa berdusta" ucap Dimah.
Urip tahu jika dia yang diledek tapi dia pura-pura tak hirau. Tak
ingin menyahuti.
Sebenarnya mereka berdua tak beda, masing-masing terlalu gengsi untuk
jujur, gengsi untuk mengatakan ya, aku suka.
Tentu Dimah akan sangat bahagia ketika menjadi perempuan yang diinginkan.
Pun Urip tak mungkinlah tak terpikat kemolekan tubuh perempuan.
Semua kalimat laki-laki tak lebih upaya memikat, sedang perempuan
sedia mendengar tak lebih menunggu kalimat yang mengidentifikasi bahwa
laki-laki itu menghendakinya.
tak bisa berdusta" ucap Dimah.
Urip tahu jika dia yang diledek tapi dia pura-pura tak hirau. Tak
ingin menyahuti.
Sebenarnya mereka berdua tak beda, masing-masing terlalu gengsi untuk
jujur, gengsi untuk mengatakan ya, aku suka.
Tentu Dimah akan sangat bahagia ketika menjadi perempuan yang diinginkan.
Pun Urip tak mungkinlah tak terpikat kemolekan tubuh perempuan.
Semua kalimat laki-laki tak lebih upaya memikat, sedang perempuan
sedia mendengar tak lebih menunggu kalimat yang mengidentifikasi bahwa
laki-laki itu menghendakinya.
6.09.2013
Malas
"Apakah semua hal selalu memiliki penjelasan yang logis?" tanya Dimah.
Urip tak langsung menjawab. Walau matanya sudah terbuka dari tidur
namun kesadarannya masih belum utuh. Malah hatinya balik bertanya
apakah Dimah tidak tidur tadi malam.
Dingin dari hujan tadi malam masih membuat malas Urip untuk beranjak
dari pembaringan pun Dimah yang ada di sebelahnya.
"Aku tidak boleh mempercayai sesuatu sebelum sesuatu itu dibuktikan,
bagiku setiap sesuatu yang ada akan memiliki penjelasan yang bisa
dicerna logika, kecuali sesuatu itu memang tidak ada, tentu tak
memerlukan penjelasan" jawab Urip yang terlihat masih malas.
"Cinta juga?" tanya Dimah lagi
"Ya" jawaban Urip terasa sekedar memuaskan lawan bicara.
"Bukankah kau akan kehilangan cinta jika cita kau urai secara logis?"
"Konsekuensi" jawab Urip.
"Dimah, cinta itu hanya berlaku pada sesuatu yang belum benar-benar
kau miliki seutuhnya. Jika telah seutuhnya kau miliki sesuatu itu maka
kau akan lanjutkan kemana lagi cintamu pada sesuatu itu, sedang setiap
sesuatu memiliki perubahan demi tumbuh kembang. Tak mungkin kita
bertahan, tetap pada cinta.
Andai kau tetap ingin pada posisi cinta tentu hanya ada dua pilihan
yang mungkin, berarti kau wujud mati sehingga tak memerlukan proses
untuk tumbuh kembang. Tetap cinta, tetap yang berarti tak berubah,
kekal atau yang kedua kau tak akan pernah memilikinya. Sesuatu yang
tak pernah kau miliki akan melahirkan banyak pengandaian dalam hayal,
akan banyak cerita yang terbeber dari pengandaian itu, pengandaian
yang tak pernah putus, hingga suatu ketika kau sadar betapa
pengandaian yang tersusun itu hanya ada di pengandaian bukan di
kenyataan, bukankah itu berarti palsu.
Cinta yang agung justru palsu, ironi" lanjut Urip.
"Memangnya kau tak memiliki cinta?" tanya Dimah lagi.
"Jika kau tahu, aku telah terlibat cinta yang sangat dalam. Aku tidak
bisa menceritakan sesuatu kecuali sesuatu itu telah aku lalui" jawab
Urip yang kini telah bangkit.
Sedang Dimah justru memilih merapatkan selimut. Matahari kelihatnnya
tak akan muncul hingga siang, keduanya tak tahu harus bagaimana tanpa
keberadaan Beng.
"Kekasihmu tentu perempuan istimewa"
Urip tak bisa menjawab, banyak hal tentang kekasihnya yang tersimpan
didalam perasaanya dan itu tak mungkin untuk diwakili kalimat.
Urip tak langsung menjawab. Walau matanya sudah terbuka dari tidur
namun kesadarannya masih belum utuh. Malah hatinya balik bertanya
apakah Dimah tidak tidur tadi malam.
Dingin dari hujan tadi malam masih membuat malas Urip untuk beranjak
dari pembaringan pun Dimah yang ada di sebelahnya.
"Aku tidak boleh mempercayai sesuatu sebelum sesuatu itu dibuktikan,
bagiku setiap sesuatu yang ada akan memiliki penjelasan yang bisa
dicerna logika, kecuali sesuatu itu memang tidak ada, tentu tak
memerlukan penjelasan" jawab Urip yang terlihat masih malas.
"Cinta juga?" tanya Dimah lagi
"Ya" jawaban Urip terasa sekedar memuaskan lawan bicara.
"Bukankah kau akan kehilangan cinta jika cita kau urai secara logis?"
"Konsekuensi" jawab Urip.
"Dimah, cinta itu hanya berlaku pada sesuatu yang belum benar-benar
kau miliki seutuhnya. Jika telah seutuhnya kau miliki sesuatu itu maka
kau akan lanjutkan kemana lagi cintamu pada sesuatu itu, sedang setiap
sesuatu memiliki perubahan demi tumbuh kembang. Tak mungkin kita
bertahan, tetap pada cinta.
Andai kau tetap ingin pada posisi cinta tentu hanya ada dua pilihan
yang mungkin, berarti kau wujud mati sehingga tak memerlukan proses
untuk tumbuh kembang. Tetap cinta, tetap yang berarti tak berubah,
kekal atau yang kedua kau tak akan pernah memilikinya. Sesuatu yang
tak pernah kau miliki akan melahirkan banyak pengandaian dalam hayal,
akan banyak cerita yang terbeber dari pengandaian itu, pengandaian
yang tak pernah putus, hingga suatu ketika kau sadar betapa
pengandaian yang tersusun itu hanya ada di pengandaian bukan di
kenyataan, bukankah itu berarti palsu.
Cinta yang agung justru palsu, ironi" lanjut Urip.
"Memangnya kau tak memiliki cinta?" tanya Dimah lagi.
"Jika kau tahu, aku telah terlibat cinta yang sangat dalam. Aku tidak
bisa menceritakan sesuatu kecuali sesuatu itu telah aku lalui" jawab
Urip yang kini telah bangkit.
Sedang Dimah justru memilih merapatkan selimut. Matahari kelihatnnya
tak akan muncul hingga siang, keduanya tak tahu harus bagaimana tanpa
keberadaan Beng.
"Kekasihmu tentu perempuan istimewa"
Urip tak bisa menjawab, banyak hal tentang kekasihnya yang tersimpan
didalam perasaanya dan itu tak mungkin untuk diwakili kalimat.
6.05.2013
Masih Belum Reda
"Suatu malam aku bersama Arya juga Datu Yana membahas "Yen kawula
saderma nglakoni" ( jika umat sekedar menjalani . Menjalani dari apa
yang Tuhan berikan ) dalam pemahaman Jawa berarti menerima apa adanya
tanpa perlu lagi mengejar karena manusia sudah harus menjalani sesuai
apa yang Tuhan berikan dan gariskan. Tanpa bisa diubah sedikitpun.
Sungguh malam itu terasa hangat ketika Arya mengajukan pandangan yang
berbeda. Dia tidak menyalahkan faham Jawa, namun dia menterjemahkan
dengan sudut pandang yang lain. Kalimat jawa itu tetap, tanpa dirubah
sedikitpun, namun Arya mengasumsikan kalimat itu sebagai wujud
tanggung jawab terhadap perbuatan yang telah seseorang lalui. Semua
kejadian yang sedang menimpa bukanlah sebagai kehendak bebas dari
Tuhan, melainkan Tuhan selalu berkehendak untuk memberi imbalan yang
sesuai atas setiap perbuatan dari makhluknya.
Arya menterjemahkan pemahaman orang Jawa itu sebagai jangan mengeluh,
cobalah tanggung jawab atas perbuatan sendiri, baik atau buruk yang
menimpa tak lain adalah hasil perbuatan pada masa yang telah lalu
dari seseorang tersebut. Jadi tak perlu lagi seseorang memaksa untuk
merubah, karena setiap kejadian adalah hasil, sedang hasil memiliki
sifat tetap. Setiap aksi akan membawa reaksi yang sepadan dengan aksi
itu sendiri.
Arya menganggap jika seseorang menyatakan hal yang sedang terjadi
padanya sebagai kehendak Tuhan semata maka ucapan itu dianggap sebagai
fitnah terhadap Tuhan.
Manusia sering lupa atau mungkin tidak memperhitungkan reaksi dari
setiap perbuatannya pada masa lalu, sehingga ketika tiba saat menuai
hasil justru menyatakan sebagai garis dari suratan nasib yang Tuhan
berikan.
Menurut Arya tak sekalipun Tuhan berlaku kejam dengan berbuat
sekehendak" ujar Urip.
"Apa pertemuan Arya dengan kekasihnya itu juga merupakan hasil dari
aksi mereka sebelumnya" tanya Dimah.
Urip tak menjawab, dia hanya menarik nafas lalu melepas dengan lapang.
"Aku sekarang bersamamu karena aku pun adalah hasil, aku wajib
menerima, hidup sekedar menjalani, menjalani dari apa yang pernah kita
lakukan sebelumnya, pun kau, tak perlu fitnah pada iblis apalagi
Tuhan" Urip mengambil nafas lagi, masih ada yang berat dibenaknya,
sesuatu yang dia sendiri tak bisa mengucap.
saderma nglakoni" ( jika umat sekedar menjalani . Menjalani dari apa
yang Tuhan berikan ) dalam pemahaman Jawa berarti menerima apa adanya
tanpa perlu lagi mengejar karena manusia sudah harus menjalani sesuai
apa yang Tuhan berikan dan gariskan. Tanpa bisa diubah sedikitpun.
Sungguh malam itu terasa hangat ketika Arya mengajukan pandangan yang
berbeda. Dia tidak menyalahkan faham Jawa, namun dia menterjemahkan
dengan sudut pandang yang lain. Kalimat jawa itu tetap, tanpa dirubah
sedikitpun, namun Arya mengasumsikan kalimat itu sebagai wujud
tanggung jawab terhadap perbuatan yang telah seseorang lalui. Semua
kejadian yang sedang menimpa bukanlah sebagai kehendak bebas dari
Tuhan, melainkan Tuhan selalu berkehendak untuk memberi imbalan yang
sesuai atas setiap perbuatan dari makhluknya.
Arya menterjemahkan pemahaman orang Jawa itu sebagai jangan mengeluh,
cobalah tanggung jawab atas perbuatan sendiri, baik atau buruk yang
menimpa tak lain adalah hasil perbuatan pada masa yang telah lalu
dari seseorang tersebut. Jadi tak perlu lagi seseorang memaksa untuk
merubah, karena setiap kejadian adalah hasil, sedang hasil memiliki
sifat tetap. Setiap aksi akan membawa reaksi yang sepadan dengan aksi
itu sendiri.
Arya menganggap jika seseorang menyatakan hal yang sedang terjadi
padanya sebagai kehendak Tuhan semata maka ucapan itu dianggap sebagai
fitnah terhadap Tuhan.
Manusia sering lupa atau mungkin tidak memperhitungkan reaksi dari
setiap perbuatannya pada masa lalu, sehingga ketika tiba saat menuai
hasil justru menyatakan sebagai garis dari suratan nasib yang Tuhan
berikan.
Menurut Arya tak sekalipun Tuhan berlaku kejam dengan berbuat
sekehendak" ujar Urip.
"Apa pertemuan Arya dengan kekasihnya itu juga merupakan hasil dari
aksi mereka sebelumnya" tanya Dimah.
Urip tak menjawab, dia hanya menarik nafas lalu melepas dengan lapang.
"Aku sekarang bersamamu karena aku pun adalah hasil, aku wajib
menerima, hidup sekedar menjalani, menjalani dari apa yang pernah kita
lakukan sebelumnya, pun kau, tak perlu fitnah pada iblis apalagi
Tuhan" Urip mengambil nafas lagi, masih ada yang berat dibenaknya,
sesuatu yang dia sendiri tak bisa mengucap.
6.04.2013
Hujan Melebat
Setelah lepas tengah malam hujan tib-tiba menjadi lebat, sudah barang
tentu atap rumah yang terbuat dari tumpukan daun ilalang tak mampu
menahan debit air yang berlebih hingga terjadi banyak kebocoran di
semua tempat dari rumah itu.
"Kemana Beng" tanya Urip pada Dimah.
Dimah malah terkejut mendapati pertanyaan itu, sedang sepengetahuannya
Beng telah masuk rumah lebih dulu darinya.
Urip mengerti, tak perlu Urip menanyakan lebih dalam lagi tentang
keberadaan Beng karena wajah Dimah sudah lebih dari cukup untuk
menjawab.
"Sudahlah" Urip memastikan jika tak perlu ada risau.
Tak ada yang mereka bisa lakukan kecuali membiarkan dingin yang
tercampur air hujan menyentuh kulit dari wajah mereka yang tak
terlindungi dan sudah pasti tanpa komando keduanya merapatkan tubuh
untuk mengurangi dingin.
"Bagaimana dulu Arya bisa bertahan ditempat ini?" tanya Dimah membuka kekakuan.
Ada rasa canggung dan rasanya itu wajar, karena mereka berlainan jenis
juga bukan muhrim.
"Arya sengaja menghukum dirinya sendiri, dia harus menghancurkan
keluh, demi mendapatkan kesadaran ruh yang terkurung didalam tubuhnya
sendiri, dan itu yang diajarkan oleh Tuan Guru Wahab juga Datu Yana.
Yang aku tahu ketika yang dicari itu telah didapatnya justru Arya
kehilangan sebagian hidup yang seharusnya dimiliki, sampai Arya tak
tahu lagi harus bagaimana.
Lalu suatu ketika Arya bertemu seorang perempuan. Perempuan itulah
yang bisa menarik Arya pada kehidupan yang seharusnya manusia hidup.
Laki-laki dengan perempuan tentu kemungkinan cinta mengambil porsi
diantara keduanya sangat mungkin, benar cinta itu menggoda mereka.
Cinta yang akhirnya justru menjadi duri ketika harus dibenturkan pada
banyak hal nyata, yang pasti sulit.
Yang jelas mereka menjalani" Jawab Urip.
Keduanya lalu terdiam dan larut dalam hayalan masing-masing,
menyisakan dingin kembali mengambil alih.
Dimah merasa betapa cinta memang tak pernah memberi nafas yang lega,
selalu saja sulit, setengah dari hatinya terbersit rasa iri ketika
terlintas cerita romantisnya pasangan kekasih lain, sedang Dimah
merasa cinta yang dilalui hanya memberi rasa sakit.
Lemah rasanya ketika mengingat diri sendiri, serasa ingin melepas
semua beban, lari dari kenyataan.
Dimah tak peduli lagi siapa Urip, yang Dimah tahu hanya ingin
menyandarkan kepala pada seseorang yang memang sedang ada di
sebelahnya.
tentu atap rumah yang terbuat dari tumpukan daun ilalang tak mampu
menahan debit air yang berlebih hingga terjadi banyak kebocoran di
semua tempat dari rumah itu.
"Kemana Beng" tanya Urip pada Dimah.
Dimah malah terkejut mendapati pertanyaan itu, sedang sepengetahuannya
Beng telah masuk rumah lebih dulu darinya.
Urip mengerti, tak perlu Urip menanyakan lebih dalam lagi tentang
keberadaan Beng karena wajah Dimah sudah lebih dari cukup untuk
menjawab.
"Sudahlah" Urip memastikan jika tak perlu ada risau.
Tak ada yang mereka bisa lakukan kecuali membiarkan dingin yang
tercampur air hujan menyentuh kulit dari wajah mereka yang tak
terlindungi dan sudah pasti tanpa komando keduanya merapatkan tubuh
untuk mengurangi dingin.
"Bagaimana dulu Arya bisa bertahan ditempat ini?" tanya Dimah membuka kekakuan.
Ada rasa canggung dan rasanya itu wajar, karena mereka berlainan jenis
juga bukan muhrim.
"Arya sengaja menghukum dirinya sendiri, dia harus menghancurkan
keluh, demi mendapatkan kesadaran ruh yang terkurung didalam tubuhnya
sendiri, dan itu yang diajarkan oleh Tuan Guru Wahab juga Datu Yana.
Yang aku tahu ketika yang dicari itu telah didapatnya justru Arya
kehilangan sebagian hidup yang seharusnya dimiliki, sampai Arya tak
tahu lagi harus bagaimana.
Lalu suatu ketika Arya bertemu seorang perempuan. Perempuan itulah
yang bisa menarik Arya pada kehidupan yang seharusnya manusia hidup.
Laki-laki dengan perempuan tentu kemungkinan cinta mengambil porsi
diantara keduanya sangat mungkin, benar cinta itu menggoda mereka.
Cinta yang akhirnya justru menjadi duri ketika harus dibenturkan pada
banyak hal nyata, yang pasti sulit.
Yang jelas mereka menjalani" Jawab Urip.
Keduanya lalu terdiam dan larut dalam hayalan masing-masing,
menyisakan dingin kembali mengambil alih.
Dimah merasa betapa cinta memang tak pernah memberi nafas yang lega,
selalu saja sulit, setengah dari hatinya terbersit rasa iri ketika
terlintas cerita romantisnya pasangan kekasih lain, sedang Dimah
merasa cinta yang dilalui hanya memberi rasa sakit.
Lemah rasanya ketika mengingat diri sendiri, serasa ingin melepas
semua beban, lari dari kenyataan.
Dimah tak peduli lagi siapa Urip, yang Dimah tahu hanya ingin
menyandarkan kepala pada seseorang yang memang sedang ada di
sebelahnya.
6.02.2013
Laki-laki
Maafkan aku kasih
Urip tak tahu lagi kelanjutan dari kalimat yang dia tulis, ada kesadaran jika sifat laki-laki lebih menguasai maka perempuan akan hanya bisa menangis mendengar kalimat dari laki-laki yang selalu minta benar, pernyataan bahwa laki-laki lebih menguasai, sedang perempuan sangat ingin didengar, berharap laki-laki yang menjadi kekasihnya sedia menjadi tempat menumpah kegelisahan, bukan mendebat. Itu menyakitkan.
Urip tak tahu lagi kelanjutan dari kalimat yang dia tulis, ada kesadaran jika sifat laki-laki lebih menguasai maka perempuan akan hanya bisa menangis mendengar kalimat dari laki-laki yang selalu minta benar, pernyataan bahwa laki-laki lebih menguasai, sedang perempuan sangat ingin didengar, berharap laki-laki yang menjadi kekasihnya sedia menjadi tempat menumpah kegelisahan, bukan mendebat. Itu menyakitkan.
Meminta Dibenarkan
Beng melihat cinta yang menggumpal di mata Dimah, susah untuk diungkap, susah dinyatakan, bahkan kalimat yang ada sangat tidak mewakili bahasa hatinya, sedang usianya terus menekan rasa gelisah. Yang Beng rasakan pria yang menjadi kekasih Dimah justru makin memperburuk keadaan, seharusnya Dimah bisa mencoba berpaling pada pria yang lebih mungkin, yang lebih bisa dijadikan sandaran.
Namun Beng harus membiarkan Dimah menghadapi kehidupan nyata yang sering membuat hati menjerit dan ingin berlari, kehidupan yang seolah tak pernah memberi kenyamanan sedia singgah. Bukankah ini hidup yang hampir semua orang rasakan, setelah terlepas dari masa kekanakan. Dewasa berarti mampu menghadapi walau itu bukan berarti harus menyelesaikan.
Banyak orang yang dinyatakan sebagai pujangga karena uraian kata yang disusun seolah menterjemahkan bahasa kehidupan secara baik, namun bagi Beng pujangga tak lebih dari orang yang kalah dan lari dari kenyataan. Mereka yang disebut pujangga hanya manusia yang mencari kemenangan pada kalimat, kalimat yang disusun dari apa yang tidak pernah ia berani lakukan.
Jika seseorang memang mampu maka mereka akan melakukan bukan berdalih. Hal benar tidak memerlukan uraian kalimat yang panjang lebar sebagai dalih pembenar, kecuali hal itu salah, maka akan banyak kalimat yang seolah benar.
Tak beda dengan Urip. Jika Urip bisa mencumbu kekasihnya hingga desah nafas menguasai disaat menyentuh kulit lembut dari kekasihnya itu maka Urip akan terdiam, kehilangan kalimat, tentu Urip akan sibuk dalam gelora yang tak akan bisa dia bendung, larut bersama iblis yang menaburkan wangi cendana syurga diantara paha perempuannya. Lupa diri.
Nyatanya Urip masih selalu banyak kalimat, dan itu bukti kegagalannya.
Beng sadar jika Urip pun Dimah hanya lari dari kenyataan. Keduanya bukan sedang sungguh-sungguh menyelesaikan misi menuju Tanah Dalam.
Namun Beng harus membiarkan Dimah menghadapi kehidupan nyata yang sering membuat hati menjerit dan ingin berlari, kehidupan yang seolah tak pernah memberi kenyamanan sedia singgah. Bukankah ini hidup yang hampir semua orang rasakan, setelah terlepas dari masa kekanakan. Dewasa berarti mampu menghadapi walau itu bukan berarti harus menyelesaikan.
Banyak orang yang dinyatakan sebagai pujangga karena uraian kata yang disusun seolah menterjemahkan bahasa kehidupan secara baik, namun bagi Beng pujangga tak lebih dari orang yang kalah dan lari dari kenyataan. Mereka yang disebut pujangga hanya manusia yang mencari kemenangan pada kalimat, kalimat yang disusun dari apa yang tidak pernah ia berani lakukan.
Jika seseorang memang mampu maka mereka akan melakukan bukan berdalih. Hal benar tidak memerlukan uraian kalimat yang panjang lebar sebagai dalih pembenar, kecuali hal itu salah, maka akan banyak kalimat yang seolah benar.
Tak beda dengan Urip. Jika Urip bisa mencumbu kekasihnya hingga desah nafas menguasai disaat menyentuh kulit lembut dari kekasihnya itu maka Urip akan terdiam, kehilangan kalimat, tentu Urip akan sibuk dalam gelora yang tak akan bisa dia bendung, larut bersama iblis yang menaburkan wangi cendana syurga diantara paha perempuannya. Lupa diri.
Nyatanya Urip masih selalu banyak kalimat, dan itu bukti kegagalannya.
Beng sadar jika Urip pun Dimah hanya lari dari kenyataan. Keduanya bukan sedang sungguh-sungguh menyelesaikan misi menuju Tanah Dalam.
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
"Setara dengan apa yang kau rasa ketidak nyamanan itu, ketika kau tengok aku maka itu pula yang berbisik di degup jantungku. Kala senja...
-
Pagi itu Kojin berdiam memandangi anggrek yang tumbuh di sela pohon yang tumbang Sedang Beng mendekat "Tapi apakah dia sehati den...
-
Logis jika sesuatu itu memiliki urutan yang jelas hingga bisa dianalogi dalam pola matematis. misal ada pertanyaan buah dari pohon ...