Tetes embun yang terjatuh dari ujung dedaunan terdengar seperti celaan, ketika Arya benar-benar melakukan apa yang seharusnya dilakukan terhadap tubuh mulus Dewi, Arya menumpahkan seluruh kasih yang dimiliki dalam kemesraan tubuh.
Lalu apa yang terjadi, adakah kudus seperti janji para pemuja cinta, yang ada justru ditiap sentuhan lembut Arya menjadikan luka dihati Dewi, kini Dewi harus menggigit bibirnya sendiri, membiarkan linang air matanya, semua itu bukanlah tanda bahagia karena Arya telah memenuhi apa yang diharapkannya , melainkan ungkapan atas remuknya perasaan. Dipandangi wajah Arya dalam-dalam dibawah remang cahaya bulan, berharap ada jawaban, akan tetapi justru makin dalam perih yang Dewi dapati.
Dan kini Dewi hanya bisa memalingkan wajah membuang pandang menahan rasa dari bisa asmara yang diterima.
"Mengapa" bibir Dewi berucap lirih.
Sedang daun-daun engan menjawab, memilih tetap setia dengan bisu, lalu menyimpan semua dalam catatannya.
Tetapi Arya tetap larut dalam drama yang sudah terlanjur dimainkan, berusaha tetap setia dengan iblis sekalipun. Jalan hitam tak pernah dihiraukan demi mengimani keyakinan akan naskah alam yang telah Dia jajikan. Arya memang hitam.
"Jangan ada air mata"
6.09.2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
Segala kemampuan yang dimiliki Beng bukanlah berarti menjadikan sesuatunya bisa lebih mudah. Jantung Urip berdegub lebih kuat begitu meng...
-
Hidup bukanlah untuk tujuan, melainkan perjalanan dari petualangan yang serba mungkin. Hingga apapun itu yang sedang terjadi memang telah ...
-
Haruskah aku berjalan terus menyusun teori konspirasi gila, membolak-balik faham konkret, hingga ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar