Hitam kelam hanya olok dari mereka yang merasa baik-baik, menjadi mustahil bila terucap dari bibir sesama hitam kelam. Sedang Arya hanya tertawa.
Arya berasal dari suku Jawa, dia berpikir dan berprilaku Jawa, pun darah, nafas dan juga ruh yang ada didalam tubuhnya Jawa. Dia sekarang tinggal bersama orang Dayak Manyan di Kalimatan. Arya termasuk kolot alias terlalu kuno. Dia menyukai ritual-ritual purba dan hampir tidak beragama, seperti agama yang telah ditetapkan oleh negara tempat dia tinggal. Bahkan kemala menganggap Arya ateis, tetapi Arya masih saja tertawa.
“Mengapa kau mau memelukku, bukankah aku yang dibenci dan dikutuk” Tanya Dewi yang masih dalam dekapan Arya.
“Siapa yang bilang kau dikutuk” Arya ganti bertanya sambil memandang bulan yang terlihat diantara sela dedaunan pohon gaharu menyan tempat dia dan Dewi bersandar. Sedang Dewi tak menjawab lagi, hanya makin merapatkan tubuhnya pada Arya.
“Tuhan dulu menurunkan agama agar manusia berakhlak. Sedang aku mengartikan akhlak sebagai aturan supaya tidak saling menyakiti, merugikan dan santun dalam prilaku, sehingga membawa kenyamanan bagi yang lain maupun diri kita.
Aku tidak membencimu karena aku bukan termasuk orang yang beragama. Sedang yang aku lihat kebencian justru terlahir dari orang-orang yang merasa beragama, sedang agamanya sendiri tidaklah mengajarkan kebencian.
Orang Jawa juga orang Dayak memilih cara dengan menghormati yang lain dan hidup berdampingan, lalu menghindari kebencian. Yang aku rasakan adanya kamupun atas ridho Tuhan, jika Tuhan tidak ridho bagaimana mungkin kamu ada, maka jika aku membencimu berarti aku membenci ridho Tuhan itu sendiri. Sedang aku lebih takut ketika Tuhan tidak Ridho, dari pada api neraka yang telah dikabarkan agama.
Adab pun budayaku Indonesia, bukanlah Islam, Kristiani, Majusi ataupun Zoroaster. Dan aku tidak membenci Islam, Kristiani, Majusi atau agama apapun, termasuk aku tidak akan membencimu”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar