Rumah panggung ditepi hutan yang dulu aku jadikan tempat tinggal sudah banyak yang berlubang dimakan rayap. Aku pulang kerumah bukan untuk tinggal, tapi sekedar memastikan perasaan bahwa semua pernah ada dan benar terjadi.
Pemandangan yang sangat lekat, meja kayu disudut ruang sebelah kanan masih utuh, dulu aku sering minum teh disitu, di tepi meja ada nama dia yang aku pahat waktu itu, seolah semua baru saja terjadi, terbayang senyum yang manis dari bibirnya yang seolah titisan dewi. Teringat kedua tangannya yang menutupi tawa ketika aku peragakan tari monyet, semua tiba-tiba muncul, rasa masih ada. Ketika langkahku menuju jendela juga terasa masih sama, terlihat halaman yang telah dipenuhi rumput. Disana dia sering mengajariku tari gaya Eropa, sering dia menceritakan peradaban orang-orang barat atau kisah perjalanan yang telah dia lewati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar