"Aku bisa mengambilkan titik peluhnya yang lebih bening dari kristal dan lebih harum dari melati untukmu, dan tak akan lebih lama dari kedip mata" ucapnya lirih bersamaan dengan jari tengah tangan kanannya menyentuh pipiku, lalu dia mendekatkan wajah dengan telinga kananku, dan perlahan dia menurunkan jari hingga menyentuh bibir, dengan lembut terus merayap hingga ke ulu hati. Tapi tiba-tiba lembut itu perlahan berubah, seolah menyentuh jantung dan menjadi nyeri yang teramat sangat seperti diremas.
"Bukankah seperti ini rasanya ketika kau berpisah dengannya, apa lebih sakit ?" bisiknya, dan aku hanya bisa menahan rasa sakit itu hingga perlahan-lahan mereda.
Aku tak mampu berpikir lagi. Semua ingatan tentang dia yang dijauh sana makin tergambar.
"Cukup katakan ya, pasti aku akan ambilkan hatinya untukmu" bisiknya diiringi senyum seolah pasti aku akan setuju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar