Udara bergerak menuju tempat yang kosong atau tempat dimana udara lebih renggang selama ada akses, begitu teorinya jika tak salah.
Sedang aku hanya mengandalkan nalar dan insting, perasaan rendah, sangka baik tak, buruk tak.
Mungkin dia bisa memutuskan untuk tidak bertemu lagi, tapi bisakah perasaannya juga berlaku sama. Sayangnya dia lupa jika lini luarku saja yang tampak penuh dan mengisi dalam wujud kalimat yang membosankan, tapi lini dalamku kosong. Rasaku lemah, sedang dia punya rasa apapun itu wujudnya. Alhasil rasa yang dimilikinya mengalir mengisi kosong perasaanku.
Lalu salahkah ketika aku merasakan apa yang dia rasa, ketika dia merasa makin bosan dan ingin berhenti tercampur rasa goda, walau dia tak berkalimat sepatahpun.
Sama seperti teori gerak udara.
Dia diam ukuran mata, tapi sisi dalamnya tak pernah diam, sehingga memberitahukan padaku apa yang dibenaknya, lupa jika akses terlanjur dibuka.
Yang memiliki memberi kepada yang tidak memiliki, tak mungkin sebaliknya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
"Setara dengan apa yang kau rasa ketidak nyamanan itu, ketika kau tengok aku maka itu pula yang berbisik di degup jantungku. Kala senja...
-
Pagi itu Kojin berdiam memandangi anggrek yang tumbuh di sela pohon yang tumbang Sedang Beng mendekat "Tapi apakah dia sehati den...
-
Logis jika sesuatu itu memiliki urutan yang jelas hingga bisa dianalogi dalam pola matematis. misal ada pertanyaan buah dari pohon ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar