“Pertemuan Pram dengan Nungkai hanya memberi gambaran betapa
kesombongan masih lebih menguasai, walau seseorang telah paham terhadap nilai
kehidupan sekalipun, walau ada kepentingan lain yang seharusnya lebih bisa
menekan kesombongan akan tetapi sifat dasar manusia yang selalu menjadikan
kerusakan dan pertumpahan darah semata tetap akan muncul mengambil ruangnya
sendiri.
Setiap dialog tak lebih hanya menunjukan prilaku meninggikan
keakuan, bahwa aku lebih tahu daripada kamu. Dorongan atas penguasaan akan
tetap terjadi ketika seseorang merasa ada kemampuan dalam pemikiran, materi
atau apa saja yang mereka bisa jadikan sarana penaklukan terhadap yang lain.
Tinggi ego.
Maka menjadikan diri sendiri
bodoh dengan membuang apa yang seseorang itu telah pelajari bukanlah hal yang
buruk. Pun ketika seseorang menjadikan diri sendiri bodoh bukan berarti
seseorang tersebut benar-benar bodoh karena sewaktu seseorang melakukan sesuatu
tentu naluri akan menuntun pada penyelesaian terhadap suatu masalah yang mereka
sedang hadapi. Pun pengetahuan yang mereka
lupakan tak jua sepenuhnya hilang dan
akan menjadi perbandingan dengan sendirinya, terjadi peleburan yang mematangkan”
ujar tetua.
Angga hanya mengatakan ya, ya saja. Angga sebenarnya lebih
tertarik dan bertanya-tanya bagimana cara kerja air dalam mangkuk hingga bisa
berfungsi layaknya cctv yang ada di rumahnya, sehingga mereka berdua bisa melihat
apa yang dilakukan Pram dengan Nungkai. Dalam benak "kok bisa ya, wah..." maka terpikir, sudah barang tentu Angga ingat kekasihnya dan ingin memanfaatkan kemampuan tetua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar