7.21.2012

Ide


Banjarmasin, 28 Sya’ban 1433 H
Malam itu kaum agamis berkumpul, ada beberapa tokoh tauhid dan tasawuf juga beberapa santri dari Abah Wahab. Aku duduk agak jauh di antara mereka, rupanya ada satu orang akademisi yang peduli dengan ajaran, dia Dr.Yusni dosen fisika pada sebuah perguruan tinggi di Banjarmasin, dia duduk di antaranya. Mujakarah sesaat terasa hangat diselingi senyum ramah tanda mengiyakan setiap penyampaian.
“Yusni kau sudah lama menjadi dosen, gelar juga mumpuni, sekarang aku mau tanya, benda ini kau sebut apa” Abah Wahab menunjuk asbak yang penuh dengan puntung dan abu rokok.
 Tak lama kemudian  Yusni  menyebut benda itu dengan “asbak” walau dengan berat,  Yusni tahu resikonya, jelas akan dibantai habis, pertanyaan yang terlontar jelas hanya permainan.  Yusni tidak tahu kemana arah pikiran Abah Wahab.
“Tidak bisakah Kau beri nama lain sesuai dengan keinginanmu asal jangan asbak. Ini yang aku bingungkan, apa guna pendidikan sampai ke ujung langit akan tetapi kau menyebutkan benda ini sama seperti  cucuku yang belum pernah mengenyam bangku pendidikan, dia juga menyebut ini dengan sebutan “asbak”. Jika pelajaran di sekolah hanya mengcopy apa kata sang guru atau dosen, aku rasa itu tak ubahnya seperti computer, bahkan mungkin manusia akan kalah dalam menyimpan ingatan-ingatan yang telah diajarkan. Mungkin di tahun 2020 nanti seorang pendidik akan digantikan oleh robot yang lebih banyak dan akurat dalam menyimpan data, bahkan computer yang  sederhana yang sering disebut dengan kalkulator telah melebihi kecepatan dalam menghitung, bukankah hitungan oleh kalkulator hanya seting copy program, bukankah kalkulator lebih cepat dan tepat darimu dalam menghitung”  Abah Wahab menghentikan kalimat lalu mengarahkan pandangannya padaku dengan bibir setengah senyum.

Dialog sederhana tapi cukup menghangatkan dan mengena pada pokok masalah esensi manusia. Aku agak sedikit kurang nyaman ketika Abah Wahab seolah menantangku untuk memberikan jawaban lain, bukan seperti jawaban Yusni.
“Jika melihat bukti dalam kehidupan, orang yang tinggi tingkat pendidikannya akan cenderung lebih variatif dalam pengelolaan ide, sedang yang kurang pendidikan cenderung kurang variatif. Mungkin itu bedanya.
Yang  menjadi permasalahan kebanyakan pencari ilmu telah kehabisan energi untuk mengingat apa yang telah diajarkan oleh pengajar, demi indeks prestasi, sehingga melupa esensi dari pendidikan, mereka cenderung teks book. Seandainya mereka berkreatifpun masih menggabungkan ide dari ingatan yang telah diterima dari pihak pengajar, lebih celakanya lagi para pengajar sendiri belum pernah membuktikan apa yang diajarkannya, akan tetapi pengajar seolah memastikan apa yang diajarkan adalah sahih. Sering saya mendapati mereka kehilangan tujuan dari pendidikan, kecuali untuk lamaran kerja. Seolah pendidikanlah yang bisa memberikan jaminan atas pekerjaan demi kelangsungan hidup.
Yang membedakan kecerdasan manusia dengan robot canggih  pada 2020 nanti ada pada ide kreatif manusia, manusia memiliki sugesti dari dalam yang mampu menciptakan kemungkinannya sendiri,  memiliki keputusan dari optimisme yang serba mungkin, terlibat dengan kemungkinan yang hanya bisa dibaca oleh hati dan perasaan, sedang robot dalam  mengambil keputusan hanya berdasar pada kemungkinan yang telah ada di program, kemungkinan dengan menggunakan angka-angka mati.
Asbak disebut asbak oleh orang yang berpendidikan tinggi, pun anak kecil juga menyebut asbak. Lalu apa bedanya.
Yang bisa membedakan ketika akademisi mampu  menemukan idenya sendiri, bukan sekedar copy paste. Kemudian mengisi ingatannya dengan hal yang telah dibuktikan sendiri, berkiblat pada diri sendiri, bukan berkiblat pada umumnya yang belum tentu kebenarnya (nabi Muhammad SAW andai berkiblat pada ajaran umumnya di waktu itu, tentu beliau akan memberi ajaran seperti  ajaran yang di bawa oleh nabi Isa as, karena umumnya di waktu itu adalah ajaran yang di bawa nabi Isa, dan tentu tidak akan pernah ada Al-Qur’an). Berapa persen memori dalam kepala kita yang telah tertanam dari apa yang kita sendiri pernah membuktikan. Berapa persen memori di kepala kita yang tertanam dari sesuatu yang katanya (walaupun itu teori ilmiah jika belum terbukti tidak bisa kita benarkan, dengan alasan teori hanya selalu bagus dipenyampaiaan dan akan tetap menjadi teori sebelum semua terbuktikan, dan kebenaran menyata setelah terjadi bukti) sekedar contoh kuburan katanya berhantu, sedang kita tak pernah membuktikan namun selalu takut ketika memasuki kuburan di malam hari”

Aku menghentikan kalmiat, sementara semua mata sedang menatapku. Abah Wahab tertawa sambil membuang abu rokok pada asbak yang dibicarakan tadi “ aku menyebut ini  bukan korek api (Abah Wahab mengganti nama ASBAK tersebut dengan nama BUKAN KOREK API ),  dan kalimat BUKAN KOREK API aku jadikan nama untuk tempat membuang abu rokok, setidaknya penyebutanku tidak sama dengan cara kebanyakan orang alias tidak mengcopy dari umumnya orang menyebut” Abah wahab kali ini tertawanya makin keras lagi.
Rupanya  Yusni dikadali oleh Abah Wahab, memang terasa seolah merendahkan, tapi menurutku Abah Wahab sedang mencoba mengingatkan Yusni untuk bisa membuka ide-idenya sendiri yang serba mungkin, yang selama ini terkurung oleh pengetahuan hasil copy akademis. Abah Wahab secara sadar telah membunuh pengetahuan  Yusni demi membangkitkan pengetahuan  baru,yang lebih sehat, pengetahuan yang terungkap dari sisi dalam Yusni bukan sekedar copy dari orang-orang pintar terdahulu yang belum tentu kebenarannya. Untuk berani mengatakan inilah caraku, inilah optimisku, dan aku telah membuktikan sendiri, bukan sekedar copy.
Jika kita sadar, memang terlalu banyak  kita mempercayai sesuatu yang keluar dari mulut orang lain, sementara orang yang kita percaya itu belum tentu pernah membuktikan apa yang diucapkannya.

Soeharto sukses memimpin negara Indonesia dan disegani  ketika menggunakan cara dia sendiri, cara timur. Bukan cara Amerika yang seolah dijadikan kiblat sytem kepemerintahan. Bukan pula cara tempat matahari tenggelam, melainkan cara tempat matahari terbit. Bali sukses dengan cara menjadi Bali bukan menjadi selain Bali.

3 komentar:

yuli nugrahani mengatakan...

Salam kenal. Bisakah mengenalkan aku pada Abah Wahab? Dia menarik ya?

raharjaurip mengatakan...

Alaika salam,tentu, dengan senang hati.
Beliau tinggal 16 km dari kota Banjarmasin,kc. Gambut.
Nanti aku mintakan nomor ponsel beliau.
Menarik tidaknya anda sendiri yang menilai

yuli nugrahani mengatakan...

Thanks, ini dia emailku : yulinugrahani@yaoo.com. Silakan kontak lewat japri, n kita bisa diskusi lanjut nanti.

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...