Yang Kemala tahu justru bisik dari nalar cerdasnya untuk menolak bertemu Arya lagi dengan alasan apapun titik.
Tapi entah mengapa jemari lembut itu terpaksa harus klik send untuk sebuah kata "akhir" yang dibumbui dengan sedikit kalimat bantu dan ditujukan kepada Arya.
Begitu seriuskah. Adakah Arya harus tahu apa yang Kemala mau. Rasanya tidak, Arya bukanlah bagian dari hidup Kemala. Atau...
Sedang Arya hanya bisa menghela nafas, mencoba memahami apa yang Kemala rasakan. Baginya Kemala tetaplah perempuan yang terindah, bahkan dianggapnya melebihi bidadari dari syurga yang berlumur dengan keindahan akhlak penyejuk Tak mungkin untuk dapat disentuh olehnya yang beragamapun tidak.
"Sudahlah, untuk apa diungkit lagi" gumam Arya, lalu dialihkannya pandang pada langit yang membiru, berusaha melepaskan sesak di dada.
"Kemala...."sebut Arya, mata terpejam dan ingatannya membangkitkan semua yang telah dilalui, dan dibiarkannya semua mengalir seperti air.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
Segala kemampuan yang dimiliki Beng bukanlah berarti menjadikan sesuatunya bisa lebih mudah. Jantung Urip berdegub lebih kuat begitu meng...
-
Hidup bukanlah untuk tujuan, melainkan perjalanan dari petualangan yang serba mungkin. Hingga apapun itu yang sedang terjadi memang telah ...
-
Haruskah aku berjalan terus menyusun teori konspirasi gila, membolak-balik faham konkret, hingga ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar