1.15.2015

Januari

Gemuruh langit, kilat terus pancarkan sinar putih, sedang angin terasa dingin. Urip duduk seperti tak tahu apa yang dia bisa dilakukan.
Urip hanya memiliki sisi ingatan yang terasa aneh, ada dengan jelas,  memberi perasaan lain, sesuatu yang tak akan bisa dia ungkap. Membuka situs dari ponsel yang ada ditangan barangkali satu-satunya pilihan yang sudah terlalu sering dia lakukan dan itulah kebiasaan sekedar menipu  perasanya sesaat, cara Urip megalih perhatian.
Hujan benar-benar telah turun, malam sudah terlalu tinggi. Nyaman atau tidak bukan sesuatu yang bisa dipilih melainkan itulah isi dari perjalan, satuan dari waktu yang silih berganti mengantar umur menuju tua. Seperti siang dan malam yang datang dan pergi mengantar hari menuju minggu bulan hingga tahun. Dan dari setiap hembus nafas gelisah itu sudah nyata ada terasa menyelip diantara duka dan bahagia.

Januari awal tahun ini sama dengan januari di tahun-tahun sebelumnya, hanya saja Rustam telah mati sedang usia baru lima pulu delapan, terlalu cepat barangkali. Rustamlah yang sudah tua itu satu-satunya yang bisa setia dibawa berbagi cerita bersama Urip.
Juga yang berubah. Guru Wahab terakhir kali ditemui Urip dua bulan yang lalu. Entah mengapa sekarang Urip merasa tak nyaman lagi bersama guru. Barangkali ucapan petani dari desa Sungai Andai  itu benar, petani itu sebelumnya telah pernah meramalkan hal perpisahan Urip dengan sang guru.
Urip  berubah arah. Dia meninggalkan hutan bersama cerita mistik yang tak masuk akal itu. Urip telah abai dengan semua hal yang berkait dengan ritual purba yang telah pernah dengan rajin dia lakukan, Urip merasa semua yang telah dia lalui hanya mendekatkan pada syirik, tidak memberi bekas yang baik dikehidupan. Petuah tetua terasa hanya benar tapi tak merubah apapun. Urip merasa tahun-tahun yang telah pernah dilalui dengan kesia-siaan walau sebenarnya Urip merasa apa yang telah  dia lalui telah mengajarkan banyak hal tentang arti kehidupan.
Kehidupan telah mengajarkan pada Urip untuk dilalui dengan keikhlasan bukan seperti yang mereka katakan jika hidup merupakan pilihan. Andai Urip bisa memilih sudah barang tentu dia akan terbang ke Belanda untuk sekedar menyapa kekasihnya tapi nyatanya apa? Kalau boleh memilih tentu mereka akan memilih hidup lebih baik tapi nyatanya apa?

Tidak ada komentar:

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...