Mengapa waktu seolah tidak mau bergerak, mengapa masalalu masih tetap tak mau berlalu, mengapa orang yang aku benci masih saja memenuhi ruang ingatan.
Dimah merasa bodoh sedang dia telah begitu tekun mengasah kecerdasan, Dimah masih tak percaya kalau orang yang sejak awal dia abaikan justru hingga detik ini masih tak mau beranjak dari ingatannya yang bahkan selalu lebih awal mengisi dari setiap kesendiriannya.
Entah mengapa ucapan Kojin terasa seperti menyindir, sedang rasanya dari awal perbincangan tak satu kamimatpun yang keluar dari mulut kojin ada tanda untuk sindir.
Rupanya terlambat Kojin sadar jika suasana telah berubah
"Ada yang salah dengan ucapanku" tanya Kojin dengan ragu.
Dimah tak menjawab dan hanya berpaling muka. Sesaat suasana menjadi hening hingga kemudian Dimah berlalu meninggalkan rasa bersalah kojin tanpa mendapat jawab.
Hati perempuan tak pernah bisa Kojin pahami. Mungkin hampir semua laki-laki tak pernah mengerti hati perempuan. Atau sebenarnya hati memang tak akan pernah bisa di mengerti karena mengerti milik logika bukan milik hati. Hati hanya terasa ada memiliki rasa juga suasana, bukan penyampaian yang logis agar dibenarkan, hati tak pernah meminta persetujuan untuk benar atau salah.
Kojin terdiam dengan segumpal sesal
"Ah..."
Dimah merasa bodoh sedang dia telah begitu tekun mengasah kecerdasan, Dimah masih tak percaya kalau orang yang sejak awal dia abaikan justru hingga detik ini masih tak mau beranjak dari ingatannya yang bahkan selalu lebih awal mengisi dari setiap kesendiriannya.
Entah mengapa ucapan Kojin terasa seperti menyindir, sedang rasanya dari awal perbincangan tak satu kamimatpun yang keluar dari mulut kojin ada tanda untuk sindir.
Rupanya terlambat Kojin sadar jika suasana telah berubah
"Ada yang salah dengan ucapanku" tanya Kojin dengan ragu.
Dimah tak menjawab dan hanya berpaling muka. Sesaat suasana menjadi hening hingga kemudian Dimah berlalu meninggalkan rasa bersalah kojin tanpa mendapat jawab.
Hati perempuan tak pernah bisa Kojin pahami. Mungkin hampir semua laki-laki tak pernah mengerti hati perempuan. Atau sebenarnya hati memang tak akan pernah bisa di mengerti karena mengerti milik logika bukan milik hati. Hati hanya terasa ada memiliki rasa juga suasana, bukan penyampaian yang logis agar dibenarkan, hati tak pernah meminta persetujuan untuk benar atau salah.
Kojin terdiam dengan segumpal sesal
"Ah..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar