Dimah tak mengerti mengapa di tiap ujung dari arti penantian dan harapnya justru muncul laki-laki yang sungguh tidak pernah ia harapkan.
Mengapa laki-laki itu justru muncul dalam bayangan ketika sepi telah datang. Mengapa justru laki-laki itu yang memberi arti. Sedang jelas laki-laki itu tak mungkin untuknya.
Dimah selalu kehilangan sosok ketika dia membuang jauh-jauh laki-laki itu dari kehidupannya, sedang Dimah mengetahui jika laki-laki itu seharusnya tidaklah berarti.
Angin kencang melambaikan helai kain warna ungu yang terlilit di leher Dimah. Ilalang lebih asyik menari dan membiarkan Dimah yang larut dengan konfliknya sendiri pula Kojin yang tetap berdiri seperti patung. Atau mungkin ilalang jua angin bersorak-sorai gempita melihat tingkah cucu-cucu Adam.
Waktu terus bergulir menyimpan semua kejadian menjadi kenangan untuk dirindukan yang tak akan pernah bisa diulang karena hidup terus melakukan perubahan.
Mengapa laki-laki itu justru muncul dalam bayangan ketika sepi telah datang. Mengapa justru laki-laki itu yang memberi arti. Sedang jelas laki-laki itu tak mungkin untuknya.
Dimah selalu kehilangan sosok ketika dia membuang jauh-jauh laki-laki itu dari kehidupannya, sedang Dimah mengetahui jika laki-laki itu seharusnya tidaklah berarti.
Angin kencang melambaikan helai kain warna ungu yang terlilit di leher Dimah. Ilalang lebih asyik menari dan membiarkan Dimah yang larut dengan konfliknya sendiri pula Kojin yang tetap berdiri seperti patung. Atau mungkin ilalang jua angin bersorak-sorai gempita melihat tingkah cucu-cucu Adam.
Waktu terus bergulir menyimpan semua kejadian menjadi kenangan untuk dirindukan yang tak akan pernah bisa diulang karena hidup terus melakukan perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar