Empat pilar utama. Coba bayangkan mobil yang kau miliki salah satu
dari keempat rodanya memiliki ukuran roda yang lebih besar dan lebih
tinggi, sudah pasti mobil itu tidak akan nyaman dilihat pun ketika
dinaiki. Andai kau membuat seribu alasan sebagai konsep yang mendukung
untuk hal itu hingga bisa dibenarkan oleh orang lain namun aku rasa
ketika kau menaiki mobil itu sebenarnya tak akan pernah nyaman.
Ketika kau merasa telah benar dengan apa yang kau pikirkan tentang
hidup tentu aku rasa itu tak beda dengan analogi mobil tadi.
Kau melupakan adanya hati, naluri pun ego. Kau mengabaikan tiga dari
roda yang tersisa, kau biarkan tiga dari roda yang tersisa itu terlalu
kecil, satu roda saja yang kau jadikan besar.
Apa benar yang kau sangka dan pikirkan telah benar? Dengan berlalunya
semua akan menjadikan keadan lebih baik? Benarkah kau dan aku bukan
untuk bersama?
Ah...
Sungguh hidup telah mengajarkan pada kita tentang adanya tiga pilar
yang tersisa dari empat pilar yang seharusnya, tapi kita abai, kita
lebih percaya dengan satu pilar, pilar yang disebut sebagai pikiran,
kita sebenarnya tak pernah mempercayai ajaran, apa lagi melakukan.
Kau ingin bukti jika kita lebih percaya pikiran? Sebut saja poligami,
agama telah mengajarkan apa itu poligami, lalu kita tanyakan pada diri
kita sendiri. Tidak setuju jawab kita, dengan alasan menyakitkan hati
perempuan dan bla bla bla. Bukankah kita telah memikirkan banyak hal
atas penolakan poligami itu?
Ini bukti agama yang hanya akan berlaku jika ajarannya aku suka, maka
yang aku suka itu akan aku dengang-dengungkan dan jika ajaran itu aku
tidak suka, tentu akan aku musnahkan. Sudah barang tentu pikiran yang
menyusun banyak alasan agar ajaran yang tidak aku suka itu bisa
dimusnahkan.
Sedang kita telah tahu statistik kependudukan, berapa jumlah pria dan
berapa jumlah wanita, bukankah wanita masih lebih banyak? Dua pertiga
untuk wanita dan pria sepertiganya. Jika kita asumsi satu laki-laki
hanya menikahi satu wanita lalu sisanya mau diapakan? Dijadikan
pelacur? Dan andai sisanya itu salah satu saudara kita? Terbayangkah
jika saudara kita sendiri yang jadi pelacur?
Logika menerima apa maksud dari ajaran tapi karena aku tidak suka maka
pikiran mencarikan alasan agar ajaran dimusnahkan.
Bukankah itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa kita lebih mengimani pikiran?
Jika kau merasa menjadi manusia yang logis maka sudah pasti atheis.
Semua hal didunia ini memiliki alasan yang logis atas kejadiannya,
semua proses jelas. Lalu jika semua bisa kau urai secara logis proses
kejadiannya terus Tuhan terlibat di bagian apa? Logis samadengan tidak
Tuhan.
Aku orang Jawa yang tidak logis. Dengan tidak logis aku tahu apa itu
hati, naluri pun ego. Karena hati bukan logika.
Aku mengenal kau bukan sekedar kau yang bisa aku sentuh, aku mengenal
kau sedalam yang tak tersentuh.
Aku bukanlah senang padamu tapi aku bahagia ketika kau ada.
Berlalulah jika itu maumu.
dari keempat rodanya memiliki ukuran roda yang lebih besar dan lebih
tinggi, sudah pasti mobil itu tidak akan nyaman dilihat pun ketika
dinaiki. Andai kau membuat seribu alasan sebagai konsep yang mendukung
untuk hal itu hingga bisa dibenarkan oleh orang lain namun aku rasa
ketika kau menaiki mobil itu sebenarnya tak akan pernah nyaman.
Ketika kau merasa telah benar dengan apa yang kau pikirkan tentang
hidup tentu aku rasa itu tak beda dengan analogi mobil tadi.
Kau melupakan adanya hati, naluri pun ego. Kau mengabaikan tiga dari
roda yang tersisa, kau biarkan tiga dari roda yang tersisa itu terlalu
kecil, satu roda saja yang kau jadikan besar.
Apa benar yang kau sangka dan pikirkan telah benar? Dengan berlalunya
semua akan menjadikan keadan lebih baik? Benarkah kau dan aku bukan
untuk bersama?
Ah...
Sungguh hidup telah mengajarkan pada kita tentang adanya tiga pilar
yang tersisa dari empat pilar yang seharusnya, tapi kita abai, kita
lebih percaya dengan satu pilar, pilar yang disebut sebagai pikiran,
kita sebenarnya tak pernah mempercayai ajaran, apa lagi melakukan.
Kau ingin bukti jika kita lebih percaya pikiran? Sebut saja poligami,
agama telah mengajarkan apa itu poligami, lalu kita tanyakan pada diri
kita sendiri. Tidak setuju jawab kita, dengan alasan menyakitkan hati
perempuan dan bla bla bla. Bukankah kita telah memikirkan banyak hal
atas penolakan poligami itu?
Ini bukti agama yang hanya akan berlaku jika ajarannya aku suka, maka
yang aku suka itu akan aku dengang-dengungkan dan jika ajaran itu aku
tidak suka, tentu akan aku musnahkan. Sudah barang tentu pikiran yang
menyusun banyak alasan agar ajaran yang tidak aku suka itu bisa
dimusnahkan.
Sedang kita telah tahu statistik kependudukan, berapa jumlah pria dan
berapa jumlah wanita, bukankah wanita masih lebih banyak? Dua pertiga
untuk wanita dan pria sepertiganya. Jika kita asumsi satu laki-laki
hanya menikahi satu wanita lalu sisanya mau diapakan? Dijadikan
pelacur? Dan andai sisanya itu salah satu saudara kita? Terbayangkah
jika saudara kita sendiri yang jadi pelacur?
Logika menerima apa maksud dari ajaran tapi karena aku tidak suka maka
pikiran mencarikan alasan agar ajaran dimusnahkan.
Bukankah itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa kita lebih mengimani pikiran?
Jika kau merasa menjadi manusia yang logis maka sudah pasti atheis.
Semua hal didunia ini memiliki alasan yang logis atas kejadiannya,
semua proses jelas. Lalu jika semua bisa kau urai secara logis proses
kejadiannya terus Tuhan terlibat di bagian apa? Logis samadengan tidak
Tuhan.
Aku orang Jawa yang tidak logis. Dengan tidak logis aku tahu apa itu
hati, naluri pun ego. Karena hati bukan logika.
Aku mengenal kau bukan sekedar kau yang bisa aku sentuh, aku mengenal
kau sedalam yang tak tersentuh.
Aku bukanlah senang padamu tapi aku bahagia ketika kau ada.
Berlalulah jika itu maumu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar