9.11.2013

Angga

"Andai, andai hati, pikir, insting, ego kita pisahkan dari tubuh
manusia yang hidup dan keempatnya hanya kita fungsikan sebagai
variabel luar yang memberi stimulan sebelum aktivitas tubuh. Lalu
tubuh yang sudah tidak terisi oleh keempat variabel itu kita masukkan
Tuhan sebagai unsur dominan pada aktivitas tubuh yang hidup itu.
Kira-kira kau sudah akan memiliki ilustrasi seperti apa kehidupan
berjalan. Tentu hampa, karena tubuh yang hidup itu hanya memiliki
dominasi kesadaran tunggal yang selalu tahu dan benar. Karena kita
asumsi Tuhan maha tahu dan benar. Jika sesuatu sudah tahu untuk apa
diketahui lagi dan jika sudah benar untuk apa dibenarkan lagi. Tentu
tak perlu ada lagi upaya.
Sekarang jika kita turunkan dominasi Tuhan 25 persen dan sebagai ganti
kita masukkan variabel insting maka kita akan tampak seperti bayi yang
baru lahir. Kemudian kita kurangi lagi dominasi Tuhan 25 persen lagi
lalu kita ganti dengan variabel hati maka hasilnya akan masih bayi
juga, dengan tambahan kemampuan tangis dan tawa. Lagi kita kurangi 25
persen lagi dominasi Tuhan dan kita memasukkan variabel ego kemudian
sisinya variabel pikir.
Sudah barang tentu seratus persen Tuhan lenyap dan tergantikan oleh
pembangkangan yang kompak.
Itu barangkali yang menjadikan manusia kehilangan perjanjian nasib
yang telah disepakati dengan Tuhan. Sehingga manusia tak tahu lagi
nasib mereka.

Kau mencintai kekasihmu hanya sedikit gambaran nafsu, apa yang kau
pikirkan hanya sangka. Hidup telah berjalan sesuai alur kebenarannya,
pun ketika kau bertemu seseorang termasuk kekasihmu itu sebenarnya
sudah sesuai dengan kesepakatan" ujar Pram.
"Kau ini ngomong apa? Tuhan, variabel, persen. Aku ndak mudeng, ndak
ngerti Pram" jawab Angga.
Pramana tersenyum kecut mengetahui dia telah salah bicara dengan Angga.
"Yang jelas aku pusing, bukan hanya setahun aku mengenal dia tapi...
ah...., ibaratnya tu ya, digigit terlalu alot dibuang sayang, maka
hampir siang dan malam aku selalu ingat dia" lanjut Angga.
"Kamu kelihatanya pinter tapi taunya blo'on juga ya. Ga, Angga!" Pram
asal ngomong.

Angga memang bukan orang yang cerdas sehingga dia tak tahu apa itu
romantis, dia tak bisa menterjemahkan bahasa cintanya sedemikian rupa,
tak bisa berlaku yang bisa membuat jantung perempuan berdebar.
"Kadang aku heran, bagaimana perempuan yang begitu sempurnanya bisa
berkomunikasi hingga sejauh ini denganmu?" tanya Pram.
"Aku juga nggak tahu" jawab Angga polos.

Kebodohan Angga barangkali merupakan hal yang tidak dimiliki perempuan
itu, kerena seseorang bisa tidak sadar memiliki kecenderungan suka
terhadap yang tidak dimiliki.
Pun romantis yang selalu menjadi pemujaan, seseorang telah lupa bahwa
dirinya sendiri adalah wujud romantis, lalu bagaimana mungkin dia
mendapat hal romantis sedang romantis itu dia sendiri. Sungguh tak
pernah ada matahari kembar, satu subjek satu objek.
"Dia marah waktu aku mencium pipi kirinya dan aku mengatakan bahwa aku
mencintainya" wajah Angga terlihat gamang.
"Ga, untuk mendapatkan kekasih kau harus siap lalu memilih, pun dia
juga memilihmu, kesempatan yang hanya sekali berlaku.
Setelah itu hubungan emosional akan terasa antara kau dan dia.
Percintaan dewasa sudah barang tentu berbeda dengan anak-anak
tergantung kecerdasan seseorang, tinggal bagaimana kau dan dia
bermain. Semua, apapun itu hanya permainan demi memuaskan rasa yang
tak selalu termiliki"

Tidak ada komentar:

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...