2.21.2013

Narang

Narang masih sibuk melayani pelanggan walau sudah menjelang petang,
kedua tangannya tampak trampil meracik ramuan yang di pesan oleh
pelanggan.
Bertempat di tengah pasar Kindai Limpuar Narang menjalankan usaha
penyediaan bahan jamu sekaligus peramu bersama sang istri. Kios Narang
terasa sesak dipenuhi rak berisi bebagai jenis tanaman obat yang sudah
kering, aroma kuat sangat mengidentitaskan bahwa itu kios penyedia
bahan obat herbal.

"Papah jadi kerumah Nungkai ntar malam?" tanya sang istri
"Insya Allah mah, mamah ikut?" jawab Narang
"Nggak ah, papah biasa larut hingga pagi kalau sudah ngobrol" ucap
sang istri, namun Narang malah tertawa keras mendapati jawaban
istrinya.
"Aku kadang iri terhadap Nungkai, dia bisa membiarkan hatinya menuntut
tindakan, lebih ketika dia selalu berhasil mengembangkan keahlian
teknis yang kadang terlihat mustahil, seolah dia tak mau memberi ruang
pada masalah, dia selalu berhasil mengatasi kerumitan, walau kadang
aku masih melihat ada tempat yang kosong di hatinya" sambil merapikan
peralatan Narang memuji Nungkai.
"Nah..., papah lupa ya? Sering papah mengatakan bahwa masing-masing
orang memiliki herbalnya sendiri yang sesuai dengan tubuh mereka,
tubuh akan memilih tumbuhan obat yang sesuai, lalu apa bedanya dengan
keistimewaan, bukankah seharusnya manusia memiliki istimewanya
sendiri-sendiri? tentu papah punya keistimewaan sendiri yang mungkin
sangat dikagumi oleh Nungkai. Ujar papah syukuri yang ada dan kita tak
akan memenangkan apapun dalam kehidupan kecuali bagi yang mau
bersabar" sahut sang istri
"Nah..., mamah kok bisa membalikan sekarang" tawa Narang menghangati ruang.

Narang orang yang cukup disegani di manapun dia berpijak, dia memiliki
tubuh yang kurus, kulit pucat juga terlihat kuno dan bijak. Walaupun
Narang telah mendalami pemahaman dari kehidupan namun ada kalanya dia
masih tertipu oleh apa yang terlihat di permukaan, sedang dia sudah
tahu jika sering yang didalam sangat bertolak belakang dengan apa yang
terlihat.

"Kalau Urip bagaimana pah?" tanya sang istri lagi
"Urip, em..., gak tahu aku mah" Narang terdiam, ada yang berubah di
hatinya mendengar nama Urip. Sekejap Narang teringat ketika dia
bersama Urip, ketika rasa ingin tahunya hampir membunuh dia dan Urip.
"Yang aku dengar Urip sedang tak mampu berbagi ruang dengan seorang
perempuan yang sebenarnya hampir mustahil, aku dengar keduanya
terlanjur terjerat dan keduanya saling tak bisa melupa pun dari
keduanya juga tak mengerti apa yang harus dilakukan kecuali hanya
saling menyapa.
Ah..., cinta, barangkali Urip orang bodoh yang pernah aku temui.
Bahkan lebih celakanya lagi dia cenderung membangkitkan sisi gelap
dalam hatinya"

Tidak ada komentar:

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...