Beng tertawa, dia sama sekali tak heran mendengar ucapan Aluh. Dulu,
sejak dulu Aluh memang selalu keras terhadap Urip, pun Urip tak jauh
beda. Kebencian keduanya tak lebih pada kebenciannya terhadap diri
mereka sendiri-sendiri yang tak pernah bisa mengungkapkan perasaan,
mereka sama-sama tak mampu melalui gengsi untuk kalimat "cinta".
Beng sangat tahu jika Aluh hanya bisa membenci setiap malam-malam
sempurna, saat purnama penuh, saat yang sempurna untuk berpadu kasih,
sedang wajah Urip terus membayang memperdalam kebencian.
"setidaknya kau bahagia bisa memandang Urip" bisik Beng pada Aluh.
Ucapan Beng tentu menjadikan Aluh geram, Bisik Beng terasa makin
mengejeknya.
Sementara Nungkai telah selesai mendiskusikan arah pembahasan bersama
Narang dan kini tinggal menunggu saat yang tepat untuk mengambil alih
perhatian dari semua yang diundang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
Aku mencoba melupakan semua. Mengalihkan pandangan pada hamparan luas kebun jagung yang hijau, terasa damai, alam begitu santun, aroma ladan...
-
Mungkin ada ruang di hati Dimah yang belum penuh oleh pemuas dan dari ruang hati yang masih kosong itu setengahnya terisi oleh tanyanya sen...
-
"Jangan khawatir, kekasihmu sudah terbiasa dengan konflik, setiap konflik yang pernah dilalui telah menjadikannya cerdas, cerdas yang ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar