Aroma kembang kopi sudah semakin kuat, jelas itu aroma Salma. Urip berlalu meninggalkan Dimah bersama yang lain memilih lebih dulu menemui Salma dan ingin empat mata.
Salma hanya memandang sesaat pada Urip lalu membuang pandang tak ingin isi hatinya terbaca.
"Aku selalu gagap dalam mengambil keputusan sama sepertimu, tapi jika kau tahu aku, sungguh aku orang yang hanya punya dua pilihan warna. Hitam atau putih. Ya atau tidak. Jika aku telah memilih tidak maka akan aku bawa sampai mati pilihanku itu pun kalau ya, aku tak sedikitpun mundur langkah. Bukankah juga begitu sifatmu.
Barangkali karena ketetapan akan berlaku tetap justru yang membuat aku selalu ragu bersikap. Sebab bila aku sudah memilih maka aku tidak akan bisa mencabut pilihanku lagi.
Aku tidak tahu langkah, hanyut tak tentu arah. apakah itu beda denganmu? Dan ya, kita sama-sama tak akan pernah bisa berani memutuskan hubungan kita. Aku takut mengecewakanmu dan kau takut mengecewakan aku.Dan bodohnya kita tak pernah tahu alasannya untuk apa kita saling menjaga.
Aku barangkali bisa tega menghentikan tegur-sapa walau aku ragu untuk bisa berhenti mendengar ceritamu. pun aku yakin kau juga.
Bodohnya aku yang tak bisa berbagi dengan yang lain selain denganmu. Dan kau? aku rasa bisa kau tanyakan pada dirimu sendiri.
Benar kali ini, saatnya memilih, pun kau sangat memungkinkan untuk memilih dan untuk kali ini aku tidak sama denganmu, kau tahu siapa aku sejak kali awal kita bertemu" Urip menghentikan kalimat lalu membuang bungkus rokoknya yang sudah habis.
Begitu gamblang Urip membeberkan apa yang ada di perasaan Salma hingga membuat terasa berat nafas Salma, membuatnya sangat ingin menampar Urip tapi yang terjadi malah air matanya yang lebih dulu turun hingga melemaskan seluruh sendi
Terbayang wajah Nungkai, orang yang seharusnya Salma pilih. tapi betapa menjengkelkannya Nungkai yang tak pernah mau bertindak bodoh seperti yang Urip lakukan untuk dirinya. Tak pernah berani menyatakan cinta, tak berani gombal dan tak bisa bertindak gila ketika menyatakan perasaan seperti yang Urip lakukan..
Salma ingin berteriak tapi juga tak bisa.
Urip orang yang samasekali tak memiliki kejelasan kasta. Bukan tanpa alasan sangka itu karena sangat sering ketahuan dari caranya bicara yang jelas menunjukkan kalau Urip berasal dari kasta bawah.
Salma terdiam memandang Urip dan bertanya pada diri sendiri, entah bagaimana orang dari kasta bawah yang ada dihadapannya saat ini bisa mengambil ruang dihatinya.
"Hah! kau membuat aku gila!" teriak Salma tak peduli lagi.
Sesaat keduanya terdiam hingga tangis tak terbendung lagi. Salma tak punya pilihan kecuali malah memeluk Urip untuk menyandarkan sakit hatinya.
"Ayo kita akhiri ini jangan kau jadikan aku bingung..., aku sudah kehabisan terlalu banyak waktu..., untuk apa kita lakukan semua ini.." pinta Salma dengan tangis.
Setelah terasa tumpah emosi Salma mendorong Urip. Salma mencoba menghentikan tangis dan berusaha tegar
Angin berhembus terasa seperti ingin membiarkan keduanya terhukum, sedang daun terasa seperti menyoraki kemenangan iblis yang telah berhasil meniupkan nafas beracun yang terbungkus harum cendana kepada keduanya.
Salma ingin sendiri.
Salma hanya memandang sesaat pada Urip lalu membuang pandang tak ingin isi hatinya terbaca.
"Aku selalu gagap dalam mengambil keputusan sama sepertimu, tapi jika kau tahu aku, sungguh aku orang yang hanya punya dua pilihan warna. Hitam atau putih. Ya atau tidak. Jika aku telah memilih tidak maka akan aku bawa sampai mati pilihanku itu pun kalau ya, aku tak sedikitpun mundur langkah. Bukankah juga begitu sifatmu.
Barangkali karena ketetapan akan berlaku tetap justru yang membuat aku selalu ragu bersikap. Sebab bila aku sudah memilih maka aku tidak akan bisa mencabut pilihanku lagi.
Aku tidak tahu langkah, hanyut tak tentu arah. apakah itu beda denganmu? Dan ya, kita sama-sama tak akan pernah bisa berani memutuskan hubungan kita. Aku takut mengecewakanmu dan kau takut mengecewakan aku.Dan bodohnya kita tak pernah tahu alasannya untuk apa kita saling menjaga.
Aku barangkali bisa tega menghentikan tegur-sapa walau aku ragu untuk bisa berhenti mendengar ceritamu. pun aku yakin kau juga.
Bodohnya aku yang tak bisa berbagi dengan yang lain selain denganmu. Dan kau? aku rasa bisa kau tanyakan pada dirimu sendiri.
Benar kali ini, saatnya memilih, pun kau sangat memungkinkan untuk memilih dan untuk kali ini aku tidak sama denganmu, kau tahu siapa aku sejak kali awal kita bertemu" Urip menghentikan kalimat lalu membuang bungkus rokoknya yang sudah habis.
Begitu gamblang Urip membeberkan apa yang ada di perasaan Salma hingga membuat terasa berat nafas Salma, membuatnya sangat ingin menampar Urip tapi yang terjadi malah air matanya yang lebih dulu turun hingga melemaskan seluruh sendi
Terbayang wajah Nungkai, orang yang seharusnya Salma pilih. tapi betapa menjengkelkannya Nungkai yang tak pernah mau bertindak bodoh seperti yang Urip lakukan untuk dirinya. Tak pernah berani menyatakan cinta, tak berani gombal dan tak bisa bertindak gila ketika menyatakan perasaan seperti yang Urip lakukan..
Salma ingin berteriak tapi juga tak bisa.
Urip orang yang samasekali tak memiliki kejelasan kasta. Bukan tanpa alasan sangka itu karena sangat sering ketahuan dari caranya bicara yang jelas menunjukkan kalau Urip berasal dari kasta bawah.
Salma terdiam memandang Urip dan bertanya pada diri sendiri, entah bagaimana orang dari kasta bawah yang ada dihadapannya saat ini bisa mengambil ruang dihatinya.
"Hah! kau membuat aku gila!" teriak Salma tak peduli lagi.
Sesaat keduanya terdiam hingga tangis tak terbendung lagi. Salma tak punya pilihan kecuali malah memeluk Urip untuk menyandarkan sakit hatinya.
"Ayo kita akhiri ini jangan kau jadikan aku bingung..., aku sudah kehabisan terlalu banyak waktu..., untuk apa kita lakukan semua ini.." pinta Salma dengan tangis.
Setelah terasa tumpah emosi Salma mendorong Urip. Salma mencoba menghentikan tangis dan berusaha tegar
Angin berhembus terasa seperti ingin membiarkan keduanya terhukum, sedang daun terasa seperti menyoraki kemenangan iblis yang telah berhasil meniupkan nafas beracun yang terbungkus harum cendana kepada keduanya.
Salma ingin sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar