"La yo ndak seperti itu to Rip, itu kan menurut kamu. Nah... kalau aku menggunakan penerawangan malah perempuan itu ndak akan gelisah kalau kamu ndak memainkan hati dan perasaannya, begitu Rip.
Memang perempuan kaya itu. Kau ada salah, kau pergi makin salah. Dia benci kamu karena kamu menyakitkan tapi hanya kamu yang bisa menjadi obat untuk sakitnya. Binggung to kamu.
Kalau menurut paham kejawen dari leluhurku yang ada di jawa sana maka apa yang ada dipikiran merupakan doa, pikiran merupakan doa diam yang sangat tajam. Itu artinya kalau sebuah hubungan yang dianggap sebagai keisengan untuk mengisi kekosongan hati kemudian secara tidak sadar selalu ada dalam pikiran maka itu akan menjadi doa, nah celaka to jadinya.
Rip.., Urip. Jangan bermain dengan pemikiranmu sebab pemikiran yang menjadi awal dari perwujudan, hati-hati.."
Urip terdiam membenarkan ucapan Kang Didik, tahu jika ada kesalahan dengan apa yang telah pernah ia lakukan.
"Kemana lagi akan mengantar setelah dari sini"
"Sudah habis. Mungkin akan langsung pulang" jawab Urip
"Langsung menuju Banjar?.. Jam berapa sampai sana?"
"Biasanya dini hari, berkisar jam dua"
"Mbok uwis.., nginep saja disini, apa kau kejar. Wong ada kamar kosong disini"
Langit mulai gelap oleh awan, dari kejauhan terdengar gemuruh sesaat setelah kilat di sela awan hitam, mungkin sebentar lagi hujan lebat. Kang Didik mempersilahkan Urip untuk meminum kopi yang masih panas sambil meminta ijin beranjak untuk menutup tokonya karena sebentar lagi malam.
Urip masih ragu akan tawaran menginap mengingat dia harus berkejar dengan waktu untuk memenuhi target. Tagihan dari Bank tinggal 3 hari lagi sudah jatuh tempo, rasanya tak mungkin dia bisa sedikit lebih santai. Terbersit dipikirannya, dia telah terjebak pada pola hidup yang sebenarnya dia tak pernah ingini, tapi itulah nyatanya.
"Sudahlah Rip. Aku dulu juga sepertimu yang ndak mengingat waktu. Masing-masing sudah punya jatah, kalau memang belum ya belum kalau sudah waktunya ya ndak akan kemana. Rejeki, jodoh, mati sudah ada kontraknya, ndak kemana. La malah kamu membawa catatannya sudah mulai dari alam lauful mahfudz dulu. Ndak akan bisa kamu cari sebab itu ada pada dirimu sendiri, bagaimana mencari wong itu ada di dirimu sendiri. Malah sesat nanti kalau kau mencarinya"
Kang Didik sangat bisa merasakan tertekannya Urip. Kang didik melihat pola hidup yang tak karuan yang sedang dijalani Urip dan ingin meluruskan pada yang seharusnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar