Dini hari jam 01:35 Urip baru memasuki kecamatan Jorong dan
masih 2 jam lagi baru bisa sampai di kota Banjarmasin. Urip mengurangi
kecepatan bermaksud singgah di warung pinggir jalan untuk mencari minuman
hangat karena rasa kantuk mulai terasa mengganggu keamanan.
Meninggalkan Urip.
Ada banyak hal yang masih sulit dimengerti dari pertemuannya
dengan Dewi membuat Dimah susah tidur. Dimah bangkit lalu menuju keluar rumah.
“Mana Datu, kok sendiri?”
“Eh Dim, terjaga ya?”
“Gak dijawab malah ganti nanya lagi”
Kojin mengambil rokok yang ada disebelahnya untuk memberi
tempat duduk Dimah. Benar Dimah mengambil duduk disebelah Kojin, tapi Dimah tak tahu lagi harus apa. keduanya terdiam
untuk beberapa saat mencari-cari apa yang bisa mereka bicarakan.
“Mengapalah Kemala masih belum bisa melepas Arya dari
ingatannya, apa sih istimewanya Arya” tanya Kojin.
Dimah tak segera menjawab, dia malah memasukkan kayu pada
bara yang masih menyala dengan sedikit api. Otak Dimah masih penuh dengan pertanyaan tentang kemunculan Dewi tiga hari yang lalu dan belum siap atas pertanyaan Kojin.
“Menurutmu?” jawab Dimah mengembalikan pertanyaan Kojin.
Kojin mengambil sebatang rokok lalu menyalakan dengan
menggunakan ranting kecil yang diambil dari api didepannya. Kojin ragu
menyampaikan asumsi yang dimiliki. Toh pertanyaan yang diajukan sekedar
basa-basi untuk mencairkan suasana yang tak kunjung bisa nyaman.
“Tak juga istimewa si Arya menurutku ” ujar Kojin lagi.
Dimah menghela nafas mengambil apa yang ada didalam benak.
“Mungkin, tapi menurutku tidak sesederhana itu cinta bisa terbentuk
di hati perempuan, apalagi Kemala bukan perempuan kampung, dia rumit. Barangkali
Kemala sudah jengah dengan kehidupan modern yang memberi banyak tuntutan, di
tempat dia menjalani hidup tak banyak orang yang sedia berbagi dengan
menggunakan hati .
Dikesehariannya Kemala selalu berbagi ruang dengan orang-orang yang memiliki logika cerdas juga memiliki keteraturan jadwal,
orang-orang yang bekerja dengan mengedepankan profisionalisme sudah pasti akan mengabaikan
hati dan perasaan.
Celaka berawal ketika dia meladeni si Arya yang bodoh, orang
yang tak bisa berkomunikasi setara dengan pola pikirnya, mungkin waktu itu Arya
disetiap kali berbicara hanya bisa mengandalkan perasaan dan sudah pasti ketika
dia menyampaikan tak pernah ada kejelasan konsep akademik, tentu itu hanya jadi
bahan tertawaan. Celakanya pula Kemala terhibur dengan setiap penyampain konyol
dari Arya. Kemala terbiasa menikmati obrolan
aneh yang hanya satu-satunya dia bisa temui. Kemala tidak sama sekali sadar
jika Arya pula orang yang menggunakan perasaan ketika berbagi ruang dan waktu
dengannya.
Sedang Kemala sudah terlalu letih, dia ingin tempat
bersandar, dia ingin ada tempat untuk hati dan perasaan. Celakanya hanya ketika
bersama dengan Arya dia bisa menemukan hati. Kemala tersentuh.
Arya yang aneh, seaneh hati yang tak pernah logis”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar