“Sebut saja pintu dari rumahku rusak, tentu akan akan
terusik dan kemudian akan aku merperbaiki.
Benar, aku memang memperbaiki pintu rumahku itu hingga pintu menjadi
berfungsi dengan baik kembali.
Setelahnya yang ingin aku bahas, bukan soal pintu itu.
Sebelum aku mengetahui pintu itu rusak aku baik-baik tapi setelah mengetahui pintu rusak dan
kemudian aku memperbaiki hingga pintu yang rusak itu menjadi baik malah
kemudian aku yang menjadi rusak, karena ibu jariku terluka, karena terjepit sewaktu
memperbaiki pintu tadi, bajuku yang tadinya bersih berubah menjadi kotor.
Benar, kalau gak ingin kotor atau luka ya biarkan saja pintu
itu. Rusak biar tetap rusak hingga yang baik akan tetap baik. Sederhananya jika
kau ingin menjadikan sesuatu menjadi baik maka pastikan dirimu siap yang akan
menjadi rusak. Coba asumsikan dengan hal lain, apakah yang aku sampaikan masih
berlaku sama atau tidak.
Sama barangkali dengan lambai tanganku atau langkah kakiku. Jika
yang kiri maju maka yang sebelah kanan akan terbelakang. Seperti halnya subyek-obyek, memandang-
dipandang. Barangkali setiap relationship memiliki ketetapan itu. Bukan sama-sama
memiliki untuk bisa disebut us tapi you and I bukan I and I.
Cinta ketika telah sepakat tidaklah menjadi penyatuan yang
saling mencintai melainkan satu kasih dan yang lain sayang. Kita sudah bukan
dalam proses untuk bisa dalam kebersamaan. kita sudah dalam kebersamaan”
“Berkelit, berkelit, aku lelah, aku gila hanya memikirkanmu!”
emosi Salma meledak.
Salma tak memerlukan apapun, apalagi asumsi Urip yang terasa
justru menyudutkan dirinya kedalam jauh di kesendirian. Kesadaran Salama hanya bertanya
kemana seharusnya bersandar kalau bukan
pada Urip. Semenjak adanya Urip Salama telah kehilangan banyak sahabat bahkan
untuk menjadi diri sendiripun Salma hampir tak bisa.
Enatah apa yang ada di benak Urip sehingga dia minta
dibenarkan dengan ocehan pajangnya itu. Barangkali sudah sifat laki-laki yang
egois yang tak pernah memahami perempuan, ketika perempuan mengungkapkan
perasaan bagi laki-laki seolah terdengar hanya meminta alasan.
Salma tak memerlukan lebih dari sekedar peluk, sekedar
membuktikan bahwa Urip masih ada untuknya, tak lebih. Sekedar pernyataan bahwa
dia tak sendiri walau dia juga sadar bersama Urip berarti petaka.
Entah mengapa Salma tak mampu jauh dari Urip sedang dia
sangat membenci
Tidak ada komentar:
Posting Komentar