Menjelang gelap keduanya baru sampai di perkampungan. Seorang warga
yang ditemui Angga untuk bertanya malah menawarkan diri untuk
mengantar ke tujuan, ke rumah pak Murdi. Beliau di kampung itu dikenal
sebagai tetua wilayah Hulu Tengah.
Jalan tak bisa laju, masih ada sedikit kubangan yang memaksa
kehati-hatian mereka, ketika telah dekat dan memasuki halaman rumah
pak Murdi seekor anjing warna coklat menyalak beringas menyambut
kedatangan, seolah mengusir mereka, namun segera setelah itu tuan
rumah membuka pintu memanggil sang anjing memintanya untuk bersikap
lebih tenang. Benar, segera si anjing itupun mendatangi tuannya juga
bersikap lebih tenang.
Ketiganya dipersilahkan naik kerumah dan Anggapun menuruti permintaan
tuan rumah. Setelah ikut membantu Pram untuk naik rumah maka warga
yang mengantar itupun pilih mohon diri.
Didahului dengan menyalakan lampu, setelah itu pak Murdi menyegera
duduk di hadapan kedua tamunya dan memulai basa-basi adat timur
sekaligus saling mengukur-takar pembicaraan pun sedikit pendalaman
karakter agar tidak salah juga bisa memberi rasa nyaman dalam
berkomunikasi.
Jam terus berputar, pembicaraan telah menemukan alur, Pram sangat
serius mengikuti, sedang Angga tertidur, selain kelelahan Angga juga
tidak begitu memahami apa yang mereka bicarakan. Hingga tak terasa
tinggi malam sudah, sedang diluar bulan purnama penuh baru terbit di
antara awan.
"Pian (kamu) tidak akan tahu sesuatu karena pian mengandalkan pikiran
untuk mencari arti dari sesuatu itu. Pikiran cenderung memberi
gambaran sendiri dalam bereaksi, pikiran sangat handal membuat fantasi
yang seolah nyata, pikiran selalu menarik keluar dari esensi,
menghentikan pendalaman hingga terhenti pada batas apa yang terlihat,
terdengar, tercium, terasa dan teraba. Hingga tak terasa membawa
kita pada penyimpangan, sejauh tergantung dari kemampuan pikiran itu
sendiri untuk bisa membuat kemungkinan. Asumsi kosong.
Segala sesuatu tak sekedar berdasar pada kemungkinan yang bisa pian
kalkulasi secara matematis.
Coba pian belajar memahami sesuatu dengan seluruh indra juga libatkan
hati , setelah itu boleh pian gunakan pikiran sebagai kalkulasi awal
untuk membuat kemungkinan . Namun jika sesuatu itu berawal dari
aktifitas yang tak mampu pian pikirkan sebagai pijakan kalkulasi maka
pian baik memilih menggunakan hati dan perasaan untuk mengetahui. Dan
jika pikiran pun hati tak mencukupi maka ruhlah yang mengetahui
jawaban, jika ketiganya tak jua memadai maka pian sedang berurusan
dengan kekuasaan Tuhan.
Andai pian membaca tulisan maka jangan pian sekedar mengerti seperti
apa yang tertulis, cobalah libatkan perasaan untuk memahami.
Akan terasa tulisan itu menggunakan pikiran, iseng, atau menggunakan hati
Jika pian mampu mencerna tulisan itu dengan nalar, memiliki urutan
yang jelas, kemudian bisa diurutkan kronologis kejadian awal dalam
bentuk imajinasi maka pian bisa mengatakan itu tulisan karya ilmiah
yang di gagas oleh pikiran yang diawali dengan fantasi dan kemudian
dikembangkan oleh nalar cerdas lalu tertuang dalam bentuk tulisan.
Namun ketika pian membaca tulisan yang tak bisa dipahami, maka pian
coba pilih kalimat atau kata dari tulisan itu yang bisa di pahami,
barangkali ada sedikit petunjuk, adakah ungkapan kemarahan,
kebahagiaan atau apa. Berilah ruang pada hati untuk ikut merasakan.
Ada dua kemungkinan jika tulisan itu tidak memiliki urutan kalimat
yang jelas, jika tidak ditulis atas dasar tekanan berarti pelepasan
isi perasaan di hati secara ekspresif dalam bentuk tulisan. Dua
kemungkinan yang dua-duanya berpangkal pada pengungkapan hati.
Jika pian tidak tahu maka ulun (aku) ragu, apa pian tidak memiliki
hati untuk merasakan? Tidak tahu karena mengunakan pikiran untuk
memahami hati, itu yang mungkin" tetua Hulu Tengah membuang nafas,
membuang sebagain besar yang dia ketahui ke alam dan hanya sedikit
yang disampaikan kepada Pram.
Tetua tahu Jika Pram berasal dari lingkungan yang menuntut logis.
"itu sedikit gambaran. Menjadi dasar penggabungan yang bersifat sihir
dengan ilmiah, seperti apa yang pian dengar. Tapi ulun bukanlah
penyihir" tawa tetua memecah malam.
"Orang menyangka ulun tidak tahu, itu sangkanya. Orang tersebut hanya
menyangka, dia sebenarnya tidak tahu akan ulun. Mudah ulun
membuktikan, andai pian menganggap ulun bodoh maka pianlah yang bodoh,
pian hanya melihat sisi sedikit ulun, tak tahu yang ulun sembunyikan.
Ulun memiliki pengetahuan yang pian tak pernah tahu.
Andai pula pian menganggap ulun pintar maka sungguh pianlah yang
pintar. Orang yang pintar sajalah yang tahu mana prilaku bodoh mana
prilaku pintar. Andai pian bicara diantara orang bodoh dengan
menggunakan bahasa pintar maka pian akan dibilang gila, aneh, bodoh.
Tapi ketika pian berbahasa pintar diantara orang pintar maka pian akan
dibilang pintar oleh mereka.
Sekarang ulun bertanya pian yang tidak tahu atau ulun yang tidak tahu.
Atau pian ingin bilang jika ini hanya permainan kata?" kali ini wajah
tetua berubah serius.
yang ditemui Angga untuk bertanya malah menawarkan diri untuk
mengantar ke tujuan, ke rumah pak Murdi. Beliau di kampung itu dikenal
sebagai tetua wilayah Hulu Tengah.
Jalan tak bisa laju, masih ada sedikit kubangan yang memaksa
kehati-hatian mereka, ketika telah dekat dan memasuki halaman rumah
pak Murdi seekor anjing warna coklat menyalak beringas menyambut
kedatangan, seolah mengusir mereka, namun segera setelah itu tuan
rumah membuka pintu memanggil sang anjing memintanya untuk bersikap
lebih tenang. Benar, segera si anjing itupun mendatangi tuannya juga
bersikap lebih tenang.
Ketiganya dipersilahkan naik kerumah dan Anggapun menuruti permintaan
tuan rumah. Setelah ikut membantu Pram untuk naik rumah maka warga
yang mengantar itupun pilih mohon diri.
Didahului dengan menyalakan lampu, setelah itu pak Murdi menyegera
duduk di hadapan kedua tamunya dan memulai basa-basi adat timur
sekaligus saling mengukur-takar pembicaraan pun sedikit pendalaman
karakter agar tidak salah juga bisa memberi rasa nyaman dalam
berkomunikasi.
Jam terus berputar, pembicaraan telah menemukan alur, Pram sangat
serius mengikuti, sedang Angga tertidur, selain kelelahan Angga juga
tidak begitu memahami apa yang mereka bicarakan. Hingga tak terasa
tinggi malam sudah, sedang diluar bulan purnama penuh baru terbit di
antara awan.
"Pian (kamu) tidak akan tahu sesuatu karena pian mengandalkan pikiran
untuk mencari arti dari sesuatu itu. Pikiran cenderung memberi
gambaran sendiri dalam bereaksi, pikiran sangat handal membuat fantasi
yang seolah nyata, pikiran selalu menarik keluar dari esensi,
menghentikan pendalaman hingga terhenti pada batas apa yang terlihat,
terdengar, tercium, terasa dan teraba. Hingga tak terasa membawa
kita pada penyimpangan, sejauh tergantung dari kemampuan pikiran itu
sendiri untuk bisa membuat kemungkinan. Asumsi kosong.
Segala sesuatu tak sekedar berdasar pada kemungkinan yang bisa pian
kalkulasi secara matematis.
Coba pian belajar memahami sesuatu dengan seluruh indra juga libatkan
hati , setelah itu boleh pian gunakan pikiran sebagai kalkulasi awal
untuk membuat kemungkinan . Namun jika sesuatu itu berawal dari
aktifitas yang tak mampu pian pikirkan sebagai pijakan kalkulasi maka
pian baik memilih menggunakan hati dan perasaan untuk mengetahui. Dan
jika pikiran pun hati tak mencukupi maka ruhlah yang mengetahui
jawaban, jika ketiganya tak jua memadai maka pian sedang berurusan
dengan kekuasaan Tuhan.
Andai pian membaca tulisan maka jangan pian sekedar mengerti seperti
apa yang tertulis, cobalah libatkan perasaan untuk memahami.
Akan terasa tulisan itu menggunakan pikiran, iseng, atau menggunakan hati
Jika pian mampu mencerna tulisan itu dengan nalar, memiliki urutan
yang jelas, kemudian bisa diurutkan kronologis kejadian awal dalam
bentuk imajinasi maka pian bisa mengatakan itu tulisan karya ilmiah
yang di gagas oleh pikiran yang diawali dengan fantasi dan kemudian
dikembangkan oleh nalar cerdas lalu tertuang dalam bentuk tulisan.
Namun ketika pian membaca tulisan yang tak bisa dipahami, maka pian
coba pilih kalimat atau kata dari tulisan itu yang bisa di pahami,
barangkali ada sedikit petunjuk, adakah ungkapan kemarahan,
kebahagiaan atau apa. Berilah ruang pada hati untuk ikut merasakan.
Ada dua kemungkinan jika tulisan itu tidak memiliki urutan kalimat
yang jelas, jika tidak ditulis atas dasar tekanan berarti pelepasan
isi perasaan di hati secara ekspresif dalam bentuk tulisan. Dua
kemungkinan yang dua-duanya berpangkal pada pengungkapan hati.
Jika pian tidak tahu maka ulun (aku) ragu, apa pian tidak memiliki
hati untuk merasakan? Tidak tahu karena mengunakan pikiran untuk
memahami hati, itu yang mungkin" tetua Hulu Tengah membuang nafas,
membuang sebagain besar yang dia ketahui ke alam dan hanya sedikit
yang disampaikan kepada Pram.
Tetua tahu Jika Pram berasal dari lingkungan yang menuntut logis.
"itu sedikit gambaran. Menjadi dasar penggabungan yang bersifat sihir
dengan ilmiah, seperti apa yang pian dengar. Tapi ulun bukanlah
penyihir" tawa tetua memecah malam.
"Orang menyangka ulun tidak tahu, itu sangkanya. Orang tersebut hanya
menyangka, dia sebenarnya tidak tahu akan ulun. Mudah ulun
membuktikan, andai pian menganggap ulun bodoh maka pianlah yang bodoh,
pian hanya melihat sisi sedikit ulun, tak tahu yang ulun sembunyikan.
Ulun memiliki pengetahuan yang pian tak pernah tahu.
Andai pula pian menganggap ulun pintar maka sungguh pianlah yang
pintar. Orang yang pintar sajalah yang tahu mana prilaku bodoh mana
prilaku pintar. Andai pian bicara diantara orang bodoh dengan
menggunakan bahasa pintar maka pian akan dibilang gila, aneh, bodoh.
Tapi ketika pian berbahasa pintar diantara orang pintar maka pian akan
dibilang pintar oleh mereka.
Sekarang ulun bertanya pian yang tidak tahu atau ulun yang tidak tahu.
Atau pian ingin bilang jika ini hanya permainan kata?" kali ini wajah
tetua berubah serius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar