Dan sangat nyata yang dia katakan, dia sibuk menyulam busana penyempurna akal cerdas gaya eropa dan aku yang sibuk membakar dupa memanggil ruh alam semesta, larut dalam harmoni purba. Tetapi keduanya bisa saling rajut tali asmara dalam satu bahtera.
Nafas kerinduan yang ditaburkan antara keduanya oleh para dewa rupanya telah membuat gila. Bagaimana mungkin kau bisa berkata dusta, sedang sungguh nyata gerak kehidupan menentukan langkah cerdasnya sendiri.
Aku hanya menunggu kesakitanku sendiri sampai air mata menembus jantung, pun dia aku sangka tak jauh beda. Mungkin dia sekarang masih bisa menari dengan anggun dihiasi glamour busananya, pun aku masih meramu aroma kenanga.
Lalu apa yang setara dengan kemewahan pualam syurga selain hembusan cinta kasih asmara,dan apa yang setara dengan khuldi selain bisikan iblis tentang rindu dari buah harapan yang selalu membayang dimata.
Ya, benar aku telah mencabut pohon yang seharusnya berada khayangan untuk aku persembahkan padanya, dan diapun masih mempertanyakan niat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar