"Urip terlalu bodoh untuk bisa berdusta. Sisi mental yang seharusnya
lebih rumit untuk bisa diketahui orang lain tapi tidak bagi Urip, dia
mudah dibaca.
Aku sangka dia telah benar-benar termotifasi untuk mencari jawaban
atas kehidupan real. Aku sangka yang dilakukan selama ini atas dasar
jawaban motifasi keuangan. ternyata apa?" ujar Pram bersemangat.
"Benar, Urip masih tak jauh dari yang dulu. Tapi aku memahaminya. Urip
tak pernah bisa menemukan rasa cinta yang sama kepada yang lain. Aku
sangka Salma lebih dari yang Urip cinta, Salma sudah menjadi sebagian
dari nafas kehidupan Urip" sambung Dimah.
5.25.2016
5.20.2016
Seapa
Barangkali akan membunuh setengah dari kesadaran jika Urip melepas
Salma dari sisi kehidupannya. Salma telah mengisi setengah dari nafas,
darah,sumsum ingatan hingga jantung.
Salma seperti udara bagi Urip. Udara yang memberi kehidupan. Udara
yang memberi hangat.
Tapi apa bagi Salma. Urip justru menjadikan Salma layu karena apa yang
Salma rasa tak lebih dari seperti bernafas tanpa udara.
Apa Urip tak menyadari itu?
Salma dari sisi kehidupannya. Salma telah mengisi setengah dari nafas,
darah,sumsum ingatan hingga jantung.
Salma seperti udara bagi Urip. Udara yang memberi kehidupan. Udara
yang memberi hangat.
Tapi apa bagi Salma. Urip justru menjadikan Salma layu karena apa yang
Salma rasa tak lebih dari seperti bernafas tanpa udara.
Apa Urip tak menyadari itu?
5.19.2016
Linang
Bukanlah orang yang memahami estetika, Urip lahir dari kasta
rendah, yang dia tahu hanya bulir kembang jagung bukan mawar merah. Hidup
mengandalkan mitos peninggalan kaum konservatif, hidup tak memiliki kejelasan
prespektif bukan seperti Salma yang memiliki natur tekun dalam penyempurnaan mantra.
Salma individu tangguh yang memiliki kemampuan sangat baik. Salma memiliki kemampuan
imprufisasi ketika mantra membentur teori. Salma mampu menjadikan teori untuk
lebih stabil. Jelas, karena Salma memiliki referensi yang cukup.
Entah mengapa kini semua kemampuan seperti hilang,
logika Salma tak lagi berjalan ketika berhadapan dengan Urip. Semua yang telah
pernah ia pelajari dengan susah payah seperti lenyap. Mengapa?
“Aku hampir tak bisa bernafas setiap kali kau ada didepanku”
ucap Salma terasa berat.
Urip tak hirau dengan apa yang didengar.
Apa itu berarti Urip puas dengan drama yang telah ia buat. Drama yang membuat
Salma kehilangan senyum, sahabat, hingga
kehilangan segala kemampuan atau mungkin Urip menginginkan Salma hancur lebih
dalam lagi?
Aku sangka bukan. Linang air mata Salma sudah lebih dulu
menusuk jantung Urip dan itu lebih dari yang baru didengar.
Semenjak Urip mengubah jalan hidup memang dia melupakan
semua. Guru Wahab, Kojin, Nungkai, Narang, Tanah Luar dan semuanya. Berorientasi
materi dengan mengambil resiko tinggi memang benar-benar membuat Urip berubah.
Ya, Urip gambling dengan seluruh aset yang dimiliki. Untuk apa? Gak perlu aku
jawab.
Tapi yang aku tahu Urip selalu berangkat jam 2 dini hari
lalu esoknya sekitar jam 10 malam baru
sampai rumah lagi. Di hampir setiap hari matanya terjaga 20 jam bekerja
dibelakang kemudi dengan jarak tempuh sekitar 600 km sebagai pejual jasa pengadaan barang.
Yang aku tahu setiap telah dibelakang kemudi dan
harus memandangi jalan aspal maka isi kepala Urip tak lebih dari hanya
memikirkan Salma. Urip hanya ingin melihat Salma bahagia tapi yang jelas bukan
dengan dirinya. Apa itu berarti Urip tidak mencintai Salma?
Aku sangka jika seseorang mencintai orang lain maka orang
itu akan sedia melakukan sesuatu berkorban apa saja agar orang yang dicintai
bisa bahagia walau itu berarti yang dicintai bersama dengan yang lain. Orang yang
dicintai tidaklah akan pernah jauh dari hati walau dia memiliki jarak yang jauh.
Urip tidaklah pernah akan bisa membuang Salma. Sebenarnya
Salma juga bisa merasakan itu tapi tidak mudah bagi Salma ketika memandang
cermin menatap dirinya yang telah lebih dari dewasa dan dia masih sendiri. Sedang
Urip satu-satunya yang ada didalam ruang
hati tapi tak pernah bisa benar-benar dimiliki.
Air mata Salma jelas menggambarkan apa yang ia ingin dan sudah pasti itu
lebih dari sekedar cinta.
5.08.2016
Menyakiti
Urip hadir hanya membawa rasa bimbang tak tentu arah, sakit
itu hanya tipis terasa tetapi menjadikan layu hidup Salma. Terasa menyesak
nafas yang pasti, sedang hembus angin bukanlah mengihibur atau mengeringkan air
mata Salma yang ada justru menjadikan gelap.
Hidup seperti laknat ketika mengenal Urip. Mungkin benar
perasaan Salma waktu itu yang mengatakan jika sebagian dari nafas Urip membawa
aroma iblis. Mungkin kesalahan besar telah mengenal Urip tapi entah mengapa
justru terasa seperti tercekik ketika Urip jauh.
Bersama Urip hidup Salma berantakan seperti kapal pecah
menghantam karang dan Salma tahu sedang
bermain dengan nasib dan jangan kau tanya kemana dia akan melangkah. Yang pasti
dia telah lebih dari dewasa dan tahu apa yang ia mau. Sudah pasti itu lebih
dari yang Urip pikirkan.
5.05.2016
Mengapa Harus?
“Entah bagaimana cara membengkokkan hati pula bagaimana
menghentikan pikir. Mengapa seseorang justru hanyut oleh pikir, hati, naluri
pun ego mereka sendiri, mengapa mereka seolah tak memiliki kuasa untuk
mengendalikan keempat instrumen yang seharusnya menjadi perangkat untuk
menyelesaikan permasalahan sehingga manusia bisa lebih produktif. Bukan justru
membentuk konflik yang berujung pada pelemahan produtifitas”
Apa yang sebenarnya Urip pikirkan sehingga dia masih saja
larut pada kalkulasi pemahaman. Sedang nyata Salma sudah tak lagi bisa diajak
berbicara. Apa mungkin Urip sudah buta mata hatinya sehingga dia tak lagi bisa
membaca apa arti getar bibir dari wajah memucatnya Salma. Apa semua ucapan harus diartikan
seperti apa yang diucapkan. Mengapa Urip tidak jadi robot saja. Bodohnya Urip.
Hembus angin semilir rupanya menegur Urip untuk menurunkan ego hingga terhenti apa
yang memenuhi isi kepalanya. Kemudian ia menengadahkan wajah sambil menarik nafas mendalam sedang mata memejam
dan setelah itu ia menunduk. Tiba-tiba terjadi perubahan yang cukup drastis, otak
Urip terlihat buntu bahkan kini Urip tampak berusaha membuka mata hati. Rupanya
Urip mulai sadar jika kekacauan telah ia buat sehingga memporak-porandakan hati
Salma.
“Ya, aku bodoh, aku telah melakukan kesalahan. Barangkali
akan lebih baik jika kita tidak bertemu lagi. Aku tahu ini akan sulit. Jangan
kau pikir ini akan mudah bagiku. Bahkan jika kau tahu tak semalampun aku pernah
bisa untuk tak memikirkanmu. Jangan kau tanyakan apa artinya kau bagiku. Entah
apa jadinya aku tanpa kau ada dalam alam sadarku.
Sudahlah jika berpisah menjadi pilihan terbaik kita. Biar
aku tetap menyimpan semua, mungkin akan aku bawa sampai gelap abadi menemaniku”
ujar Urip yang tak mampu lagi memberi pilihan.
Angin makin deras menerbangkan daun kering juga rambut Salma
yang tergerai. Salma menepis peluk Urip sambil membuang muka, tak bersuara
membiarkan air mata perlahan jatuh sedang nafas terasa sesak menahan remuk perasaan membayangkan arti berpisah terasa lemas seluruh sendi. Mengapa Urip berubah menjadi kejam. Mengapa harus
berpisah yang menjadi pilihan.
5.03.2016
Egois
“Sebut saja pintu dari rumahku rusak, tentu akan akan
terusik dan kemudian akan aku merperbaiki.
Benar, aku memang memperbaiki pintu rumahku itu hingga pintu menjadi
berfungsi dengan baik kembali.
Setelahnya yang ingin aku bahas, bukan soal pintu itu.
Sebelum aku mengetahui pintu itu rusak aku baik-baik tapi setelah mengetahui pintu rusak dan
kemudian aku memperbaiki hingga pintu yang rusak itu menjadi baik malah
kemudian aku yang menjadi rusak, karena ibu jariku terluka, karena terjepit sewaktu
memperbaiki pintu tadi, bajuku yang tadinya bersih berubah menjadi kotor.
Benar, kalau gak ingin kotor atau luka ya biarkan saja pintu
itu. Rusak biar tetap rusak hingga yang baik akan tetap baik. Sederhananya jika
kau ingin menjadikan sesuatu menjadi baik maka pastikan dirimu siap yang akan
menjadi rusak. Coba asumsikan dengan hal lain, apakah yang aku sampaikan masih
berlaku sama atau tidak.
Sama barangkali dengan lambai tanganku atau langkah kakiku. Jika
yang kiri maju maka yang sebelah kanan akan terbelakang. Seperti halnya subyek-obyek, memandang-
dipandang. Barangkali setiap relationship memiliki ketetapan itu. Bukan sama-sama
memiliki untuk bisa disebut us tapi you and I bukan I and I.
Cinta ketika telah sepakat tidaklah menjadi penyatuan yang
saling mencintai melainkan satu kasih dan yang lain sayang. Kita sudah bukan
dalam proses untuk bisa dalam kebersamaan. kita sudah dalam kebersamaan”
“Berkelit, berkelit, aku lelah, aku gila hanya memikirkanmu!”
emosi Salma meledak.
Salma tak memerlukan apapun, apalagi asumsi Urip yang terasa
justru menyudutkan dirinya kedalam jauh di kesendirian. Kesadaran Salama hanya bertanya
kemana seharusnya bersandar kalau bukan
pada Urip. Semenjak adanya Urip Salama telah kehilangan banyak sahabat bahkan
untuk menjadi diri sendiripun Salma hampir tak bisa.
Enatah apa yang ada di benak Urip sehingga dia minta
dibenarkan dengan ocehan pajangnya itu. Barangkali sudah sifat laki-laki yang
egois yang tak pernah memahami perempuan, ketika perempuan mengungkapkan
perasaan bagi laki-laki seolah terdengar hanya meminta alasan.
Salma tak memerlukan lebih dari sekedar peluk, sekedar
membuktikan bahwa Urip masih ada untuknya, tak lebih. Sekedar pernyataan bahwa
dia tak sendiri walau dia juga sadar bersama Urip berarti petaka.
Entah mengapa Salma tak mampu jauh dari Urip sedang dia
sangat membenci
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
"Setara dengan apa yang kau rasa ketidak nyamanan itu, ketika kau tengok aku maka itu pula yang berbisik di degup jantungku. Kala senja...
-
Pagi itu Kojin berdiam memandangi anggrek yang tumbuh di sela pohon yang tumbang Sedang Beng mendekat "Tapi apakah dia sehati den...
-
Logis jika sesuatu itu memiliki urutan yang jelas hingga bisa dianalogi dalam pola matematis. misal ada pertanyaan buah dari pohon ...