5.10.2020

Unggun

"Tanah luar terdominasi oleh kaum yang lebih maju oleh pendidikan formal, melakukan kegiatan produktif untuk mendapatkan pencukupan materi, memiliki prilaku emonomi.
Sedang orang tanah dalam memiliki pola mirip kehidupan jaman batu. Mereka tak pernah tahu pendidikan formal, seolah kehidupan mandeg.
Namun dua kelompok itu memiliki ketertarikan yang sama pada monyet keseimbangan dan masih diperebutkan sampai sekarang. Dua kelompok yang berbeda akan tetapi tetap memiliki kesamaan

Sering kita tidak paham dengan hidup kita sendiri tapi rasanya mudah menilai kehidupan orang lain. Kita gampang menilai orang justru karena kita sekedar melihat prilaku fisik mereka tanpa mau melihat kedalam isi kepalanya.
Ketika kita mau mencoba masuk isi kepalanya, maka aku rasa kehidupan mereka yang seolah berbeda dengan kita, sebenarnya akan sama saja dengan kita.

Aku melihat sebuah bangunan tua di pinggir sawah dan sejenak aku melayang angan.
Dulu bangunan ini berdiri tentu menggunakan pondasi.
Pondasi itu tentu tak terlihat dan mungkin akan tetap ada walau rumah itu roboh.
Pula mungkin sama dengan aku yang sekarang tampak. Aku kacau, berantakan, tampak tak tentu arah dan aku sendiri tidak paham.
Sedikit dari rumah tua itu yang aku pahami, bahwa aku juga memiliki pondasi dari apa yang aku mau waktu itu. Aku ingin menjadi apa dan seperti apa.
Yah... terlintas beberapa yang aku andai sewaktu aku masih kecil. Itukah pondasiku. Mungkin, mungkin juga bukan itu. Atau apa keinginan kedua orang tuaku yang menjadi pondasi hidupku. Mungkin ya, mungkin bukan.
Atau genetika? Lingkungan? Atau...banyak kemungkinan lain.
Terlintas, ya ini yang aku dapati dan dulu pernah aku inginkan. Namun keinginanku waktu itu tanpa memahami tuntutan sosial yang harus aku hadapi dan sekarang benar-benar membenturku.
Mustahil ada lukisan tanpa media. Mustahil ada garis tapa titik awal" ujar Kojin.

"Kau menyindir aku?"

"Bukan, aku menyidir aku sendiri yang tak jauh beda denganmu. Tadi hanya susunan kalimat. Mengapa bisa melukaimu" sanggah Kojin

"Aku punya telinga untuk mendengar, punya mata untuk melihat!"

"Yang aku tahu telinga tuli juga matamu buta"

"Apa"

Beng tersenyum melihat satu dari kedua sahabatnya mulai memanas.
"Sudahlah Jin...sudah. Andai kita bisa menentukan nasib, mungkin aku sudah tentukan. Apakah Tuhan tidak adil, aku rasa Dia yang memiliki rencana. Apa aku tidak resah, tentu sama resahnya dengan kalian.
Mungkin yang berbeda diantara kita ada yang beragama dan mungkin yang lain hanya berTuhan namun tidak beragama.
Satu hal, dengar dan lihatlah dengan hati dan biarkan Tuhan yang memberitahumu"




Tidak ada komentar:

Mengambil Gambar

Aku sempatkan mengambil gambar sederhana  pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...