Pukul 8 Jali sudah mulai masuk bibir hutan. Inilah hidup, terkadang seseorang mengambil pilihan yang benar-benar tak ada untungnya untuk dilakukan. Untuk apa, mungkin untuk hati yang tak akan pernah punya kalkulasi. Dan ketika seseorang mengabaikan hati maka orang itu akan merasa ada sesuatu seperti yang tak benar. Seperti ada lobang kosong yang meminta untuk di isi.
Jali salah. Mungkin.
Setidaknya Jali masih memiliki hati sebagai komponen berkehidupan sosial dan bukan semata dominasi kalkulasi untuk angka pasti berketetapan.
Sebagian orang yang lain mungkin masih suka dengan sesuatu yang mutlak. Pula sebagian yang lain mungkin sudah terlalu lelah dengan tuntutan yang harus selalu memiliki ketetapan dalam bentuk kestabilan mutlak.
Langkah Jali terselimut segar udara pagi dan terasa masih menyisakan dingin, saat yang justru makin menyesak angannya dan malah menjadikan penuh tanya tentang Urip.
Jali merasa dulu bisa berubah ke lebih baik karena Urip, sedang Urip sering mengatakan ada seorang perempuan yang sangat berpengaruh dalam hidupnya.
Tergelitik makin keingintahuanya pada sosok perempuan yang Urip sering sebut itu.
" beruntung kau Rippp.." tiriak Jali memecah hutan.
Jali merasa tak mungkin jika perempuan itu hanya bermodal cantik semata seperti perempuan biasa, dia pasti punya kecerdasan dan kematangan hidup yang lebih dari rata-rata.
Jali berpikir jika perempuan itu bak malaikat yang menjadi rebutan pria atau justru kecantikan kecerdasannya malah membuat pria takut hingga tak percaya diri untuk mendekati.
"Iya-ya... kalau perempuan berkapasitas siapa berani ya...
Iya-ya.. kayak Katy perry atau Agnes mo masak orang biasa berani mendekati.
Wah... beruntung kau Rip Rip...." gumam Jali di kesendiriannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar