Bukan hanya Dewi, sudah pasti yang lain juga muak, maka Urip sudah tahu itu.
Urip ada sudah salah ketika dia menghilang juga menyisakan tanya yang berujung pada salah.
"Aku tidak tahu kembali kesini untuk apa. Yang aku tahu setiap di diamku selalu ada yang menyentuh pudakku dan terdengar sayup tanya" ujar Urip.
"Lalu untuk apa kau lalukan sesuatu jika kau sendiri tidak tahu apa yang kau lakukan. Apa setiap tanya harus ada jawab. Tidakkah kau sadar jika tanya itu tak lebih dari benci yang telah dia lontar padamu. Tidakkan kau sadar ketika dari jauh dia sentuh pundakmu hanya untuk melempas serapah? Tidakkah kau sadar?
Aku muak! Kau tak memiliki perasaan" serapah Salma berakhir tampar di pipi kiri Urip.
Urip tak bergeming dan sesaat kemudian membuang pandang sejauh mungkin untuk mengumpulkan dosa lalu menelan bersama liur dan memastikan satu persatu kesalahan itu memang ada padanya.
"Pergi!!"
"Aku muak!"
Salma benar-benar membeci Urip.
Setelah sesaat hening benci Salma perlahan melemah tapi tidak Dengan Dewi yang sedari tadi hanya diam.
Air mata Dewi jatuh, kini berdiri lagi dihadapannya seorang penecut yang pernah ia temani. Dewi telah salah memilih.
"Aku dulu sedia menemanimu untuk bisa menyatukanmu dengannya. Aku berfikir kau bisa bahagia bersamanya di kemudian hari. Aku salah.
Bahkan aku sempat terpesona padamu orang yang seharusnya aku dampingi.
Kau bukan seperti yang aku rasakan waktu itu. Ada yang menyesak di dada ketika aku merasa telah pernah bersamamu Rip" lirih Dewi berucap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar