"Terkadang kita suka mencabik hati kita sendiri, barangkali karena ada sensasi sakit, tapi bukanlah benar-benar karena sakitnya itu. Ada sesuatu yang benar-benar harus diisi, disentuh atau meminta pengakuan, bahwa hati memang ada dengan benar dan memiliki peran besar dalam hidup manusia.
Terkadang pertanyaan dalam hidup yang memiliki jawaban seolah merupakan bentuk kesempurnaan dan memiliki bentuk kebahagian. Setiap setelah memecah persoalan seolah selesai.
Bukan. Kau tidak akan pernah puas, tidak akan pernah mendapat apapun kecuali seperti rasa lapar yang selalu datang setiap sesaat setelah kau makan.
Urip ingkar dari hatinya, untuk apa?" ujar Kojin.
Sesaat Dimah terdiam berusaha mencerna ucapan Kojin. Dimah merasa jika dirinya juga tak beda dengan Urip yang tak lagi mampu berbuat lebih untuk hatinya sendiri. Dimah tak lagi pernah bisa berbagi ruang dengan orang yang dia sebut kekasih dan parahnya lagi Dimah tak pernah tahu kemana arah yang harus dipilih.
"Mengisi hati dengan luka?"
Terkadang pertanyaan dalam hidup yang memiliki jawaban seolah merupakan bentuk kesempurnaan dan memiliki bentuk kebahagian. Setiap setelah memecah persoalan seolah selesai.
Bukan. Kau tidak akan pernah puas, tidak akan pernah mendapat apapun kecuali seperti rasa lapar yang selalu datang setiap sesaat setelah kau makan.
Urip ingkar dari hatinya, untuk apa?" ujar Kojin.
Sesaat Dimah terdiam berusaha mencerna ucapan Kojin. Dimah merasa jika dirinya juga tak beda dengan Urip yang tak lagi mampu berbuat lebih untuk hatinya sendiri. Dimah tak lagi pernah bisa berbagi ruang dengan orang yang dia sebut kekasih dan parahnya lagi Dimah tak pernah tahu kemana arah yang harus dipilih.
"Mengisi hati dengan luka?"