Terkadang aku masih tidak mengerti ketika memahami apa yang telah pernah nabi
ajarkan.
Terkadang terdengar berusahalah
seolah engkau akan hidup seribu tahun lagi dan beribadahlah seolah engkau akan
mati esok pagi.
Dalam satu kalimat jelas tapi memiliki dua sasaran yang
kontradiktif. Rasanya jika kalimat itu aku asumsi sebagai konsen dalam satuan
waktu yang berlaku maka terasa akan berantakan apa yang akan aku lakukan, akan
sulit jika dalam satu busur memiliki dua anak panah dengan arah bidik berlawan
arah. Kecuali aku memiliki hidup dalam satuan waktu yang berlaku paralel.
Aku bukanlah orang yang beragama dengan baik dan benar. Aku
memandang ajaran dalam kitab bukan sebagai keyakinan yang cenderung menelan
pemahaman dari para kyai dan kemudian
tanpa olah logika akan aku iya-kan. Kitab bagiku berlaku sebagai pola matematis
yang logis dan akan menuntun manusia berkait mekanisme rumit kehidupan.
Aku rasa kita sangat tahu jika bayak lagi kalimat dari ajaran yang terasa
kontradiktif. Misal, nasib suatu kaum
tidak akan berubah sampai kaum itu sendiri merubahnya dan di sisi lain
menyatakan manusia tidak memiliki daya
dan upaya kecuali atas pertolongan Allah.
Mana yang benar, tuhan atau kita yang bisa merubah nasib.
Analogi yang sering aku sampaikan tentang langkah kaki atau
tangan yang melambai barangkali lebih tepat daripada analogi busur yang
memiliki dua anak panah.
Kiri-kanan, kiri kanan-ketika kita melangkah, kemudian kerja-ibadah, kerja-ibadah begitulah
seharusnya menggunakan waktu.
Aku adalah satu yang memiliki kiri-kanan, baik-buruk ketika
menjalani waktu yang berlaku seri dan bukan paralel. Tidaklah akan aku berjalan
dengan kanan-kanan- kanan untuk sampai ketujuan. Logika-perasaan, logika-
perasaan terus, terus... sampai jauh kita berjalan menyusur waktu dengan satuan
ukur pendewasaan sebagai bukti seseorang telah melangkah dengan baik
menggunakan logika dan perasaannya.
Baik buruk hanyalah penyebutan sifat yang digeneralisasikan oleh individu lain selain dari pelaku itu
sendiri. Pun yang sebenarnya baik dan buruk bukanlah hasil. Hasil tetap hasil
sedang baik buruk tetap sifat yang menjadi bagian dari sesuatu yang diantaranya
hasil itu sendiri
tergantung dari mana cara pandang.
Perjalanan menyusur waktu seharusnya mengatar kita pada
posisi lebih mengerti tentang hidup yang sama sekali berbeda dengan apa yang
kita pikirkan dan yakini sebagai benar atau salah. Bukan yang kita ingin atau
tak ingin.
Ketika kau yang ada di titik A pun aku yang ada di titik B
sepakat untuk menjadi KITA dan bukan lagi sebagai yang ada di titik A atau B
maka apa yang terjadi?
Bisa seperti satu busur dengan dua anak panah yang memiliki
dua bidik berlawan arah atau pilihan ke dua seperti langkah kaki kiri dan kanan
untuk menuju.
Barangkali aku akan lebih sulit menjawab jika kau mengajukan
pertanyaan kemana kita, untuk apa atau
mungkin ada pertanyaan yang sama sekali tak aku duga.
Isi kepalaku tidak memiliki kegiatan lain selain dari
memikirkanmu. Tapi aku sadar hidupmu akan terasa salah jika bersamaku