Hampir magrib kami baru sampai di lokasi transit menuju wilayah
pertambangan yang dimaksud oleh Zulkifli, berada di ujung perkebunan
sawit wilayah dari kecamatan Kintab, kabupaten Tanah Laut Kalimantan
Selatan. Masih 20 km lagi yang harus kami tempuh.
Aku ambil parkir lebih menepi karena harus ganti mobil double gardan,
land rover serta seorang driver yang telah disiapkan Zulkifli untuk
menembus jalan berlumpur dalam.
Masih tak sangka aku bisa menemani guru Abdul Wahab. Beliau yang dalam
kehidupanku merupakan seorang kyai tempat aku memahami pengkombinasian
ajaran Islam dengan ajaran Kaharingan, unsur kebijaksanaan lokal,
kearifan suku Dayak Kalimantan yang hampir dominasi dinamisme bahkan
cenderung banyak berbumbu animis.
Telah pukul 21.23 kami baru tiba dilokasi. Ada beberapa orang yang
sudah lebih awal sampai. Tokoh adat, geolog, pemilik lahan juga Zain
(adik dari Zulkifli) selaku pemilik modal untuk rencana penambangan
batu bara .
Setelah jabat tangan penyambutan selesai, salah satu dari mereka
menghampiriku dan segera menyampaikan analisa lokasi berdasar ciri
tanaman, jenis bebatuan di permukaan juga kemiringan tanah. Rupanya
dia seorang ahli geologi.
"Secara teknis kemungkinan batu bara itu ada di kedalaman 7 atau 8
meter dan terkumpul di tempat kita berdiri sekarang namun untuk lebih
pastinya ketebalan juga kadar kalori batunya masih menunggu hasil dari
pengeboran" orang itu menjelaskan sambil menunjukkan pemetaan wilayah
berdasar visual hasil penginderaan satelit.
Aku segera mencerna setiap penjelasan, berusaha mengumpulkan
informasi, mengumpulkan data untuk kuterjemahkan lebih lugas pada guru
Wahab, agar beliau mendapat gambaran gamblang dari hasil analisa
lapangan sebelum ritual tanam saji (memberi sesajen).
Penting untuk menentukan perjanjian adat juga perjanjian dengan
kehidupan alam sebelah (gaib).
Terlintas dalam pikiran, ternyata orang-orang cerdas masih menggunakan
hal yang tak cerdas, memerlukan guru Wahab untuk kelengkapan proyek
mereka. Aku dengar mereka menganggarkan dana pengarapan hampir 80
milyar, tentu jumlah uang yang jauh dari pemikiranku.
Jam setengah satu ritual selesai semua telah beres dan kami segera
berkemas bersiap turun, namun guru Wahab masih diam dan meminta yang
lain menyegera turun gunung lebih dulu, entah apa yang ada dalam benak
beliau dan akupun memilih setia mendampingi diamnya beliau juga
kelihatanya driver pengantar kami terpaksa harus setia menunggu.
Hanya suara khas kehidupan hutan juga taburan bintang di langit yang
terlihat disela dedaunan.
" Daun kering yang ada di ranting, dari pohon- pohon dalam hutan ini
tak akan jatuh ke tanah sampai Tuhan menghendaki.
Tapi bagaimana mereka bisa menyandarkan sebagian nasibnya padaku,
sedang sangat jelas aku hanya hamba.
Barangkali sudah janji mereka untuk suka tipu daya, memilih jalan
merugi, mereka keji dan munkar. Mereka seolah beragama, mereka tak mau
menyadari jika ritual ini lebih menyatakan bahwa mereka sebenarnya
tidak pernah percaya pada agama mereka. Aku meragukan jika mereka
masih ber-Tuhan. Tuhan mereka hanya ada di ucapannya.
Selama ini tauziah yang aku berikan hanya dianggap hiburan bathin, tak
pernah dipikirkan, tak memberi bekas, semua yang telah aku sampaikan
sia-sia" ujar guru Wahab denga terasa lebih pada penyesalan.
Dua pertiga malam, guru Wahab duduk dengan menaikkan kaki pada jok
yang diduduki, sedang aku berusaha lebih sandar, kecepatan aku
pertahankan di 60 km/ jam. Tampak ada kelelahan dari cara duduk
beliau, rokok dinyalakan hanya sekedar membuang jenuh, pun aku.
"Bagaimana kekasihmu?" tanya beliau.
Aku menarik nafas panjang.
"Dia menitip petikan QS. 24: 35, petikan ayat yang masih terus ada di
kepala" jawabku lepas.
Beliau membaca ayat yang aku maksud sekaligus arti, lalu terdiam lagi,
"Dulu kau memang menjadi santriku, tapi sekarang tidak lagi. Kau
memiliki logika cerdas yang lebih bisa diterima kaum intelek, kalau
aku memaknai ayat itu tentu akan sangat konservatif. Pilihlah sendiri
jalan yang lurus. Allah akan menuntunmu kepada cahaya-Nya, aku percaya
itu, karena kau selalu sungguh, kau berani mendebat jika terasa
janggal menurut logikamu, walau itu kalimat dariku sekalipun, kau beda
dengan yang lain, mereka tak pernah berani berpendapat karena terlalu
memandangku bukan memandang dari apa yang aku bicarakan.
Dari ayat yang dipilih tentu perempuan itu memiliki kwalitas. Ayat
yang sangat rumit dan memerlukan penelaahan mendalam, penuh asumsi.
Sangat visioner" guru Wahab terasa sekali berusaha mendalami aku.
Diskusi ringan cenderung membuang lelah semata.
Lelah sering membawa pada pengungkapan apa yang tersimpan dihati,
sesuatu yang mengikat perasaan dan susah disampaikan, lelah lebih
sering menunjukkan pribadi yang sesungguhnya.
Guru Wahab terasa mencemaskan hubunganku dengan kekasihku.
Aku masih sulit atau aku tak mau melepasmu.
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengambil Gambar
Aku sempatkan mengambil gambar sederhana pagi tadi. Sekedar rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Aku gunakan lensa canon 55 - 250mm pula ap...
-
"Setara dengan apa yang kau rasa ketidak nyamanan itu, ketika kau tengok aku maka itu pula yang berbisik di degup jantungku. Kala senja...
-
Pagi itu Kojin berdiam memandangi anggrek yang tumbuh di sela pohon yang tumbang Sedang Beng mendekat "Tapi apakah dia sehati den...
-
Logis jika sesuatu itu memiliki urutan yang jelas hingga bisa dianalogi dalam pola matematis. misal ada pertanyaan buah dari pohon ...